Proyeksi Ekonomi Indonesia 2021 Tumbuh 3,9 Persen, Ini 5 Hal yang Jadi Pertimbangannya
Ekonomi produk domestik bruto (PDB) 2021 diprediksi akan tumbuh sebesar 3,9 persen.
Penulis: Putri Puspita Nilawati | Editor: Giri
Laporan Wartawan TribunJabar.id, Putri Puspita
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Ekonomi produk domestik bruto (PDB) 2021 diprediksi akan tumbuh sebesar 3,9 persen.
Hal ini dilihat dari geliat perekonomian di kuartal 1 2021 sebesar 0.8 persen year on year (YoY).
Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk, Adrian Panggabean, menyebutkan ada lima faktor yang memengaruhi dinamika ekonomi di 2021.
"Dua faktor pertama bersifat mendukung angka pertumbuhan yang lebih tinggi. Faktor sisanya bersifat menurunkan prospek laju pertumbuhan ekonomi di 2021," ujar Adrian, Kamis (11/2/2021).
Faktor pertama, kata Adrian, normalisasi perekonomian di Pulau Jawa.
Hampir 60 persen dari total PDB Indonesia yang ditopang oleh sektor keuangan, telekomunikasi, infrastuktur publik (via alokasi APBN sekitar IDR 400 triliun), dan kesehatan, sejalan dengan dimulainya program vaksinasi.
• Berkicau tentang Meninggalnya Ustaz Maaher, Penyidik KPK Novel Baswedan Akan Berurusan dengan Polisi
• Kakak Kalap Sabetkan Golok ke Leher, Kepala, dan Tubuh Adik Gara-gara Tak Dipinjami Sepeda Motor
Lalu ada faktor prospek dorongan likuiditas lewat stimulus fiskal, terutama belanja modal, yang didukung oleh penurunan 7DRRR lebih lanjut ke arah 3,50 persen.
Hal ini sudah biasa terjadi setiap tahun. Adanya dorongan fiskal akan kembali terhambat oleh kelembaman tata administratif (business processes).
"Hal ini akan membuat sisi pengeluaran APBN hanya akan mencapai maksimum 85 hingga 90 persen dari anggaran," ujarnya.
Di sisi penerimaan, Adiran mengatakan, APBN akan terkendala oleh kurangnya penerimaan pajak sebagai akibat dari belum pulih sepenuhnya kondisi perekonomian.
Kendala sisi penerimaan dan keperluan untuk menjaga arus kas APBN berpotensi menghambat efektivitas dari rencana stimulus fiskal.
"Observasi saya terhadap debt carrying capacity, dan semakin tingginya alokasi APBN untuk pos cicilan utang dan bunga, memberi indikasi bahwa opsi keseimbangan yang bersifat fiscally-neutral (saat pemerintah melakukan operasi pembiayaan likuiditas) tidaklah banyak," ujarnya.
Ia pun memandang defisit fiskal yang realistis bisa dicapai di tahun 2021 bukan 5,7 persen dari PDB, melainkan di rentang 5,2 persen hingga 5,4 persen dari PDB.
Konsekuensi dari berkepanjangannya pandemi 2021, Adrian mengatakan tetap terkendalanya mobilitas faktor produksi dan akan menyebabkan eskpansi produksi belum terjadi secara signifikan.
Jika dilihat dari asumsi laju kecepatan vaksinasi di kisaran 200 ribu – 250 ribu pax per hari (ala Eropa atau Amerika Serikat), maka kata Adrian jumlah masyarakat Indonesia yang akan berhasil divaksinasi di 2021 kemungkinan besar hanya mencapai 40 persen hingga 50 persen dari target lebih dari 181 juta penduduk.
• Ucapan Imlek Bisa Dibagikan di Media Sosial Teruntuk Teman, sahabat, dan Keluarga
• Perangkat Desa Terkonfirmasi Positif Covid-19, Pelayanan Kantor Desa di Pangandaran Ditutup
"Artinya, prospek belum akan terbentuknya herd immunity berpotensi menyebabkan perusahaan belum berani menggenjot produksinya secara maksimal," ujarnya.
Faktor terakhir adalah pengurangan belanja modal (capex) selama tahun 2020 diperkirakan akan terus berlanjut di 2021.
Rendahnya capex di 2020, berdampak pada turunnya angka potential output di 2021.
"Belum terciptanya optimal mix antara capex swasta dan capex pemerintah di tahun 2021 berpotensi menurunkan potential output di tahun 2022," ujarnya. (*)