Virus Corona di Jabar
Ridwan Kamill sempat Daftar jadi Relawan Uji Vaksin Covid-19, Ajak Warga Jadi Relawan Vaksin
Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, mengajak warga Bandung yang memenuhi kriteria untuk ikut menjadi relawan.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Dedy Herdiana
"Subjek pada saat pra-recruitment, semua harus dalam keadaan sehat dengan pemeriksaan dokter yang lengkap. Kemudian juga ada pemeriksaan sebelumnya tidak menderita sakit Covid-19. Kemudian dalam perjalanannya apabila sakit apapun juga itu, akan di-cover oleh asuransi, sebagai standarnya, di rumah sakit di sekitar Kota Bandung," katanya.
Jika ada yang sakit saat pemantauan, semua yang sakit akan diperiksa apakah ada hubungannya dengan vaksin tersebut. Sehingga pada akhirnya akan mempunyai data tentang keamanannya, kekebalannya, dan potensi vaksin ini memberikan perlindungan yang nyata terhadap Covid-19.
"Jadi diharapkan semua penelitian ini bisa berjalan selama enam bulan, bisa selesai. Akan tetapi setelah tiga bulan penelitian, data-data yang ada di Indonesia akan digabung dengan berbagai negara, sehingga diharapkan Januari 2021 itu sudah bisa digunakan oleh masyarakat," katanya.
Ketua Tim Riset Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Prof Dr Kusnandi Rusmil membeberkan alasan Indonesia mengambil vaksin Covid-19 dari Cina yang akan diuji klinis di Kota Bandung. Hal ini untuk mempercepat produksi vaksin Covid-19 di Indonesia.
Kusnandi mengatakan penyakit ini pertama kali merebak di Cina. Saat merebak, Cina telah memulai penelitian tentang vaksin lebih dulu dari negara lainnya. Sampai saat ini, katanya, baru Cina yang sudah melakukan penelitian tentang vaksin tersebut mulai dari Fase 1 sampai Fase 2.
"Nah, yang sudah kerjakan Fase 1 dan Fase 2, baru di Cina. Tempat lain baru mulai di Fase 1. Kalau yang lain, nanti hasilnya lebih lama lagi ya. Karena bahan yang kita pakai ini adalah virus yang dimatikan. Jadi virus Covid-19 yang dimatikan," kata Kusnandi di Rumah Sakit Pendidikan Unpad, Rabu (22/7).
Untuk menjadi vaksin, katanya, harus ada penelitian yang panjang, mulai dari pre clinical trial dan clinical trial. Pre clinical trial berarti melakukan mencari antigennya. Indonesia sendiri sebenarnya sudah mulai mencari antigennya juga.
Vaksin yang akan digunakan dalam pengujian, katanya, secara fisik dan kimia sudah stabil. Kalau sudah stabil, vaksin ini diujicobakan kepada binatang. Jika berhasil dicoba pada binatang, dan ternyata vaksin ini aman pada binatang dan membentuk zat anti, baru boleh dilakukan pada manusia pada Fase 1.
"Akhirnya masuklah Fase 1 pada manusia. Fase 1 pada manusia itu sudah bisa diuji coba ke 50 orang sampai 100 orang. Gunanya untuk melihat bahwa vaksin ini aman atau tidak," katanya.
Setelah Fase 1 berhasil, hasil ilmiahnya harus dipublikasikan secara internasional, masuk ke majalah ilmiah masuk ke WHO untuk bisa diakses semua orang di dunia.
"Kemudian, masuklah pada fase 2, yakni jumlah subjek uji yang digunakannya sampai 400 orang. Ini juga untuk melihat keamanannya dan juga untuk melihat efektivitas. Ini juga sudah dilakukan di Cina. Di luar memang ada yang banyak lakukan penelitian, tapi belum bisa dipakai, belum sampai Fase Ketiga, baru mau masuk Fase 1 dan 2, yang bisa Fase 3 baru Cina," katanya.
Setelah Fase 2 ini berjalan baik, katanya, barulah masuk Fase 3 supaya vaksin ini boleh dijual jika lolos Fase 3. Dalam Fase 3 ini, katanya, di samping dilihat keamanannya, juga dilihat efektifitasnya dan harus multisenter.
"Fase 3 vaksin ini secara multisenter dilakukan di Amerika Latin, di India, di Bangladesh, di Indonesia, Brazil, dan di Chili. Jadi di beberapa negara ini, hasilnya dijadikan satu. Jika aman, maka vaksin ini boleh dijual. Jadi keamanannya sudah di coba berkali-kali," katanya. (Sam)