Mengenang Pierre Tendean Sebelum Jadi Korban G30S/PKI Dikenal Sebagai Letnan Tampan Rebutan Jenderal
Satu di antara sosok pahlawan revolusi dan korban pembantaian G30S/PKI adalah Pierre Tendean, Letnan muda ajudan Jenderal Besar TNI A.H Nasution
Penulis: Hilda Rubiah | Editor: Hilda Rubiah
TRIBUNJABAR.ID - Setiap tanggal 30 September bangsa Indonesia memperingati masa lalu kelam peristiwa G30S/PKI.
Dalam persitiwa tersebut sedikitnya 10 Jenderal sekaligus Pahlawan Revolusi dibantai oleh gerakan komunal disebut PKI.
Satu di antara sosok Pahlawan Revolusi dan korban peristiwa G30S/PKI adalah Pierre Tendean.
Pierre Tendean Letnan muda yang menjadi ajudan Jenderal A.H Nasution, perwira tinggi militer Indonesia yang juga menjadi target peristiwa G30S/PKI.
Sang Jenderal A.H Nasution berhasil selamat. Sementara itu ia tewas menjadi korban dari keganasan pembataian dalam peristiwa G30S/PKI.
• Catat! Inilah Tanggal Hari Penting Selama Bulan September 2020, Ingat Akhir Bulan Peristiwa G30S/PKI
Dilansir dari Intisari, Pierre Tendean, yang saat kejadian berusia 26 tahun dan dia bertugas sebagai ajudan Jenderal A.H Nasution.
Banyak yang menyayangkan Pierre Tendean tiada, karena sejatinya ia punya masa depan cerah nan indah.
Pierre Tendean dikenal sebagai Letnan muda hingga menjadi rebutan para jenderal.
Dalam soal pelajaran, ia begitu cerdas dan menonjol.

Ia juga punya tekad yang kuat menjadi tentara karena keinginannya sejak kecil.
Pengalamannya di medan tempur pun tak perlu diragukan lagi.
Ketika masih berpangkat Kopral Taruna, ia sudah ikut dalam operasi penumpasan pemberontakan PRRI di Sumatera.
Tapi, tragedi 1 Oktober 1965 dini hari telah menghancurkan segalanya.
Ia menjadi satu dari tujuh Pahlawan Revolusi yang menjadi korban Gerakan 30 September atau G30S/PKI.
• Jadi Bagian dari Sejarah Kelam Indonesia, Ini Nama dan Jabatan Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI
• Peristiwa G30S/PKI yang Tertuang di Dokumen Rahasia CIA, Ada Juga Pembasmian PKI, Ini Isinya
Anak kesayangan keluarga
Pierre Andries Tendean adalah bungsu dari tiga bersaudara buah cinta A.L. Tendean dan Cornel M.E yang berdarah Prancis.
Sejak lahir, laki-laki yang berulang tahun tiap 21 Februari ini merupakan anak kesayangan keluarga.
Bukan lantaran dia satu-satunya anak lelaki di situ, tapi lebih karena Pierre adalah sosok yang mudah bergaul dan cerdas.
Masa kecilnya dia lalui di lereng Gunung Merapi di Jawa Tengah. Ketika itu Belanda sedang menjalankan Agresi Militer II.
Sejak kecil dia terbiasa bergaul dengan anak-anak desa yang berlainan adat dengannya.
Kebiasaan itu dia teruskan ketika meneruskan pendidikan Sekolah Dasar di Magelang dan sekolah menengah di Semarang.
Ketika sekolah di Semarang, nilai ujiannya sangat menonjol.
Bahasa Jermannya mendapat nilai 9, juga untuk pelajaran olahraga.
Keinginannya menjadi prajurit sudah mengental saat itu, walau ayahnya mengharapkan Pierre meneruskan pendidikan ke Fakultas Kedokteran.
Pierre akhirnya mengikuti tes dua-duanya, tapi lebih tertarik masuk ke Akademi Militer jurusan teknik.
Bulan November 1958 Pierre diterima dan masuk pendidikan Akademi Teknik Angkatan Darat (Aktekad) di Bandung.
Tahun 1962 lulus dengan sangat memuaskan dan dilantik sebagai Letnan Dua.
Karier

Panorama sendiri merupakan tempat pendidikan Aktekad.
Humor yang banyak dipelajari dari pergaulan di Jawa Tengah mempermudah dan memperluas pergaulan Pierre.
Pierre mempunyai pengalaman dalam berbagai tugas.
Seperti disebut di awal, sewaktu masih Kopral Taruna tahun 1958, dia sudah ikut dalam Operasi menumpas Pemberontakan PRRI di Sumatra.
Pierre ditempatkan dalam kesatuan Zeni Tempur yang mengikuti Operasi Sapta Marga.
Jabatan Letnan Dua Pierre yang pertama adalah sebagai Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2/DAM II di Medan.
Dalam pelaksanaan tugas ini Pierre melaksanakan dengan hasil yang dipujikan.
Sewaktu konfrontasi dengan Malaysia, Letda Pierre memasuki pendidikan intelejen.
Selesai pendidikan, dia menelusup ke Malaysia, diperbantukan pada Dinas Pusat Intelejen Angakatan Darat (DIPLAD) yang bertugas di garis depan.
Selama setahun bertugas di garis depan, Pierre bisa menelusup ke Malaysia tiga kali. Menyamar sebagai turis, berbelanda.
Kemudian yang kedua bahkan bisa mengambil teropong milik tentara Inggris yang disimpan sebagai kenangan.
Ketiga kalinya adalah saat yang kritis. Di tengah laut dia dikejar oleh sebuah destroyer, kapal perusak Inggris.
• Para Jenderal Hilang Akibat G30S/PKI, Gini Cara Sarwo Edhie Ayah Ani Yudhoyono Berhasil Menemukannya
• Merinding, Wajah Dewi Gita Disebut Mirip Rukmini, Kekasih Pierre Tendean yang Tak Sempat Dinikahi
Pierre melarikan speedboatnya, membelokkan, dan kemudian menyelam.
Dia bergantung di belakang perahu dengan seluruh badan tenggalam dalam air.
Ketika destroyer itu mendekat hanya melihat seorang yang tak mencurigakan, lalu segera pergi meninggalkan.
Pierre berhasil lolos dari lubang jarum berkat kecerdikannya.
Sebelum menjadi ajudan A.H. Nasution, Pierre "diperebutkan" untuk menjadi ajudan Jendral Hartawan dan Jendral Dandi Kadarsan.
Tetapi kemudian, seperti diketahui Pierre menjadi ajudan Jendral Nasution. Ketika itu pangkatnya naik menjadi Letnan Satu.
Secara resmi, Lettu Pierre menjadi ajudan resmi tanggal 15 April 1965.
Pierre baru bertugas sebagai ajudan Pak Nas lima setengah bulan.
Menjadi pusat perhatian
Selain cerdas, Pierre Tendean juga dikenal tampan, gagah, hingga menjadi bintang semasa taruna.
Bukan hanya karena ia selalu menjadi pusat perhatian dalam pertandingan voli dan bola basketa.
Bukan di kalangan para pemudi saja, tetapi juga di antara teman-teman seangkatan maupun para pelatih Pierre.
Karena ketampanannya itulah Pierre dijuluki "Robert Wagner dari Panorama", seorang bitang film tampan dan Amerika.
Pierre juga telah memiliki kekasih yang hampir dinikahinya, yakni Rukmini di Medan.
Tapi Tuhan memutuskan lain, karena ia menjadi korban tewas dalam pembantaian G30S/PKI.