Ombudsman Sayangkan Anies Baswedan Malah Kunjungi Rizieq Shihab Padahal Harusnya Isolasi Diri

Teguh P. Nugroho menyoroti kerumunan hingga pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pasca-kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air.

Editor: Giri
Tribun Jakarta/Ega ALfreda
Ribuan simpatisan Habib Rizieq Shihab memadati akses masuk Bandara Soekarno-Hatta pada Selasa (10/11/2020). 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Kepala Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P. Nugroho, menyoroti kerumunan hingga pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi pasca-kepulangan Habib Rizieq Shihab ke Tanah Air.

Terlebih Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang justru hadir dalam sejumlah kegiatan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu beberapa waktu lalu.

Ombudsman, katanya, menyayangkan kedatangan Anies Baswedan ke rumah HRS pada saat yang bersangkutan harusnya mengisolasi diri selama 14 hari seusai datang dari Arab Saudi pada Selasa (10/11/2020) lalu.

 

Hal ini sebagaimana ketentuan dalam Surat Edaran Nomor HK.02.01/Menkes/313/2020 tentang Protokol Kesehatan Penanganan Kepulangan WNI dan Kedatangan WNA dari Luar Negeri di Pintu Masuk Negara dan di Wilayah pada Situasi PSBB.

“Tindakan para pejabat tersebut menjadikan imbauan yang disampaikan oleh Wali Kota Administrasi Jakarta Pusat pada tanggal 12 November 2020 seperti tiupan angin karena kehadiran mereka tersebut,” ucap Teguh.

Selain itu, semestinya pencegahan terhadap berkumpulnya massa dalam acara-acara tersebut dapat diantisipasi kalau pemerintah pusat berkoordinasi lebih baik dengan perintah daerah khususnya Banten, Jakarta, dan Jabar.

Di mana penyambutan HRS juga terjadi di Kabupaten Bogor dan melibatkan massa dengan jumlah yang cukup banyak.

Kelemahan koordinasi itu juga tampak pada upaya pencegahan penyebaran Covid-19 yang dilakukan oleh Satgas Nasional Penanganan Covid dengan memberikan masker sebanyak 20 ribu lengkap dengan fasilitas lainnya, bukan pencegahan seperti yang dimaksud dalam upaya mengurangi potensi penyebaran pandemi Covid-19.

“Pemberian fasilitas di saat mengetahui akan dipergunakan untuk pengumpulan masa dalam jumlah yang besar namanya memfasilitasi,” ujar Teguh lagi.

Dia mengatakan, satgas memiliki tim pakar yang pasti mengetahui potensi penyebaran Covid-19 saat massa berkumpul, walaupun mempergunakan sarana dan prasarana pencegahan Covid-19 seperti masker dan hand sanitizer.

Karena itu, pemberian sanksi adminitratif oleh Pemprov DKI kepada HRS berupa denda Rp 50 juta lebih merupakan pemenuhan kewajiban administrasi bahwa ada upaya pemenuhan prosedur yang dilakukan pemerintah untuk melakukan penegakan.

Namun menurut Teguh hal itu dapat berdampak buruk pada persepsi masyarakat.

“Ada pesan yang disampaikan secara tidak langsung, bahwa masyarakat dipersilakan untuk melakukan pengumpulan massa berapa pun jumlahnya, sejauh mampu membayar denda sebanyak Rp 50 juta,” ucapnya.

Untuk itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah memperbaiki tata koordinasi terkait potensi pengumpulan masa dalam jumlah besar yang dikhawatirkan akan menjadi klaster baru penyebaranan Covid-19.

“Sayang sekali uang negara yang sudah dikucurkan begitu besar untuk penanganan Covid-19, kesuksesan tracing yang dilakukan Pemprov DKI, dan kelelahan para front liner seperti nakes yang berjuang mati-matian dalam mengatasi Covid-19, tersapu cepat seperti debu oeh air hujan akibat kelemahan koordinasi seperti ini,” katanya.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved