WAWANCARA Eksklusif Pak Uu, Jalan Terus Meski Perda Pesantren Sempat Ditolak Mendagri
PERATURAN Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Penyelenggaraan Pesantren atau Perda Pesantren telah disahkan pada awal Februari 2021.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
PERATURAN Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Penyelenggaraan Pesantren atau Perda Pesantren telah disahkan pada awal Februari 2021. Ini menjadi perda pertama di Indonesia yang secara khusus mengatur soal pesantren.
Perda tersebut akan segera diimplementasikan begitu peraturan gubernur yang menjadi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya diterbitkan.
Untuk penyusunan pergub tersebut, Wakil Gubernur Jabar Uu Ruzhanul Ulum, berkeliling Jabar, mencari masukan dari kalangan pesantren.
Apa saja masukannya?
Berikut wawancara khusus jurnalis Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam, dengan Pak Uu, yang juga menjabat sebagai Panglima Santri ini.
PAK Uu, bagaimanakah proses Perda Penyelenggaraan Pesantren ini lahir sebagai perda pesantren yang pertama di Indonesia?
Pemerintah Provinsi Jawa Barat hari ini memiliki visi misi yang pada prinsipnya sama, yaitu untuk pembangunan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
Saya di saat kampanye bersama Kang Emil (Gubernur Ridwan Kamil), Kang Emil bertanya kepada saya isu apa saja yang harus kita bawa sehingga masyarakat ada ketertarikan dengan kami.
Kalau Kang Emil kan selalu berdasarkan ilmiah, karena dia teknokrat. Maka kita sepakat waktu itu survei terhadap keinginan masyarakat dan harapannya.
Di samping masyarakat ingin meningkatkan kesejahteraan dengan adanya lapangan kerja, juga sarana dan prasarana infrastruktur, survei juga menunjukkan bahwa banyak yang ingin pemerintah yang akan datang ini memperhatikan pondok pesantren.
Maka kami berbicara dengan tim, salah satu jargon yang kami sampaikan adalah ingin dibuat perda pesantren seandainya kami menjadi pemimpin di Jawa Barat.
Maka di saat saya menjabat menjadi pimpinan bersama Kang Emil, satu demi satu janji kampanye terealisasi sampai hari ini, termasuk janji kampanye yang bersifat keagamaan, mulai dari Satu Desa satu Desa Satu Hafiz, Satu Pesantren Satu Produk, Ajengan Masuk Sekolah, Maghrib Mengaji, English for Ulama, Ruang Kobong Baru, dan lainnya, termasuk kami membuat bersama-sama dengan DPRD Jabar yaitu Perda Pesantren.
Berapa lama proses pembuatan perda ini hingga akhirnya disahkan?
Ini dibuat paling lama karena di awal kepemimpinan kami di 2018, kami mengajukan perda pesantren ke DPRD, tapi di saat DPRD mengadakan konsultasi dengan Mendagri, ada penolakan karena payung hukum belum ada.
Maka waktu itu kita sepakat kalau perda belum ada kita bikin pergub saja.
Tetapi Alhamdulillah, dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pondok Pesantren, sekalipun waktu itu belum ada perpresnya, kita konsultasi, katanya silakan bisa dibahas perda pesantren, akhirnya Perda Pesantren kita sepakati dengan DPRD, bahkan nomornya pun Nomor 1 Tahun 2021.
Perda ini yang pertama di Indonesia, karena provinsi-provinsi lain belum membuat perda yang seperti ini. Kami berharap, ini bisa diikuti oleh para bupati dan wali kota bersama DPRD-nya membuat perda-perda pesantren yang ada di Jawa Barat.
Bagaimana hasil sosialisasi Perda Pesantren yang dilakukan Kang Uu di sejumlah Kabupaten dan Kota?
Kami mengadakan action setelah perda ini selesai, karena masyarakat banyak yang menunggu tentang realisasinya.
Biasanya perda ini disosialisasikan setelah ada pergub atau di lembar negara, akan tetapi kami sebelum pergub tentang pesantren ini ada, kami langsung ngabret sosialisasi kepada masyarakat, kiai dan ulama.
Hari ini sudah sekitar di 12 kabupaten dan kota dilaksanakan, yang dihadiri oleh para pimpinan pendiri pondok pesantren, sesepuh, asatidz dan asatidzah, di mana semua menyambut baik.
Mereka mengucapkan terima kasih, bahkan menunggu realisasi perda ini.
Kenapa kami sosialisasikan, karena sebelum ada lembaran negara, kami ingin mendengar sebelumnya, menyerap aspirasi, apa yang diinginkan untuk teknis dari perda ini.
Karena perda kan secara global, kemudian ada masukan-masukan dari masyarakat, dan kami catat dan masukkan masukan itu menjadi referensi dalam juklak dan juknis.
Apakah masukan dari pesantren-pesantren terkait perda ini?
Masukan dari para kiai dan ulama banyak.
Antara lain jangan sampai perda ini membuat mumet, membuat pusing para kiai dan ulama karena biasanya kalau ada bantuan dari pemerintah ini suka dipusingkan dengan administrasi, bahkan tidak tertutup kemungkinan karena ada kesalahan itu dan ini, naik kepada masalah hukum.
Kami tidak mau ini terjadi, dan ini menjadi masukan kepada kami.
Tolong pemerintah provinsi, katanya, arus adil.
Jangan hanya yang dekat dengan Pak Gubernur atau Wakil saja, jangan yang hanya dekat dengan DPRD atau lainnya, bahkan pesantren-pesantren yang sudah kaya sudah hebat tidak usah dapat bantuan, semua kami tampung dan semua akan menjadi rujukan juklak juknis.
Apa manfaat yang diperoleh oleh pondok pesantren dengan adanya Perda Pesantren ini?
Perda ini memiliki tiga tujuan secara substansi.
Pertama, adanya pemberdayaan pondok pesantren yang dilakukan oleh pemerintah.
Jadi Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pembangunan yang khusus berkaitan dengan keagamaan ini harus melibatkan pondok pesantren, harus melibatkan para kiai dan ajengan atau ulama.
Kedua, ijazah atau syahadah dari pondok pesantren ini akan diakui oleh pemerintah. Maka ada program-program, kami bekerja sama dengan pihak Kementerian Agama, termasuk dalam Syahadah ini.
Kemudian ketiga, ada kewajiban kami memberikan penyuluhan terhadap pondok pesantren, tetapi penyuluhan ini tidak masuk pada wilayah kurikulum karena kalau kurikulum, pesantren biasanya suka ikut menjiplak kepada kurikulum almamaternya.
Kecuali mereka meminta kurikulum, karena sudah dipersiapkan di Kementerian Agama. Yang akan kami bantu adalah dalam bidang kesehatan, lingkungan hidup, kebersihan, ekonomi dan yang lainnya. (*)