Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu Resmi jadi Tersangka, Penipuan dan Pemalsuan Gelar Akademik

Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias Cakraningrat resmi ditetapkan sebagai tersangka

Penulis: Firman Wijaksana | Editor: Ichsan
tribunjabar/firman wijaksana
Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Prof Dr Ir Cakraningrat alias Sutarman menjalani pemeriksaan di Mapolres Garut, Kamis (10/9/2020). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Wijaksana

TRIBUNJABAR.ID, GARUT - Pimpinan Paguyuban Tunggal Rahayu, Sutarman alias Cakraningrat resmi ditetapkan sebagai tersangka. Sutarman dituduh melakukan penipuan dan pemalsuan gelar akademik.

Sutarman yang kembali menjalani pemeriksaan lanjutan pada Rabu (16/9), akhirnya harus mendekam di tahanan Polres Garut. Pemeriksaan yang kedua kalinya itu sudah cukup bagi polisi untuk menjeratnya.

"Alat bukti sudah terpenuhi sehingga kami menetapkan S sebagai tersangka," ujar Kasatreskrim Polres Garut, AKP Maradona Armin Mappaseng, Kamis (17/9).

Dalam kasus penipuan, polisi menjerat sutarman dengan pasal 378 KUHP tentang penipuan dengan ancaman empat tahun penjara. Sutarman disebut sudah menipu anggota paguyuban karena menjanjikan uang dari Bank Swiss.

ANDA HARUS TAHU, Ini Daftar Jalan di Kota Bandung yang akan Ditutup Mulai Besok, Catat Jadwalnya

Selain itu, polisi juga menjerat Sutarman dengan pasal pasal 93 junto Pasal 28 ayat 7 Undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi dengan ancaman 10 tahun penjara.

Sederet titel yang dipakai Sutarman diyakini merupakan gelar palsu. Mulai dari profesor, doktor, insinyur, dan sarjana hukum. Berdasarkan pengakuannya, gelar itu didapat setelah kuliah dari alam.

Faktanya, Sutarman hanya lulusan dari aliyah atau setara SMA. Tak ada kejelasan soal gelar akademik yang diklaim oleh Sutarman.

"Tidak ada bukti kalau dia punya gelar. Makanya kami jerat dengan pasal pendidikan tinggi," katanya.

Inilah Profil Bayern Muenchen dan Prediksi Bundesliga 2020/21

Terkait kasus lambang negara dan mata uang, Maradona menyebut masih melakukan penyidikan. Perlu waktu yang lebih memeriksa persoalan tersebut.

"Apalagi untuk mata uang kami belum temukan bukti peredarannya. Soalnya dicetak sudah lama dan dipakai terbatas di paguyuban," ujarnya.

Kasus lambang negara dan mata uang akan jadi berkas terpisah. "Ketika alat buktinya cukup maka akan dikenakan pasal yang terpisah. Kemungkinan ada dua pasal bahkan mungkin lebih," ucapnya

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved