Undang-Undang Cipta Kerja, Pekerja Kena PHK Dapat Uang Tunai dan Pelatihan Berupa Program JKP
Program JKP tersebut berbeda dengan pesangon atau uang penghargaan masa kerja
TRIBUNJABAR.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, Senin (5/10/2020).
Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, melalui RUU Cipta Kerja terdapat skema perlindungan baru terhadap korban pemutusan hubungan kerja (PHK) berupa program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
• Bagaimana Hak Cuti Haid dan Hamil dalam RUU Cipta Kerja? Ini Kata Pemerintah
• Hak Libur Pekerja 2 Hari dalam Seminggu Dihapus UU Cipta Kerja
"Pandemi Covid tidak hanya memberikan dampak besar terhadap perekonomian, tetapi membutuhkan skema perlindungan baru."
"Dan skema perlindungan ini adalah program jaminan kehilangan pekerjaan yang memberikan manfaat, yaitu cash benefit," ujar Airlangga ketika memberikan paparan usai pengesahan RUU Cipta Kerja dalam Rapat Paripurna.
Selain uang tunai, korban PHK juga akan mendapatkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sekaligus mendapatkan akses infromasi untuk kembali masuk ke pasar tenaga kerja.
"Dengan demikian, bagi pekerja atau buruh yang mengalami PHK tetap terlindungi dalam jangka waktu tertentu sambil mencari pekerjaan baru yang lebih sesuai," jelas Airlangga.
Program JKP tersebut berbeda dengan pesangon atau uang penghargaan masa kerja.
Di dalam draft UU Cipta Kerja Pasal 46A dijelaskan program tersebut diselenggarakan oleh badan penyelenggara jaminan sosial ketenagakerjaan, dalam hal ini adalah BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek.
“Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak mendapatkan jaminan kehilangan pekerjaan,” tulis Pasal 46A ayat 1 beleid tersebut.
• SPN Sukabumi Akan Kerahkan Seribuan Massa untuk Adang RUU Cipta Kerja, Tapi Ternyata Sudah Disahkan
• Tentang Demo Tolak RUU Cipta Kerja, Begini Arahan Gubernur dan Kapolda Jabar
Meski demikian, tak semua pekerja bisa mendapatkan jaminan tersebut.
Hanya pekerja yang telah membayar iuran di BPJamsostek yang akan memperoleh jaminan tersebut.
Sumber pendanaan jaminan kehilangan pekerjaan berasal dari modal awal pemerintah; rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.
“Peserta Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah setiap orang yang telah membayar iuran,” tulis Pasal 46C UU Cipta Kerja.
Adapun ketentuan lebih rinci mengenai JKP tersebut akan tertuang dalam aturan turunan, yakni berupa Peraturan Pemerintah (PP).
14 Alasan
RUU Omnibus Law Cipta Kerja didukung oleh seluruh partai pendukung koalisi pemerintah.
Adapun dua fraksi menyatakan menolak RUU ini, yaitu Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat.
Serikat buruh menganggap sejumlah pasal dari RUU Omnibus Law bakal merugikan posisi tawar pekerja.
Satu di antaranya adalah terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja oleh perusahaan.
Dikutip dari beleid RUU Cipta Kerja Pasal 154A, bahwa pemerintah membolehkan perusahaan untuk melakukan PHK kepada karyawan dengan 14 alasan sebagai berikut:
1. Perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan
2. Perusahaan melakukan efisiensi
3. Perusahaan tutup yang disebabkan karena perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama dua tahun
4. Perusahaan tutup yang disebabkan karena keadaan memaksa (force majeur)
5. Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang
6. Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga
7. Perusahaan melakukan perbuatan yang merugikan pekerja/buruh
8. Pekerja/buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri
9. Pekerja/buruh mangkir selama lima hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis
10. Pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
11. Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib
12. Pekerja/buruh mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas dua belas bulan
13. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
14. Pekerja/buruh meninggal dunia
Jika mengacu pada aturan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemerintah membolehkan perusahaan melakukan PHK dengan alasan sebagai berikut:
1. Perusahaan bangkrut
2. Perusahaan tutup karena merugi
3. Perubahan status perusahaan Pekerja/buruh melanggar perjanjian kerja
4. Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat
5. Pekerja/buruh memasuki usia pensiun
6. Pekerja/buruh mengundurkan diri
7. Pekerja/buruh meninggal dunia
8. Pekerja/buruh mangkir