Efek Samping Mereka yang Disuntik Vaksin Covid-19 Dinilai Lebih Ringan Dibanding Tetanus dan Difteri
Semua relawan uji klinis fase 3 vaksin Covid-19, yakni sebanyak 1.620 orang, sudah mendapat suntikan dosis
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Semua relawan uji klinis fase 3 vaksin Covid-19, yakni sebanyak 1.620 orang, sudah mendapat suntikan dosis pertama vaksin Covid-19, sedangkan 1.580 di antaranya sudah mendapat suntikan dosis kedua. Sementara ini, efek samping yang ditimbulkan vaksinasi terhadap para relawan terbilang sangat rendah.
Ketua Tim Uji Klinis Vaksin Covid-19 dari Universitas Padjadjaran, Kusnandi Rusmil, mengatakan jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkan saat uji klinis vaksin tetanus, difteri, dan pertusis, efek samping yang dialami relawan uji klinis vaksin Covid-19 asal Sinovac Biotech Tiongkok ini tergolong lebih rendah.
"Sampai sejauh ini, dari yang sudah suntikan kedua, keluhan karena suntikan itu bisa dibilang minimal. Paling panas-panas badan sedikit, nyeri di tempat suntikan, seperti kita imunisasi biasa. Dibandingkan dengan penelitian saya waktu penelitian tetanus dan pertusis, sama yang lainnya, ini kelihatannya lebih ringan deh reaksinya," kata Kusnandi saat ditemui di kediamannya di Bandung, Kamis (5/11).
Kusnandi mengatakan yang mendapat efek samping ringan tersebut pun, tidak sampai 20 persennya. Efek samping tersebut juga menghilang di hari kedua sampai hari ketiga setelah penyuntikan. Demam yang dialami tidak lebih dari 38 derajat Celcius.
Baca juga: VIRAL Foto Bocah Pemulung Baca Alquran Saat Hujan di Jalan Braga, Begini Kisah Asli Hidupnya
"Jadi di tempat suntikan demam, pada umumnya pada hari kedua atau ketiga hilang. Dan itu tidak begitu terasa. Tapi itu tidak semuanya, hanya 20 persen. jadi jangan dikatakan semuanya akan pegal atau lemas, itu hanya 20 persen yang begitu," tuturnya.
Waktu dirinya melakukan uji klinis terhadap vaksin tetanus, pertusis, dan difteri, Kusnandi mengatakan efek samping yang dirasakan relawannya lebih tinggi dari yang dirasakan relawan vaksin Covid-19. Terutama dalam hal tinggi suhu demam pada tubuh relawan.
"Saya berharap selama uji klinis ini tidak terjadi apa-apa. Dan sampai sekarang selama ini normal-normal saja, tidak terjadi apa-apa. Moga-moga sebentar lagi kan, minggu depan, sudah selesai penyuntikan, tinggal diikuti selama enam bulan pemantauan," tuturnya.
Untuk melihat efek samping dari sebuah vaksin, ujar Kusnandi, ada dua hal yang diperhatikan. Yakni reaksi lokal dan sistemik. Reaksi lokal seperti berupa kulit kemerahan dan bengkak di bekas suntikan. Sedangkan efek sistemik berupa panas badan, lemas, dan gatal-gatal.
"Tapi saya belum selesai. Ini masih ngikutin. Nanti diikutin selama enam bulan setelah suntikan kedua. Jadi saya belum bisa bilang, tapi untuk sementara itu bagus," katanya.
Sebelum diberikan suntikan dosis pertama, tuturnya, relawan diambil darahnya untuk diteliti. Pengambilan darah kembali dilakukan dua minggu setelah penyuntikan kedua, diambil darah lagi setelah tiga bulan suntikan kedua, dan terakhir diambil darah lagi enam bulan setelah suntikan kedua.
"Jadi pengambilan darah ada empat kali. Kenapa begitu, untuk melihat kemajuannya. Sebelum disuntik gimana, dua minggu setelah suntik gimana, tiga bulan setelah suntik gimana, enam bulan setelah suntik gimana. Sehingga kita bisa mengukur kadar zat anti," tuturnya.
Baca juga: Nathalie Holscer Tiba-tiba Disebut Sudah Punya Anak, Apa Tanggapan Sule?
Selama ini, tuturnya, telah ada 17 relawan yang mengundurkan diri. Alasannya, beberapa di antaranya mengundurkan diri karena pindah kerja sehingga akan kesulitan mendatangi lokasi vaksinasi yang kesemuanya terletak di Kota Bandung. Ada juga relawan yang sakit, tapi sakitnya tidak berhubungan dengan imunisasi. Contohnya ada yang sakit tifus dan flu berat, sehingga relawan ini tidak bisa mengikuti injeksi kedua sesuai jadwal.
"Kalau sudah lewat (jadwal), suntikan kedua tidak bisa, kan berarti drop out. Kita perlunya yang dua kali suntik. Tapi karena dia mundur (jadwal), tidak bisa ikut suntikan kedua, jadi dia drop out. Walaupun demikian, dia tetap dipantau kesehatannya sampai akhir dan dia dapat asuransi aampai akhir," tuturnya.
Uji klinis fase 3 ini, ujarnya, dilakukan di Indonesia, Brazil, Uni Emirat Arab, dan Turki. Setelah selesai uji klinis, timnya akan membuat laporan yang kemudian akan diterima oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM kemudian akan melaporkannya kepada WHO untuk dibandingkan dengan hasil uji klinis dari negara lainnya.