Bagaimana Hak Cuti Haid dan Hamil dalam RUU Cipta Kerja? Ini Kata Pemerintah
waktu istirahat untuk di antara jam kerja diberikan paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam
TRIBUNJABAR.ID - Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja sudah disahkan DPR menjadi undang-undang pada Senin (5/10/2020) hari ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun menjamin RUU Cipta Kerja tersebut tidak akan menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
• Aturan RUU Cipta Kerja, Pemerintah Membolehkan Perusahaan Mem-PHK Karyawan dengan 14 Alasan Ini
• SAH! Omnibus Law RUU Cipta Kerja Menjadi Undang-undang Meski Memantik Demonstrasi Berjilid-jilid
Selain itu, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK) juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU yang sudah ada.
"Mekanisme PHK juga tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Selain itu, RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan," jelas Airlangga ketika memberikan paparan seusai pengesahan RUU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020).
Di dalam UU Cipta Kerja, pasal mengenai hak cuti pekerja tertuang dalam pasal 79 Bab Ketenagakerjaan.
Namun demikian, tidak ada klausul dalam beleid tersebut yang menjelaskan mengenai cuti haid atau melahirkan.
Di dalam pasal 79 ayat (1) draft RUU tersebut dijelaskan, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja.
Selanjutnya dijelaskan, waktu istirahat untuk di antara jam kerja diberikan paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama empat jam terus menerus dan waktu istirahat tidak termasuk dalam jam kerja.
Sementara itu untuk istirahat mingguan diatur satu hari untuk enam hari dan kerja dalam satu minggu.
Di sisi lain, untuk cuti wajib tahunan wajib diberikan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja tersebut bekerja selama 12 bulan atau satu tahun.
"Pelaksanaan cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama," tulis ayat (4) pasal tersebut.
Adapun selain waktu istirahat dan cuti yang telah dijelaskan di atas, perusahaan dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja sama.
Berdasarkan naskah UU Cipta Kerja yang diterima Kompas.com dari Badan Legislasi DPR, Senin (5/10/2020), ketentuan Pasal 79 yang mengatur waktu istirahat dan cuti pekerja diubah.
Pasal 79 ayat (2) huruf (b) dalam Bab IV UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu.
Ketentuan ini mengubah aturan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyatakan, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.