Apa Itu IgM dan IgG yang Muncul di Setiap Rapid Test? Ini Penjelasannya Menurut Epidemiolog
Hasil rapid test reaktif atau tidak akan menentukan kelanjutan aktivitas atau perjalanan seseorang.
"Bagi (mantan pengidap Covid-19) penggunaan rapid test, akan merugikan orang itu, karena dia pasti reaktif. Datang (tes cepat) lagi, masih reaktif lagi," sebut Windhu.
Padahal, hasil reaktif itu tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya yang sudah dinyatakan negatif virus corona.
Oleh karena itu, Windhu menyarankan untuk melakukan tes PCR, karena dengan metode ini hasil yang keluar akurat dan tidak merugikan.
"Makanya jangan rapid test, bisa keliru. Yang nonreaktif bisa positif, yang reaktif justru dia tidak ada apa-apa, sudah sembuh," kata Windhu.
Akan tetapi, jika IgM dan IgG sudah tidak ada dalam darah seorang, maka tes cepat akan menunjukkan hasil nonreaktif.
IgM akan hilang saat masa infeksi terjadi dan berganti dengan munculnya IgG.
Namun, untuk IgG belum diketahui secara persis berapa lama akan bertahan dalam darah seseorang.
"IgG ini tergantung orangnya dan terggantung beban virus (viral load) yang masuk ke tubuhnya itu seberapa. Kalau viral load-nya tinggi dia lama IgG itu (bertahan)," kata Windhu.
Windhu, yang juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair itu, menyebutkan, lama waktunya bisa dalam hitungan bulan, bahkan tahun.
"Saya tidak tahu persisnya, kalau viral load-nya tinggi sekali itu sampai berapa lama. Jangan-jangan ada dia yang panjang banget, bisa setahun IgG-nya masih ada dalam darahnya, mungkin saja," ujar dia.
Ia mengatakan, secara teoritis, imunitas yang dihasilkan oleh Covid-19 bersifat seumur hidup.
Hanya saja dibutuhkan riset lebih lanjut untuk memastikan hal-hal yang bersifat lebih detil.
"Cuma kan kita harus melakukan riset untuk mengetahui berapa lama sebenarnya rata-rata orang Indonesia IgG-nya masih positif (ditemukan), kita belum punya data," kata Windhu.(*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pernah Positif Covid-19, Apakah Hasil Rapid Test Akan Selalu Reaktif?",