BUMDesa di Jabar Semakin Banyak yang Berkembang, Ada yang Omzetnya Hingga Rp 30 Miliar

Di Majalaya, Kabupaten Bandung, ada BUM-Desa yang punya omzet Rp 30 miliar per tahun.

TribunJabar.id/Muhammad S Abdussalam
Sejumlah barang dan kerajinan karya warga Desa Wangisagara, Majalaya, yang dipasarkan oleh BUM-Desa Niagara. BUM-Desa tersebut punya omzet Rp 30 miliar per tahun. 

Dia menjelaskan, keberhasilan BUM-Desanya ini berawal dari inisiatif warga dan aparatur desa untuk membangun pasar tradisional pada 2000 silam.

Saat itu, Desa Wangisagara yang masuk kategori desa tertinggal belum memiliki pasar sehingga warganya sulit untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Dulu ke pasar terdekat sekitar 4 km. Akses jalan pun belum bagus. Berawal dari modal Rp 150 juta untuk membangun 48 kios, kini semakin berkembang sehingga terdapat 150 kios yang disewakan per 10 tahun sekali.

Berhasil dalam mengelola pasar tradisional, tak membuat pengurus BUM-Desa Niagara saat itu berpuas diri. Mereka merambah ke unit bisnis lain dengan membangun koperasi simpan pinjam yang menyasar pedagang dan warga sekitar sebagai nasabahnya.

Usaha itu pun terus berkembang karena membukukan laba yang signifikan. Bahkan, hingga saat ini keuntungan terbesar berasal dari simpan pinjam yang telah memiliki sekitar 3.000 nasabah.

"Berkembang dari mulut ke mulut. Awalnya pedagang, warga kami, sekarang nasabah kami banyak juga dari desa lain," katanya.

Dalam setiap tahun, menurutnya usaha simpan pinjamnya itu berkontribusi 70 persen terhadap raihan laba. Sisanya dari retribusi pasar dan sewa kaki lima.

Meski begitu, keberadaan BUMDesa Niagara bukan tanpa persoalan. Sebagai contoh, Neneng mengakui pihaknya masih kesulitan ketika mengembangkan unit usaha jual beli produk kerajinan.

Pasalnya, pihaknya masih kesulitan dalam membuka pasar untuk menjual hasil produksi warga sekitar seperti sandal, sepatu, dompet, dan tas. 

"Pemasarannya masih sangat terbatas. Padahal dengan menjual produk-produk itu, kami ingin lebih memberdayakan masyarakat," katanya.

Selain itu, Neneng mengakui pihaknya belum optimal dalam mengelola aset-aset yang ada. Meski bernilai fantastis yakni Rp 16 miliar, menurut dia pihaknya belum memiliki sumber daya manusia yang khusus dalam penataannya.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved