RAMA, Robot Kreasi Anak Bangsa Gantikan Tugas Dokter Tangani Pasien Covid-19
RAMA adalah robot hasil Kerjasama Politeknik Negeri (Polines) Semarang dengan Telkom unit Digital Next Business (Telkom DXB).
Penulis: Kemal Setia Permana | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Kemal Setia Permana
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Covid-19 telah merenggut banyak tenaga medis.
Data Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hingga 15 Desember 2020 tercatat 202 dokter se-Indonesia meninggal karena pandemi ini, salah satunya akibat kontak erat dengan pasien.
Untuk meminimialisir kondisi ini, teknologi informasi komunikasi (TIK) berbentuk robot mampu menjadi solusi efektif dalam pelayanan kesehatan.
Baca juga: Telkom Dinobatkan Sebagai Best Leader Factory 2020
Baca juga: Pandemi Covid-19, Telkomsel Dukung Penanganan Dampak Corona Virus disektor Kesehatan dan Pendidikan
Solusi TIK tersebut adalah RAMA (Robot Asisten Medis Autonomus).
RAMA adalah robot hasil Kerjasama Politeknik Negeri (Polines) Semarang dengan Telkom unit Digital Next Business ( Telkom DXB).
Robot cerdas tersebut segera dioperasikan pada ruang isolasi pasien Covid-19 rumah sakit pemerintahan di Kota Semarang.
Koordinator Eksternal Pengembang RAMA dari Polines Semarang, Eni Dwi Wardihani, mengatakan bahwa pihaknya sudah mengembangkan dua versi RAMA dimulai dari April 2020 lalu.
Versi pertama diperkenalkan kepada Gubernur Jateng Ganjar Pranowo pada Juli 2020 lalu dengan spesifikasi bobot 28 kg, tinggi 150 cm, lebar 60 cm.
Sementara versi kedua diperkenalkan Desember ini dengan ukuran lebih praktis yang dilengkapi torsi motor dan teknologi Internet of Things dari Telkom DXB.
"Kedua versi memiliki fungsi sama yakni melayani pasien secara remote. RAMA mampu mengangkut makanan dan obat-obatan untuk pasien, melaksanakan telemedicine yaitu komunikasi audiovisual dokter atau perawat dengan pasien, serta mampu bergerak otomatis atau dikendalikan secara jarak jauh," kata Eni dalam keterangan pers daring, Kamis (17/12/2020).
Menurut Eni, selain dirinya, RAMA juga dikembangkan dosen Polines Semarang lainnya yaitu Bambang Supriyo, Wahyu Sulistyo, Bagus Yunanto, dan Amin Suharjono. Sementara mahasiswa terlibat antara lain Abbas Kiarostami Permana, Ainur Rofik, dan Wahyu Hidayat.
Eni mengatakan bahwa robot dirancang berbentuk rak tiga susun yang bergerak menggunakan empat roda mecanum.
Rak terdiri tiga susun yakni rak bawah untuk tempat makanan, rak tengah (minuman), dan rak atas (obat-obatan).
Robot dilengkapi sarana komunikasi audio-visual dua arah sehingga pasien dapat berkomunikasi secara baik dengan petugas medis.
"Robot bergerak dengan kendali jarak jauh menggunakan teknologi radio frequency (RF) sehingga mampu menjangkau jarak cukup jauh. Kelebihan utama robot ini adalah kestabilan karena robot didesain dengan perbandingan tinggi dan lebar badan kecil, sehingga titik berat rendah," ujar Kaprodi Magister Terapan Polines tersebut.

Kelebihan lain robot ini adalah pemanfaatan mini PC sebagai prosesor utama sehingga mengurangi beban fisik tanpa mengurangi kinerja sistem.
Fungsi Mini PC adalah sebagai “mata” bagi robot, sekaligus sebagai sarana komunikasi antara robot dan petugas.
Penggunaan roda mecanum juga memudahkan pengendalian gerakan robot oleh operator.
Robot digerakkan motor tipe mecanum yang mampu bergerak omnidireksional.
Prosesor utama robot beruap Arduino Mega yang memiliki cukup fitur baik antarmuka, CPU, dan memori.
Sementara menurut I Ketut Agung Enriko, Senior Manager IoT Platform Telkom DXB, pihaknya menggunakan platform WebRTC untuk keperluan akses komunikasi video pada robot cerdas tersebut.
WebRTC adalah platform video call kode terbuka (open source) sebagai penunjang layanan video call antara tenaga kesehatan dengan pasien yang sedang menjalani isolasi.
"Video call tersebut berjalan menggunakan intranet, tidak menggunakan internet karena sinyal di ruangan-ruangan isolasi sulit dan tidak stabil. Sejauh ini layanan mulis dengan speed saat video call mencapai 100 Mbps," ujar doktor Teknik Elektro Universitas Indonesia tersebut.
Menurut dia, dari sisi akses telekomunikasi, RAMA hanya memerlukan investasi dalam pengadaan perangkat WiFi berupa akses poin yang harus banyak dipasang di ruangan isolasi tersebut.
"Inilah keunggulan utama dari robot sejenis yang biayanya mahal karena mayoritas suku cadang harus diimpor. Ini versi sederhana namun fungsinya setara dengan yang lainnya," katanya.
Menurut Enriko, keterbatasan tenaga kesehatan melayani seiring banyaknya korban meninggal dokter dan perawat akibat korona, maka sangat bisa disiasati dengan kreasi robot buatan yang multifungsi tersebut. (*)