Dengan Teknologi Jerman, TPPAS Lulut Nambo di Bogor Akan Ubah Sampah Jadi Bahan Bakar hingga Biogas

Saat ini EUWELLE siap bekerja sama dengan Indonesia untuk menerapkan teknologi tersebut khususnya pada proyek Lulut-Nambo.

Tribun Jabar/ Muhamad Syarif Abdussalam
Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (23/3). 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui BUMD Jasa Sarana telah menentukan mitra untuk pengelolaan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di Kabupaten Bogor.

Mitra tersebut berasal Jerman, yaitu EUWELLE Environmental Technology GmbH, mitra yang dinilai berpengalaman dalam pengelolaan sampah berbasis ramah lingkungan.

Direktur Utama PT Jasa Sarana, Hanif Mantiq, mengatakan EUWELLE Environmental Technology GmbH telah menerapkan teknologi MYT (Maximum Yield Technology) di beberapa Negara asia seperti China dan Thailand.

Saat ini EUWELLE siap bekerja sama dengan Indonesia untuk menerapkan teknologi tersebut khususnya pada proyek Lulut-Nambo.

"Penggunaan Teknologi MYT dipilih karena kelebihannya dalam memanfaatkan secara maksimal proses daur ulang limbah sampah rumah tangga atau perkotaan, sehingga menghasilkan potensi energi maksimum yang dikombinasikan melalui inovasi teknologi tinggi dan terdiri dari lima tahap," katanya melalui ponsel, Rabu (24/3/2021).

Lima tahap ini adalah Waste Intake, Mechanical Processing, Biological Stage, Biological Drying, dan Mechanical Material Separation.

Baca juga: Rizki DA Suami Siaga, Sering Tinggal di Bandung, Beberapa Hari Lagi Nadya Mustika akan Melahirkan

TPPAS Nambo adalah tempat pengelolaan sampah yang berdiri di atas lahan seluas 15 hektare dengan kapasitas sampah 1 800 ton per hari, diperuntukkan mengelola sampah dari beberapa daerah Jawa Barat, di antaranya Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota Depok, dan Kota Tangerang Selatan.

Beberapa output dari pengelolaan sampah rumah tangga tersebut, katanya, berupa Refused Derived Fuel (RDF), Bulir Pupuk, dan Biogas.

Produk RDF akan dijual sebagai bahan bakar ramah lingkungan untuk pabrik semen seperti Indocement dan Bulir Pupuk dapat dijual ke PT Pupuk Indonesia atau masyarakat sesuai harga pasar.

Hasil ekstraksi berupa Biogas pun dapat menjadi sumber energi terbarukan untuk pembangkit listrik demi menunjang tarif listrik EBTK yang lebih kompetitif melalui PLN.

Baca juga: Tiga Pria Ditemukan Tewas Bertumpukan di Sawah, Tak Ada Tanda Kekerasan di Tubuh Para Korban

Kemudian Hanif menjelaskan pengolahan sampah yang ramah lingkungan ini merupakan pilot project persampahan pertama di Jawa Barat yang menggunakan teknologi pengolahan sampah modern.

Skema Proyek Nambo berupa Public Private Partnership (KPBU), yaitu alternatif pembiayaan selain APBD dari Pemerintah. PT Jasa Sarana sudah menjajaki skema pembiayaan untuk pembangunan TPPAS Nambo melalui sumber pendanaan dengan bermitra bersama IIF (Indonesia Infrastructure Finance), PT SMI (Sarana Multi Infrastruktur) dan Bank BJB.

Pembangunan Pengolahan Sampah Modern di Nambo ini adalah wujud dari komitmen Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam menyelesaikan permasalahan sampah regional perkotaan, dan diharapkan dengan penerapan teknologi tinggi dalam pengelolaan sampah ini menjadi solusi dan menjadi contoh penanganan sampah di Jawa Barat maupun Indonesia.

Konstruksi TPPAS Nambo akan dimulai pada tahun 2021 dan diharapkan dapat beroperasi secara optimal pada tahun 2022.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan pengolahan sampah menjadi energi di TPPAS Lulut Nambo dapat beroperasi pada akhir 2021.

Baca juga: Rizki DA Suami Siaga, Sering Tinggal di Bandung, Beberapa Hari Lagi Nadya Mustika akan Melahirkan

Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan target tersebut ditetapkan setelah Pemda Provinsi Jabar menggandeng perusahaan asal Jerman EUWELLE Environmental Technology GmbH untuk mengembangkan TPPAS Lulut Nambo.

Pengembangan TPPAS Lulut Nambo sempat terhenti usai konsorsium PT Jabar Bersih Lestari (JBL) yang mendapat amanah mengalami wanprestasi.

"Sudah diumumkan prosesi kerja sama, maka saya ingin langsung kerja. Saya titip akhir tahun ini sudah dipakai minimal tahap 1 dan full-nya tahun depan,” kata Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (23/3/2021).

“Yang bikin kita yakin dengan investor dari Jerman adalah mereka proyeknya sudah banyak, sehingga kita lebih reugreug ini bisa berjalan sesuai waktu,” katanya.

Kang Emil menjelaskan, pemilihan investor TPPAS Lulut Nambo melalui proses lelang yang komprehensif dan adil. EUWELLE pun sudah memenuhi syarat yang dibuat. Mulai dari teknologi sampai kondisi finansial.

“Dari sisi cost, sangat rasionable, sehingga beban tipping fee ke kabupaten/kota tidak terlalu besar. Oleh karena itu saya harapkan lancar,” ucapnya.

“Provinsi Jabar sudah dikatakan bahwa pengelolaan sampah harus dijadikan sesuatu yang bermanfaat, sehingga akan dikenal sebagai provinsi yang ramah lingkungan, semua kita selesaikan menjadi lebih terukur,” katanya.

Baca juga: 120 CPNS Pemkot Sukabumi Ikuti Diklatsar, Kalau Gagal Pendidikan Batal Jadi ASN

Sedangkan untuk wilayah Bandung Raya, kata Kang Emil, akan dikelola TPPAS Legok Nangka, dan untuk daerah lain sedang disiapkan, seperti Ciayumajakuning satu lokasi, Bekasi-Bekasi-Karawang-Purwakarta satu lokasi.

“Jadi minimal kita butuh tiga sampai empat proyek skala besar sehingga Jabar dikenal provinsi yang ramah lingkungan,” katanya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jabar Prima Mayaningtyas mengatakan, tipping fee bagi daerah yang memanfaatkan TPPAS Lulut Nambo sebesar Rp 125 ribu per ton.

"Tipping fee Rp 125 ribu per ton. Tidak ada subsidi dari Pemda Provinsi Jabar sebagaimana perjanjian kerja sama yang telah dilakukan di tahun 2017," ucap Prima.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved