Jawa Barat Baru Punya 1.069 Puskesmas, Masih Butuh 6.000, Ridwan Kamil Akan Bangun dengan Cara Ini

Rasio perbandingan antara jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk Jawa Barat terlalu besar. Saat ini Jawa Barat memiliki 1.069 puskesmas.

Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Giri
Istimewa
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil saat membuka West Java Food & Agriculture Summit ( WJFAS) 2020 di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis (10/12/2020). Ridwan Kamil akan membangun puskesmas baru, kabupaten/kota diminta sediakan lahan. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Rasio perbandingan antara jumlah puskesmas dengan jumlah penduduk Jawa Barat terlalu besar. Saat ini Jawa Barat memiliki 1.069 puskesmas sedangkan penduduknya sebanyak 48 juta orang.

"Di Jawa Barat puskesmasnya hanya 1.060-an berarti satu puskesmas untuk 50 ribuan orang," kata Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, di Puskesmas Cikarang, Kabupaten Bekasi, Senin (1/2/2021).

Jika dibandingkan dengan Thailand,  yang dikatakan WHO sebagai negara di Asia Tenggara yang memiliki penanganan terbaik terhadap Covid-19, katanya, rasionya adalah satu puskesmas melayani 7.000 warga.

Untuk mencapai rasio yang sama, kata Ridwan Kamil, maka dibutuhkan sekitar 7.000-an puskesmas di Jawa Barat atau tujuh kali lipat jumlah yang ada sekarang di Jawa Barat.

"Mumpung saya masih jadi gubernur, ada sisa waktu saya bertekad sebisa mungkin menaikkan jumlah puskesmas sebanyak-banyaknya. Kalau pakai teori Thailand, berarti Jawa Barat harus punya 7.000 puskesmas. Sekarang baru seribu, kita butuh 7.000 dengan kualitas seperti yang Bekasi ini. Itu sebuah mimpi ya, mudah-mudahan mau saya cicil," katanya.

Untuk membangun puskesmas, katanya, pihaknya sudah memiliki cara dengan menggandeng BUMD Jabar Jasa Sarana.

Rekam Video dan Ucapkan Kita Cegah Covid-19 dengan Bakar Masker, Siswi SMA Ditangkap Polisi

Pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi Ditahan Militer Setelah Terjadi Ketegangan Tinggi

Pemerintah kabupaten dan kota diminta menyediakan lahannya, kemudian BUMD Jabar yang akan membangun puskesmasnya.

"Saya ada cara membangun puskesmas tanpa APBD, yaitu saya melakukan penugasan terhadap BUMD yang namanya PT Jasa Sarana. Tugas dia membangunkan bangunannya, tapi tanahnya dari pemerintah daerah. Kalau ada puluhan lokasi lagi, ukurannya segede Puskesmas Cikarang, laporkan ke saya, tahun ini saya bangun dengan pola seperti itu tanpa nunggu APBD," katanya.

Presiden, katanya, sudah mengeluarkan peraturan sehingga ada dasar hukum bagi pemerintah untuk menugaskan tanpa lelang kepada BUMD untuk mencari dana pembangunan sendiri.

Tugas pemerintah daerah hanya menyediakan lahannya.

Perlu 25 RS baru

Jawa Barat, katanya, membutuhkan tambahan 25 rumah sakit baru.

Pihaknya pun sudah menugaskan BUMD Jasa Sarana untuk membangun 25 rumah sakit baru di Jawa Barat melalui skema KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha).

Hal ini pun sudah dibahas dalam West Java Investment Summit tahun lalu.

Rasio ketersediaan pelayanan kesehatan ini, kata Emil, membuat penguatan pelayanan kesehatan penanganan Covid-19 harus dilakukan di puskesmas atau rumah sakit yang ada.

Melalui program Puskesmas Terpadu dan Juara, di antaranya dalam menyediakan tenaga kesehatan khusus penanganan Covid-19 di puskesmas.

Kemudian semua rumah sakit di Jawa Barat diwajibkan menerima pasien Covid-19, termasuk rumah sakit swasta.

Sebanyak 30 persen tempat tidur atau tempat perawatan di rumah sakit pun, katanya, harus dialokasikan untuk Covid-19.

Doa dan Solawat Mewarnai Proses Penyuntikan Vaksin Terhadap Sekda Kabupaten Tasik, Dokter Gemetar

Di sisi lain, pemerintah sambil menambah jumlah pusat isolasi non-rumah sakit.

Emil menyatakan, tahun 2021 adalah momentum mengubah strategi menyelesaikan masalah pandemi Covid-19.

Ia menyoroti ketersediaan fasilitas kesehatan, pendataan kasus hingga pengetatan penegakan aturan di tengah masyarakat.

“Saya titip kepada kepala daerah yang mendengar, kita ubah strateginya karena kalau kita energinya habis di ujung proses, yaitu rumah sakit, itu tidak akan menyelesaikan secara fundamental ya,” katanya.

"Saya titip kepada kepala daerah, perintah dari saya adalah cek sekarang itu untuk Covid-19 harus 30 persen. Jadi kalau sebuah rumah sakit punya 300 bed, itu 100-nya wajib untuk Covid,” ucapmya.

Di sisi lain, berdasarkan hasil kajian, karantina atau isolasi mandiri di rumah itu mayoritas malah menjadi sumber klaster keluarga.

Karenanya untuk mengurangi beban rumah sakit, mereka yang bergejala ringan diisolasi di gedung negara dan hotel.

Biaya administrasi akan ditanggung oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), biaya perawat akan ditanggung oleh Kementerian Kesehatan.

“Prosedurnya sudah jelas, kita hanya usulkan tempat karantina tadi, nanti fasiliitas hotel dibayari oleh BNPB. Pasti kan butuh perawat, nah perawatnya dibayar oleh Kemenkes, nanti kita bimbing ya proses pengajuannya. Itu strategi hulu,” ucapnya. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved