Maklumat Kapolri tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan dan Atribut FPI Dianggap Ngawur
Maklumat yang dikeluarkan Kapolri Idham Azis menuai reaksi. Maklumat tersebut berisi tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.
TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Maklumat yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Idham Azis menuai reaksi. Maklumat tersebut berisi tentang kepatuhan terhadap larangan kegiatan dan atribut FPI.
Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Azis, menerbitkan Maklumat Kepala Kepolisian Indonesia Nomor: Mak/1/I/2021 Tentang Kepatuhan Terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) tertanggal 1 Januari 2020.
"Betul (penerbitan Maklumat Kapolri)," kata dia, di Jakarta, Jumat (1/1/2021).
Melalui maklumat itu, dia menyebut hal itu berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Indonesia dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Nomor: 220-4780/2020; M.HH 14.HH.05.05/2020; 690/2020; 264/2020; KB/3/XII/2020; 320/2020 tanggal 30 Desember 2020 tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam.
Baca juga: Manchester United Berubah Menjadi Tim 12 Pas Sejak Ditangani Ole Gunnar Solskjaer
Baca juga: Ingatkan Presiden Joko Widodo, Amien Rais Bawa Nama Firaun dan Ayat Al-Quran Kritik Pembubaran FPI
Untuk itu, guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat pasca-dikeluarkan Keputusan Bersama Tentang Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam, Azis mengeluarkan maklumat. Tujuannya agar masyarakat tidak terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI.
Kemudian masyarakat diminta segera melaporkan kepada aparat yang berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.
"Mengedepankan Satpol PP dengan didukung sepenuhnya oleh TNI-Polri untuk melakukan penertiban di lokasi-lokasi yang terpasang spanduk/ banner, atribut, pamflet dan hal lainnya terkait FPI," kata dia.
Masyarakat diminta agar tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI, baik melalui situs internet maupun media sosial.
Kemudian apabila ditemukan perbuatan yang bertentangan dengan maklumat itu, maka setiap polisi wajib melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun diskresi kepolisian.
Keluarnya Maklumat Kapolri tersebut mendapakan tanggapan beragam.
Di sosial media Twitter, frasa Maklumat Kapolri bahkan menjadi trending topic.
Baca juga: Berbekal Seragam TNI AL dan Airsoft Gun Rusak, Janda Kaya Pun Berhasil Dipinang Anggota Gadungan
Baca juga: Cara Mengecek Termasuk Dapat Layanan Vaksin Gratis Virus Corona, Masuk Situs Peduli Lindungi
Sejumlah pihak menganggap keluarnya maklumat Kapolri tersebut berlebihan bahkan dinilai mengancam kebebasan pers.
Bahkan, sutradara, aktivis dan jurnalis, Dandhy Dwi Laksono menyebutnya sebagai tindakan nyawur hingga inkonstitusional.
"Tak ada yang tertarik menyebarkan "konten FPI" selain sirkel mereka sendiri. Yang siap membantah bahkan lebih banyak. Tapi maklumat semacam ini ngawur, inkonstitusional, dan patut diabaikan," tulis Dandhy di akun Twitternya, Jumat (1/1/2021).
Sejumlah tokoh juga turut menyoroti keluarnya maklumat tersebut.
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Trisno Raharjo kepada sebuah media nasional menilai, pelarangan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang cukup, dan berlebih, mengingat pelarangan tersebut hanya bersandarkan kepada maklumat.
“Biasanya sanksi pidana yang dihubungkan dengan pengumuman atau maklumat yang berisikan larangan hanya berlaku dalam kondisi perang. Saat ini kita tidak berada dalam kondisi tersebut, bila dihubungkan dengan kondisi saat ini yaitu darurat bencana, juga tidak relevan dan tidak berhubungan,” ucapnya.
Trisno menganggap, maklumat tersebut justru menunjukkan kepolisian bukan penerapan diskresi tetapi menjadi bentuk penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan oleh penegak hukum dalam hal ini kepolisian.
“Pada akhirnya maklumat ini menjadikan pihak kepolisian sebagai alat kekuasaan bukan pengayom masyarakat,” tandasnya.
Sementara, sejumlah warganet juga mempertanyakan adanya larangan itu.
Sebab, tidak sedikit konten tentang FPI yang disebarkan di media sosial adalah kegiatan sosial para anggota FPI dalam membantu bencana di sejumlah daerah.
"Om @mohmahfudmd.ini gimana sih, kita sudah reformis dan demokratis, mengapa masih ada pernyataan2 begini? Konten FPI yg dibaca dn disebarkan Rakyat cuman Perjuangan FPI bantu Rakyat," tulis akun @conan_idn.
Komunitas Pers Minta Kapolri Cabut Pasal 2d
Mengenai maklumat yang dikeluarkan Idham Azis, komunites pers meminta pasa 2d dicabut.
Ada empat hal yang disampaikan dalam maklumat itu, yang satu di antaranya tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik.
Satu isi maklumatnya, tepatnya di Pasal 2d, yang isinya menyatakan: Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial.
Menyikapi Maklumat di pasal 2d tersebut, dalam rilis yang diterima, komunitas pers menyatakan sikap:
1. Maklumat Kapolri dalam Pasal 2d itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat kita sebagai negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi. Soal ini tertuang jelas dalam Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
2. Maklumat ini mengancam tugas jurnalis dan media, yang karena profesinya melakukan fungsi mencari dan menyebarkan informasi kepada publik, termasuk soal FPI. Hak wartawan untuk mencari informasi itu diatur dalam Pasal 4 Undang Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang isinya menyatakan, "(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Isi maklumat itu, yang akan memproses siapa saja yang menyebarkan informasi tentang FPI, juga bisa dikategorikan sebagai "pelarangan penyiaran", yang itu bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang Undang Pers.
3. Mendesak Kapolri mencabut pasal 2d dari maklumat itu karena mengandung ketentuan yang tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi, tak senafas dengan UUD 1945 dan bertentangan dengan Undang Undang Pers.
4. Mengimbau pers nasional untuk terus memberitakan pelbagai hal yang menyangkut kepentingan publik seperti yang sudah diamanatkan oleh Undang Undang Pers.
Pernyataan sikap komunitas pers itu dikeluarkan pada 1 Januari 2021.
Pernyataan itu disetujui Abdul Manan (Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia), Atal S. Depari ( Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat), Hendriana Yadi (Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI)), Hendra Eka (Sekjen Pewarta Foto Indonesia (PFI)), Kemal E. Gani (Ketua Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred)), dan Wenseslaus Manggut (Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI)). (*)
Sebagian artikel telah tayang di Wartakotalive dengan judul Kapolri Keluarkan Maklumat Tentang FPI, Dandhy Laksono: Ngawur dan Inkonstitusional