Masjid Agung Ciamis

Beduk dan Kohkol Masjid Agung Ciamis Peninggalan Kanjeng Dalem, Usianya Lebih dari Satu Abad

Masjid Agung Ciamis dibangun tahun 1882 oleh bupati ke-16 Galuh, RAA Kusumadiningrat (1839-1886), yang saat itu tengah menata Kampung Cibatu.

Penulis: Andri M Dani | Editor: Hermawan Aksan
Tribun Jabar
Beduk dan kohkol peninggalan Kanjeng Dalem yang usianya lebih dari satu abad masih tersimpan di lantai 2 Masjid Agung Ciamis. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Andri M Dani

TRIBUNJABAR.ID, CIAMISMasjid Agung Ciamis dibangun tahun 1882 oleh bupati ke-16 Galuh, RAA Kusumadiningrat (1839-1886), yang saat itu tengah menata Kampung Cibatu menjadi ibu kota Kabupaten Galuh (sekarang Ciamis).

Bersamaan juga dibangun loji (pendopo), gedung otonom, pasar, dan tangsi di kawasan alun-alun.

Masjid Agung dibangun di atas lahan seluas 8.500 meter persegi di bagian barat Alun-Alun.

Baca juga: Link Live Streaming Grand Final Indonesian Idol 19 April, Ini Lagu yang akan Dibawakan Rimar & Mark

Baca juga: Viral Anggota Banser Meninggal saat Jadi Imam Salat Witir di Jombang, Gus Syafiq Doakan Ini

Waktu itu juga dibangun Dam Nagawiru. Airnya tidak hanya untuk irigasi pertanian.

Sebagian dialirkan ke Masjid Agung Ciamis, untuk memenuhi kebutuhan air masjid yang di halamannya juga dibangun kolam di atasnya ada saung untuk menyimpan beduk dan kohkol (kentongan).

RAA Kusumadiningrat, yang populer dipanggil Kanjeng Perbu, meninggal tahun 1886 dan pemerintahan Kabupaten Galuh dilanjutkan oleh anaknya RAA Kusumah Subrata, yang akrab dipanggil di Kanjeng Dalem.

Tahun 1902, Masjid Agung Ciamis diresmikan setelah 20 tahun dibangun.

Sesuai dengan prasasti yang pernah disimpan di Masjid Agung Ciamis, masjid tersebut diresmikan pada tanggal 30 Romadhon 1319 H/10 Djanoeari 1902 M Waktoe Boepati Kandjeng Dalem RAA Koesoemah Soebrata.

Seorang penjaga Masjid Agung Ciamis memperlihatkan beduk dan kentongan bersejarah.
Seorang penjaga Masjid Agung Ciamis memperlihatkan beduk dan kentongan bersejarah. (Tribun Jabar)

Masjid diresmikan sehari menjelang Idulfitri.

Waktu dibangun pertama kali tersebut Masjid Agung Ciamis bentuk atapnya runcing segitiga.

Bahan bangunannya dari kayu jati dengan tiang-tiang yang kokoh.

Arsitek Masjid Agung Ciamis sama dengan arsitek Masjid Agung Bandung yang dibangun tahun 1812 (sekarang Masjid Raya Bandung) maupun Masjid Manonjaya Tasikmalaya.

Atap segitu runcing bertingkat tiga. Di tingkat kedua tempat muazin melantunkan azan berputar menghadap ke empat penjuru angin karena waktu itu belum ada pengeras suara.

Setelah kemerdekaan, tahun 1958 Masjid Agung Ciamis diserbu dan dibakar gerombolan DI /TII.

Bangunan KUA yang ada di halaman masjid ludes terbakar, saung tempat beduk dan kohkol pun kena sambaran api.

Tapi beduk dan kohkol dan sebagian besar bangunan masjid selamat.

Masjid Agung Ciamis tahun itu juga dibangun kembali oleh bupati Ciamis waktu itu Rd Yoesoef Soeryasaputra.

Inilah untuk pertama kali Masjid Agung Ciamis berganti bentuk dari bangunan aslinya.

Atap kerucut segitiga runcing diganti atap seng dengan menara besar di tengah.

Setelah itu sampai sekarang, Masjid Agung Ciamis menurut Ketua DKM Masjid Agung Ciamis, Ustadz H Wawan S Arifin, kepada Tribun Jabar, Minggu (18/4/2021), sudah lima kali mengalami revonasi.

Renovasi terakhir (kelima) dilakukan saat H Oma Sasmita menjadi Bupati Ciamis (Bupati ke-36).

Renovasi pada tahun 2002 bentuk Masjid Agung Ciamis nyaris berubah total dengan menghabiskan dana sekitar Rp 11 miliar dari pengerahan infak PNS.

Menteri Agama RI waktu itu, H Said Agil Munawar, pun berkesempatan meninjau proses revonasi Masjid Agung Ciamis.

Renovasi total tahun 2002 hasilnya seperti yang terlihat saat ini, bangunan masjid yang megah dengan dua menara tinggi menjulang di halamannya.

Lantai masjid yang dikelilingi pohon kurma tersebut terbuat dari batu granit mewah.

Dari lima kali direvonasi tersebut, Masjid Agung Ciamis sudah kehilangan bentuk aslinya.

Juga sudah tidak ada lagi peninggalan Kanjeng Perbu yang tersisa dari bangunan asli masjid.

Kecuali sebuah beduk dan sebuah kohkol yang sekarang masih tersimpan dan terawat di lantai 2 Masjid Agung Ciamis.

“Sewaktu Masjid Agung diresmikan tahun 1902, beduk dan kohkol ini sudah ada. Jadi usianya sudah lebih dari satu abad,” ujar H Kurnia Sumantri, salah seorang pengurus DKM Masjid Agung Ciamis, kepada Tribun.

Ukuran beduknya panjang 1,5 meter dan diameter 1 meter. Panjang kohkol 2,5 meter.

Keduanya terbuat dari kayu jati.

Sewaktu Masjid Agung Ciamis diserbut gerombolan DI/TII tahun 1958, beduk dan kohkol tersebut luput dari kobaran api.

Di kayu badan beduk terdapat huruf Arab gundul hasil pahatan yang artinya kira-kira keselamatan untuk semua.

Dulu saat masih rutin berfungsi, kulit beduk diganti setahun sekali setiap menjelang Idulfitri.

Sebelum ada pengeras suara, beduk dan kohkol merupakan alat utama untuk memberitahukan datangnya waktu salat.

Ditabuh sebelum azan dikumandangkan oleh muazin.

Setelah ada pengeras suara (toa), beduk dan kohkol hanya dipakai setiap hari Jumat, sebagai tanda masuknya waktu salat Jumat, sebelum khatib naik mimbar. Ditandai dulu dengan tabuhan beduk dan kohkol.

“Tetapi setelah Mang Ocid (marbut Masjid Agung Ciamis) meninggal (tahun 2019), tidak ada lagi tabuhan beduk dan kohkol waktu jumatan,” katanya.

Tapi yang pasti beduk dan kohkol tua usia lebih dari satu abad peninggalan Kanjeng Dalem tersebut kini masih terawat di lantai 2 Masjid Agung Ciamis. (*)

Foto:

Lebih dari satu abad – Beduk dan kohkol peninggalan Kanjeng Dalem yang usianya lebih dari satu abad masih tersimpan di lantai 2 Masjid Agung Ciamis. Dari bentuk asli Masjid Agung Ciamis yang diresmikan tahun 1902, kini yang tersisa hanya tinggal beduk dan kohkol tersebut. Seorang penjaga Masjid Agung Ciamis memperlihatkan beduk dan kentongan bersejarah tersebut (foto/tribunjabar/andri m dani)

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved