Kisah Asrizal Nur Tak Jadi Naik Pesawat Sriwijaya Air yang Jatuh, Gara-gara Biaya Tes Swab Mahal
Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak, Sabtu (9/1/2020), meninggalkan cetita kesedihan bagi keluarga.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Jatuhnya pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak, Sabtu (9/1/2020), meninggalkan cetita kesedihan bagi keluarga.
Namun, ada juga kisah bahagia bagi sebagian lainnya.
Hal itu dialami Asrizal Nur.
Asrizal dan keluarga sujud syukur batal naik Sriwijaya Air yang jatuh di Pulau Laki, Kepulauan Seribu.
Asrizal dan keluarganya masih hidup karena batal terbang menemui anaknya yang saat ini di Pontianak, Kalimantan Barat.
Tujuannya untuk menemui anaknya yang kuliah di IAIN Pontianak.
Ia batal terbang lantaran syarat rapid test antigen dinyatakan tak lengkap.
Baca juga: Tanah Longsor Susulan Menerjang di Cimanggung Sumedang, Tiga Petugas Menjadi Korban
Baca juga: AJAIB, Ukar Selamat Meski Tertimbun Longsor di Cimanggung Sumedang 5 Jam, 27 Orang Masih Dicari
“Alhamdulilah akhirnya Allah menolong kami sekeluarga. Kalau tidak, tentu kita tidak bertemu lagi,” kata Asrizal dikutip dari laman Facebooknya.
Asrizal bercerita, pada tanggal 7 Januari, ia bersama keluarganya berniat berangkat ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Tujuannya untuk menjumpai anak sulungnya bernama Jalaluddin Fauzhi Nur, yang sudah beberapa tahun di Pontianak kuliah di IAIN Pontianak.
Di samping itu juga dia akan menghadiri undangan dari para guru se-Pontianak sebagai narasumber.
“Tiket pesawat sudah dibeli. Kami berempat, istri, saya, dan dua anak gadis kami yang cantik pun mengurus Rapid Tes dan antigen sebagai syarat yang diwajibkan negara kepada rakyatnya kalau keluar daerah yang harga perorang hampir sama dengan harga tiket pesawat sekali pergi,” kisahnya.

Asrizal Nur dan keluarganya, yang terhindar dari tragedi Sriwijaya Air. Penyair dan penggagas Pantun Mutiara Budaya Indonesia ini, batal terbang ke Pontianak, menemui anaknya yang kuliah di IAIN Pontianak, karena tak melampirkan negatif Swab PCR. (TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA)
Ketika sampai di klinik, Asrizal mengatakan bahwa keluarganya hendak melakukan perjalanan ke Pontianak.
Namun, tak ada keterangan apa pun dari klinik.
“Sehingga kami ke airport dengan bekal surat negatif, rapid tes dan antigen. Kami pun ke bandara dengan rasa sesak di dada karena terasa berat dengan biaya rapid tes dan antigen itu, namun ada rasa bahagia akan bertemu anak dan keluarga di Pontianak,” lanjutnya.
Baca juga: Kapten Afwan Sempat Minta Maaf Sebelum Berangkat Kerja, Hal Tak Biasa yang Bikin Anaknya Bingung
Sesampai di bandara, saat masuk Asrizal dan keluarga diperiksa.
Ternyata rapit test dan antigen itu tidak lengkap, dan harus urus swab PCR.
Asrizal sempat berdebat dengan petugas.

Ilustrasi tes Covid-19, deteksi Covid-19, pengujian virus corona. (Shutterstock)
Ia menyesalkan, kenapa tak ada komunikasi dengan pihak klinik.
Sehingga dapat info yang sama dengan bandara untuk swab PCR sebagai syarat penerbangan.
Dia lalu disuruh komunikasi dengan maskapai.
“Hampir 1 jam kami mengurus di maskapai kamipun tetap tak dizinkan masuk pesawat, kami harus mengurus Swab PCR itu. Perdebatan panjang kami lakukan, kenapa pihak maskapai tidak memberitahu penumpangnya saat membeli tiket, karena kami membeli tiket melalui Traveloka maka mereka suruh kami urus ke Traveloka."
"Traveloka tak dapat memberi jawaban kecuali mengatakan tiket keberangkatan anda hangus,” sesalnya.
Pesawat pun terbang.
Asrizal dan keluarga gagal ke Pontianak.
Putri Thania, anaknya sempat marah.
Lalu Asrizal mengurus swab PCR.
Baca juga: Sosok Danramil yang Jadi Korban Longsor Cimanggung di Mata Atasan dan Keluarga, Sosok yang Baik
Ternyata biayanya mahal.
Asrizal menyebut, bila 24 jam maka biayanya bisa sejuta per orang. Bila 2x24 jam, biayanya Rp 800 ribu.
“Kami pun berunding, Putri mengusulkan kita ambil yg 2x 24 jam saja, berangkat tanggal 9 Januari naik Sriwijaya. Karena Swap PCR itu selesai pukul 11.00 atau 12.00 WIB kita naik pesawat yg pukul 13.00 WIb. Saya langsung mengiyakan, anak perempuan bernama hoki tetap ingin ke Pontianak, sedang istri saya sudah kehilangan semangat,” lanjutnya.
Setelah berpikir sejenak, Asrizal memutuskan untuk membatalkan keberangkatan ke Pontianak.
”Alasanya pertama biayanya mahal karena harus tidur di hotel sekitar bandara. biaya lagi, dan bagaimana pula kalau hasilnya tak sesuai di harapkan. Bisa-bisa kita gagal lagi ke Pontianak. saya bilang, ‘sudahlah kita batalkan saja ya Pasti ada hikmah dari ini semua."
"Misal kalau dipaksakan berangkat juga, akan terjadi sesuatu yg tak tak baik bagi kita sekeluarga,” katanya.
Akhirnya setelah terdampar 4 jam di bandara, mereka pun pulang.
“Dan hari ini kami dengar kabar, pesawat Sriwijaya yang tadinya akan kami tumpangi mengalami musibah, hilang tak ditemukan. Sujud syukur kepadaMu ya Allah yang telah menyelamatkan kami, aamin. Kisah nyata Asrizal Nur dan sekeluarga,” kisahnya. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunpontianak.co.id dengan judul "Kisah Asrizal dan Keluarga Batal Naik Pesawat Sriwijaya Air Karena Tak Kantongi Surat Hasil Swab PCR"