Kisah Kehebatan Panglima Besar TNI Pertama, Jenderal Soedirman, Tetap Bergerilya Meski Sakit Keras
Lewat Surat Keputusan (SK) 10 Desember 1964, Pemerintah Indonesia menjadikan Jenderal Soedirman sebagai Pahlawan Nasional.
Penulis: Yongky Yulius | Editor: Widia Lestari
TRIBUNJABAR.ID - Jenderal Soedirman adalah Panglima TNI yang pertama dan termuda.
Ia terpilih menjadi Panglima Tentara Keamanan Rakyat atau TKR (cikal bakal lahirnya TNI) pada konferensi TKR di Yogyakarta pada 12 November 1945.
Menurut Harian Kompas, Soedirman menang tipis dari kandidat calon Panglima TKR lainnya, yaitu Oerip yang berlatar belakang mantan perwira Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), tentara kerajaan Hindia Belanda.
Soedirman yang merupakan mantan prajurit Pembela Tanah Air (PETA) pun dinaikkan pangkatnya menjadi jenderal setelah resmi menjadi Panglima TKR.
Pelantikan dirinya dilakukan 18 Desember 1945.
Kisah kehebatan pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916 begitu melegenda.
Tahun 1946, pusat pemerintahan dipindah dari Jakarta ke Yogyakarta.
Reorganisasi angkatan bersenjatan pun dilakukan, namun Soedirman tetap dikukuhkan sebagai Panglima pada 25 Mei 1946.
Kala itu, Soedirman bersumpah akan melindungi Indonesia sampai titik darah penghabisan.
Pertanyataannya terbukti benar.
Menurut Kompas.com, pada 22 Desember 1948 atau masa agresi militer Belanda II, Soedirman memutuskan untuk meninggalkan Yogyakarta untuk berperang dengan Belanda secara Gerilya.
• Dirgahayu ke-75 TNI, Ini Sejarah Singkat 5 Oktober Jadi HUT TNI, Berkaitan Erat dari Dibentuknya BKR
Padahal, saat itu Soedirman sedang sakit keras, dia menderita TBC.
Situs Kemendikbud menulis, kondisi paru-paru Sang Jenderal bahkan hanya berfungsi 50 persen.
Ketika itu, Belanda memang menjadi ancaman bagi Bangsa Indonesia.
Mereka menyerang berbagai wilayah di Indonesia.
Di Yogyakarta atau pusat pemerintahan, Belanda menyerang Pangkalan Udara Maguwo dan menyerang lewat darat.
Hingga akhirnya, pada 19 Desember 1948, pasukan Belanda menguasai Yogyakarta.
Selama bergerilya, Jenderal Soedirman harus ditandu.
Namun, karena kondisi sakitnya yang parah, Soedriman tak bisa memimpin pasukan secara langsung saat berperang.
Dari tandu, Jenderal Soedirman memimpin lewat motivasi dan pemikiran bagi pasukannya.

Dia berpindah-pindah tempat, keluar dan masuk hutan.
Karena menerapkan strategi gerilya, Soedirman dan pasukannya bergerak secara sembunyi-sembunyi, menyusup, menghilang, dan menyerang secara tiba-tiba.
Para pejuang juga menyerang ke pos-pos yang dijaga Belanda atau saat konvoi.
Taktik gerilya tersebut pada akhirnya membuat Belanda bingung dan kewalahan.
Bahkan, pasukan Belanda sempat terpaksa harus mundur akibat penyerangan tiba-tiba.
• HUT ke-75 TNI 5 Oktober, Ini Foto-foto Kehebatan Tentara Nasional Indonesia, Sinergi untuk Negeri
Tujuh bulan lamanya Jenderal Soedirman bergerilya.
Setelah itu, dia akhirnya memutuskan untuk kembali ke Yogyakarta.
Namun, dalam perjalanannya kembali, rombangan Jenderal Soedirman diadang oleh Belanda di Pacitan.
Terpaksa, rombongan Jenderal Soedirman mengalihkan rute perjalanannya melewati daerah Sobo Nawangan.
Di sana, rombongan tersebut tinggal selama 107 hari sambil menyusun strategi untuk menghadapi pasukan Belanda.
Moral para pejuang lagi-lagi berhasil diangkat oleh motivasi dan pemikiran Jenderal Soedirman.
Hingga akhirnya, serangan besar-besaran dilakukan serentak di seluruh wilayah Indonesia pada 1 Maret 1949 dengan fokus penyerangan di Yogyakarta.

Pada pagi hari, sekitar pukul 06.00 WIB, sirine dibunyikan sebagai pertanda serangan dilakukan di segala penjuru kota.
Dari sektor sebelah barat sampai batas Malioboro dipimpin Letkol Soeharto.
Di sektor timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur oleh Mayor Sardjono.
Di sektor utara dipimpin Mayor Kusno.
Sementara di sektor kota dipimpin Letnan Amir Murtopo dan Letnan Masduki Pasukan Indonesia berhasil menguasai Kota Yogyakarta selama 6 jam.
Peristiwa tersebut dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret.
Itulah salah satu kisah melegenda dari Jenderal Soedirman.
• 17 Ucapan Selamat HUT ke-75 TNI 5 Oktober 2020, Sinergi untuk Negeri, Pasang Jadi Status WhatsApp
Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman wafat di Magelang.
Dia wafat di usia sangat muda, yaitu 34 tahun akibat sakit TBC yang dideritanya.
Jenderal Soedirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.
Lewat Surat Keputusan (SK) 10 Desember 1964, Pemerintah Indonesia menjadikan Jenderal Soedirman sebagai Pahlawan Nasional.
Ia dianugerahi gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh tiga jenderal di RI sampai sekarang.
Soedirman memang sosok Panglima TNI yang hebat.
Meski kondisinya sedang sakit keras, dia masih bisa memimpin gerilya dalam perang yang mustahil dimenangkan Indonesia.
Saking hebatnya sosok Soedirman, sampai muncul anggapan bahwa Sang Jenderal merupakan orang sakti.
Dari dulu sampai sekarang, beredar mitos kehebatan Soedirman yang mampu menghalau pesawat tempur Belanda hanya bermodal sebilah keris.