Cerita Miris Saung Angklung Udjo di Ambang ''Kematian'', Pernah Tampil Komplet di Depan 3 Pengunjung

Kiprah perjalanan Saung Angklung Udjo (SAU) sebagai destinasi wisata edukasi budaya sekaligus satu di antara ikon Provinsi Jawa Barat nyaris berakhir.

Penulis: Cipta Permana | Editor: Giri
kemal setia permana/tribun jabar
Pembalap Tim Repsol Honda Marc Marquez ketika berkunjung ke Saung Angklung Udjo di Padasuka, Minggu (10/2/2019). Kini, cerita kematian membayangi Saung Angklung Udjo karena pancemi Covid-19. 

Laporan Wartawan Tribunjabar.id, Cipta Permana

TRIBUNJABAR.ID BANDUNG - Kiprah perjalanan Saung Angklung Udjo (SAU) sebagai destinasi wisata edukasi budaya sekaligus satu di antara ikon Provinsi Jawa Barat nyaris berakhir.

Penyerbabnya, pandemi Covid-19 yang melanda sejak setahun lalu.

Berbagai kebijakan pemerintah untuk dapat memutus rantai penularan covid-19, seperti pembatasan aktivitas kegiatan, termasuk kerumunan orang, secara langsung telah turut berimbas pada operasional dari tempat wisata yang dibangun sejak tahun 1966 tersebut.

Bahkan pihak pengelola pun terpaksa melakukan berbagai upaya efisiensi untuk mampu bertahan, karena minimnya tamu yang datang.

Direktur Utama PT Saung Angklung Udjo, Taufik Hidayat Udjo, mengatakan, agenda rutin pertunjukan maupun produksi angklung dihentikan. Langkah tersebut diambil seriring aturan pembatasan aktivitas kegiatan masyarakat oleh pemerintah selama hampir 10 bulan terakhir.

Baca juga: Siswi Nonmuslim di Padang Ternyata Dianjurkan Berjilbab, Ini Alasan Wali Kota yang Keluarkan Aturan

Baca juga: Tiga Panggilan Telepon Pratu Dedi Hamdani yang Tewas di Tangan KKB Tak Diangkat Ibu karena Ini

Sebab semua kegiatan pertunjukan di SAU mengundang dan melibatkan jumlah massa yang cukup besar.

"Sebelum adanya pandemi, jumlah pengunjung yang datang bisa mencapai 2.000-an tamu per hari. Kalau sekarang, jangankan setengahnya, 20 orang seminggu saja sulit. Jadi, kalau enggak ada tamu yang datang, dari mana biaya untuk menggelar kegiatan dan menggaji para karyawan. Apalagi kami memiliki hampir seribu orang karyawan," ujar Taufik Hidayat Udjo, saat dihubungi melalui telepon, Sabtu (23/1/2021).

Pihaknya memaklumi adanya kekhawatiran dari para tamu dan masyarakat, bila adanya aktivitas berkerumun dari pengunjung berkorelasi dengan potensi penyebaran Covid-19 dan berujung jatuhnya sanksi dari regulasi pemerintah. 

"Pernah ada satu hari, jumlah pengunjung yang datang hanya tiga orang. Itu satu keluarga, bapak, ibu, dan anaknya. Tapi kami tetap menampilkan pertunjukan dengan personel lengkap, jumlah pemainnya 30 orang," ucapnya.

Ia menjelaskan, dulu wisatawan tiap hari selalu ada yang datang. Tapi semenjak ada Covid-19, para wisatawan bukan tidak mau datang, tapi mereka mengaku cukup terganggu dengan ketentuan aturan dan pengurusan syarat berkaitan protokol kesehatan yang berlapis-lapis.

Baca juga: Ketua KONI Kota Tasik Terancam Hukuman Seumur Hidup karena Alirkan Rp 1,1 Miliar ke Rekening Pribadi

Taufik menuturkan, upaya efisiensi pun terpaksa harus dilakukan pihaknya karena tidak adanya pemasukan.

Selain merumahkan beberapa pegawai, maupun memangkas setengah dari gaji penuh para karyawan.

"Kalau diperinci, yang membantu kita dulu itu para pemain angklung 400-an, pegawai 200-an, perajin sekitar 100-an lebih. Kemudian yang lain-lain supplier-nya, jadi di total hampir 1.000 orang. Sekarang 96 persennya terpaksa di rumahkan, karena kami tidak ada cara lagi untuk membayar upah kerja keras mereka. Jadi hanya tersisa 40 orang, itupun upah mereka di bayar setengahnya," ujar Taufik.

Ke-40 orang itu tidak seluruhnya kerja di saung. Ada beberapa yang bertugas di fasilitasi untuk berdagang dan ada juga yang ikut berkebun.

Taufik menjelaskan, dalam rangka mempertahankan minat masyarakat, termasuk para wisatawan terhadap pertunjukan edukasi budaya angklung, pihaknya telah melakukan upaya alternatif. Satu di antaranya menggelar konser virtual.

Namun hal itu tak berdampak signifikan dan berimbas pada kondisi keuangan SAU.

Baca juga: Orang Tua Pratu Dedi Hamdani Dapat Firasat Lewat Mimpi, Ini yang Diingat tentang Perjuangan Anaknya

"Kalau bulan pertama (Maret 2020) memang kita mampu bayar karyawan 100 persen, karena waktu itu masih ada tabungan untuk menutupi. Tapi kalau sekarang sudah habis karena sudah mau satu tahun, kondisinya tidak kunjung membaik," ujar Taufik.

Disinggung terkait upaya mencari bantuan yang telah dilakukan, ia menjelaskan pihaknya telah  mengirimkan surat ke pemerintah pusat dan daerah guna meminta audiensi membahas keberlangsungan SAU ke depan.

Termasuk mencoba melakukan penggalangan dana melalui berbagai aktivitas kegiatan yang dilakukan anggota SAU.

"Rencana ke depan saya tetap punya optimisme karena berhentinya saung bukan saya sebagai pribadi tetapi juga ada banyak pasukan (karyawan) saya. Saya akan berjuang bagaimana caranya agar mereka bisa hidup," katanya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved