Guru Honorer Jawa Barat Ogah Ikuti Keputusan Mendikbud Nadiem Makarim, Ada K2 yang Berharap PNS
Iman Supriatna, Ketua Guru Honorer Indonesia Jawa Barat, mengaku tidak setuju dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Giri
Laparan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Iman Supriatna, Ketua Guru Honorer Indonesia, Jawa Barat, mengaku tidak setuju dengan keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.
Nadiem membuka formasi satu juta pengawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk guru honorer.
Satu di antara alasan tidak menerima keputusan Mendikbud soal PPPK yakni karena masih banyak guru honorer kategori dua (K2) yang sudah belasan tahun mengabdi dan menunggu untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
"Untuk honorer biasa pasti menerima diangkat PPPK, tapi masalahnya di dalam honorer ini ada yang namanya K2. Kalau ini disamakan dengan honorer biasa, akan jadi masalah," ujar Iman saat dihuhungi, Senin (23/11/2020).
Iman bahkan menduga, Mendikbud tidak paham soal guru honorer.
Baca juga: Berani Pasang Baliho Rizieq Shihab Lagi, Siap-siap Dijemput TNI, Pangdam: Kami Tangkap
Sebab, dalam pengumumannya hanya dituliskan untuk guru honorer.
"Apakah Kemendikbud itu paham atau tidak kalau di dalam honorer itu ada K2, yang sudah mengabdi minimal 18 tahun," katanya.
Saat ini, kata dia, di Jawa Barat masih ada sekitar 20 ribu guru honorer K2 yang menunggu diangkat menjadi PNS dan tidak mengharapkan menjadi PPPK.
"Untuk K2 mereka sudah tidak mengharapkan jadi PPPK, kita ini sedang menunggu revisi UU ASN, sekarang sudah masuk di paripurna, tinggal dibacakan artinya sah, kan gitu. Secara hukum menjadi sebuah regulasi, untuk penyelesaian K2 menjadi ASN bukan menjadi PPPK, itu permasalahannya," ucapnya.
Kalau mau diangkat menjadi PPPK, sambung Iman, harus ada aturan yang jelas.
Baca juga: TUJUH Hal yang Bisa Saja Membuat Para Perempuan Tak Rasakan Berada di Puncak Saat Bercinta
Sebab, guru honorer K2 tidak bisa disamakan dengan honorer yang baru keluar sekolah atau yang baru menghonor satu tahun.
"Ini akan menjadi polemik, kami minta aturannya dipermudah. Banyangkan kalau dites disatukan dengan yang baru keluar dari perguruan tinggi, bagaimana K2 bisa menang? Bisa saja terus menjadi honorer, makanya butuh kebijakan khusus," katanya.(*)