Komisi IV DPR RI Ungkap Penyebab Banjir Besar di Medan, Panggil Gubernur, Wali Kota dan KLHK
Setelah berkunjung ke Sumatera Utara, Komisi IV DPR RI berhasil mengungkap sejumlah penyebab utama banjir
TRIBUNJABAR.ID - Setelah berkunjung ke Sumatera Utara, Komisi IV DPR RI berhasil mengungkap sejumlah penyebab utama banjir yang melanda beberapa daerah di Sumatera Utara.
Kunjungan ke Sumatera Utara itu dipimpin Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi, pada Selasa (15/12/2020).
Menurut Dedi Mulyadi, kunjungan Komisi IV DPR RI ke Sumatera Utara itu difokuskan pada penyelesaian masalah, yakni banjir yang melanda Medan dan Deliserdang beberapa hari lalu.
"Hampir 6 jam kami menelusuri dua daerah itu untuk mengetahui apa yang menjadi faktor penyebab banjir besar," kata Dedi Mulyadi melalui ponselnya, Selasa (15/12/2020) malam,
Dedi menyebutkan, penyebab banjir di Sumut adalah, pertama rusaknya hutan di wilayah pegunungan di Karo.
Berdasarkan keterangan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat, kerusakan hutan di daerah itu mencapai 30.000 hekatre. Kawasan hutan yang rusak itu terbentang dari daerah aliran sungai (DAS) Deli dan DAS Belawan yang masing-masing seluas 15.000 hektare.
Meski hutan seluas itu mengalami kerusakan, anggaran untuk reboisasi hampir tidak ada. Menurut Dedi, memang ada penghijauan yang dilakukan setahun sekali dengan luas 100 hektare.
"Tapi tidak mungkin dari 30.000 hutan yang rusak, reboisasi hanya 100 hektare per tahun, ya kapan selesainya. Kami sangat menyayangkan. Kenapa tidak fokus selesaikan selama 3 tahun dengan reboisasi 10.000 hektare per tahun," kata Dedi.
"Oleh karena itu, kami pertanyakan keseriusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Konservasi dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan hutan," kata Dedi.
Penyebab banjir kedua, lanjut Dedi, adalah sungai mengalami sedimentasi (pengendapan) dan penyempitan. Penyebabnya ditengarai karena pengelolaan sumber daya air yang tak berjalan efektif.
Selain itu, hilangnya terminal air dari sungai menjadi salah satu penyebab banjir di Medan.
Dedi mencontohkan, di areal Polonia Medan, ada daerah yang dulu tanahnya dikeruk untuk membangun lapangan udara pada zaman Belanda. Bekas kerukan itu meninggalkan cekungan dan menjadi tempat terminal air.
Namun sekarang, cekungan itu sudah berubah menjadi perumahan mewah sejak 5 atau 15 tahun lalu. Dampaknya air tidak mengalir ke terminal sehingga langsung menjadi banjir yang melanda areal perkotaan.
"Ini akibat kesalahan penataan ruang. Artinya, fungsi koordinasi antar-lembaga mulai gubernur, bupati atau wali kota dan kementerian tidak berjalan," kata Dedi.
Panggil Kepala Daerah dan Kementerian LHK