Hadapi Cuaca Ekstrem, Lima Daerah di Jawa Barat Ini Dapat Warning Khusus dari BPBD

Lima daerah di Jawa Barat mendapat peringatan khusus terkait potensi bencana dalam menghadapi cuaca ekstrem.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Istimewa
Ilustrasi - Bencana alam berupa tanah longsor terjadi di Kabupaten Kuningan, Selasa (15/12/2020). Di jawa Barat, ada lima daerah yang mendapat peringatan khusus dari BPBD dalam menghadapi cuaca ekstrem. 

Laporan Wartawan TribunJabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Lima daerah di Jawa Barat mendapat peringatan khusus terkait potensi bencana dalam menghadapi cuaca ekstrem.

Kepala Pelaksana Harian Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Barat, Dani Ramdan, lima daerah yang mendapat peringatan khusus itu adalah:

  • Kota Bekasi
  • Kabupaten Bekasi
  • Kota Bogor
  • Kabupaten Bogor, dan
  • Kota Depok.

"Berdasarkan informasi dari BMKG  di daerah itu berpotensi terjadi hujan yang cukup tinggi hingga 6 Februari. Oleh sebab itu, kami sudah mengirim surat agar daerah itu siaga, mengantisipasi bencana hidrometeorologi," kata Dani di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Kamis (4/2/2021).

BPBD Jabar secara makro tidak mengeluarkan travel warning kepada masyarakat dalam menghadapi potensi bencana.

Wanita Berhijab yang Ada Saat Petugas ATM di Garut Dikeroyok Dicari Polisi karena Lakukan Hal Ini

Ruko Gudang BBM Terbakar dan Terdengar Ledakakan, Arus Jalan Cianjur-Cibeber Sempat Terputus

Menurut Dani, pihaknya hanya mengirim peringatan terfokus ke daerah dengan risiko bencana tinggi.

"Jadi tidak secara makro atau kepada seluruh masyarakat Jawa Barat peringatan itu kami tujukan, tetapi hanya kepada pemerintah daerah yang dipandang berisiko tinggi. Namun tentunya, kami tetap mengimbau agar seluruh masyarakat tetap waspada  terutama yang melakukan perjalanan dan wisata." tuturnya.

Mengenai kesiapan alat berat untuk penanganan bencana, Dani menyebutkan alat berat milik Dinas PU sudah siaga di daerah masing-masing.

Sehingga, kapan pun dibutuhkan sudah siap digunakan.

"BPBD Jabar sudah berkoordinasi dengan daerah terutama Dinas PU masing-masing agar menyiagakan alat berat sampai bulan Mei nanti. Termasuk kesiagaan di kawasan wisata alam" ujarnya.

Untuk kesiagaan masyarakatnya, BPBD Jabar sudah memfasilitasi pelatihan-pelatihan tanggap darurat bencana kepada masyarakat, komunitas dan lain-lain.

Sehingga diharapkan masyarakat sudah memiliki pengetahuan dasar mitigasi bencana.

Di KBB, Masyarakat Bawa Masker Tapi Tak Dipakai, Ini yang Dilakukan Kalau Ada Petugas

Kesetiaan Kalina Ocktaranny Diuji, Vicky Prasetyo Masih Jalani Persidangan Menjelang Pernikahan

Potensi bencana di 5.000 desa 

Sebanyak 500 desa di Jawa Barat masuk kategori potensi mengalami bencana hidrometeorologis tinggi atau kawasan dengan kerawanan tinggi bencana yang dipicu air.

"Semuanya ada tersebar di hampir seluruh kota kabupaten. Paling banyak di Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Bogor, karena disesuaikan dengan jumlah wilayah kecamatan dan desanya, paling banyak di sana," ujar Dani Ramdani.

Bagian timur Jabar, katanya, yang paling rawan adalah di Kabupaten Cirebon, Kuningan, Majalengka, dan Indramayu.

Sedangkan di bagian utara adalah Kabupaten Subang, Karawang, dan Bekasi

"Desa dengan potensi tinggi bencana itu dari 5.000-an desa di Jabar, ada 500-an yang masuk kategori rawan bencana tinggi," ujar Dani.

Untuk mengantisipasi dampak bencana tersebut, BPBD Jabar pun bergerak untuk membuat desa tangguh bencana.

Hingga akhir Januari, sedikitnya 250 desa telah dibekali konsep dan peralatan untuk menghadapi bencana.

"Kita bangun baru 250-an desa tangguh bencana, setengahnya. Kita buat percepatan untuk 250 desa yang lain dengan program fast track, kalau standar Destana BNPB itu ada 16 indikator, nah untuk kondisi saat ini minimal ada tiga indikator dulu, ada satgas, ada peralatan yang stand by dan anggaran yang tersedia. Dengan itu ada indikator yang keempat yaitu indikator pelatihan bagi masyarakat paling tidak tokoh dan relawan pemuda," katanya.

Indikator lainnya, katanya, harus membuat peta rawan bencana di level desa, harus membuat jalur evakuasi, dan rambu evakuasi harus membuat tempat evakuasi.

"Kalau desa tangguh bencana reguler selengkap itu sekarang tiga indikator (satgas, peralatan dan anggaran). Kalau ada anggaran apapun bisa dilakukan. Anggaran bencana itu yang biasanya tidak tersedia. Makanya beberapa bupati membuat perbup, terkait anggaran untuk bencana dalam APBDes," ujar Dani.

Mitigasi sederhana, ujarnya, bisa dilakukan di tingkat desa. Satu di antaranya dengan memeriksa saluran air untuk memastikan tidak ada yang tersumbat atau memeriksa keretakan pada tebing yang berpotensi longsor.

Dani menekankan teori periode golden time untuk meminimalisasi terjadinya korban jiwa, periode yang dimaksud ialah nol sampai tiga puluh menit terjadinya bencana.

Sebanyak 34 persen faktor keselamatan dari bencana bersumber dari kesiapsiagaan individu yang dibentuk oleh pengetahuan dan kemampuan yang bersangkutan dalam melakukan evakuasi.

Faktor lainnya diberikan oleh pertolongan orang-orang terdekat, yakni anggota keluarga yang memiliki kemampuan dan rencana kontijensi yang dilatihkan jika terjadi bencana.

Faktor ini menyumbang 31 persen. Lalu 17 persen dari pertolongan komunitas baik RT, RW atau lingkungan setempat.

"Peran BPBD, tim SAR dan petugas lainnya hanya menyumbang 1,8 persen, karena pada saat golden time mereka tidak berada persis di tempat bencana. Dengan demikian kesiapsiagaan individu, keluarga dan komunitas mutlak diperlukan dalam membangun masyarakat yang berbudaya tangguh bencana," tuturnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved