Hari Buruh di Jabar
Tidak Dapat Izin Turun Jalan Peringati May Day 2020, Buruh Tetap Suarakan Aspirasi
Buruh di Jawa Barat pada tahun ini tidak menggelar peringatan May Day atau Hari Buruh Internasional dengan aksi turun ke jalan.
Penulis: Cipta Permana | Editor: Giri
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Cipta Permana
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Buruh di Jawa Barat pada tahun ini tidak menggelar peringatan May Day atau Hari Buruh Internasional dengan aksi turun ke jalan. Penyebabnya, saat ini masih dalam suasana pandemi corona.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto, mengatakan, meskipun tidak menggelar aksi turun ke jalan, namun ia meminta semua anggotanya tetap menyuarakan aspirasi tuntutan. Carannya melalui aksi pemasangan spanduk serentak di setiap perusahaan tempat mereka bekerja.
Hal tersebut sebagai sikap agar perusahaan tidak lalai dan terus mengerti keadaan buruhnya.
Roy menuturkan, batalnya aksi rutin May Day, satu di antaranya disebabkan tidak adanya izin dari Polda Jabar. Sebab, kegiatan itu dapat menimbulkan kerumunan massa dalam situasi saat ini.
"Maka kami pun memahami dan mengikuti aturan yang berlaku, sehingga tahun ini tidak ada aksi turun ke jalan," ujar Roy saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (1/5/2020).
• Sembilan Pemain Persib Bandung Belum Turun di Liga 1 2020, Ini Catatan Mereka Musim Lalu
Selain aksi pemasangan spanduk tuntutan, KSPSI menyuarakan aspirasi melalui melalui media sosial. Satu di antara yang disuarakan adalah perusahaan tidak memanfaatkan momentum wabah Covid-19 sebagai ajang lepas tanggung jawab massal dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) para buruh.
"Apalagi ini kan baru sebulan lebih. Selama bertahun-tahun kan perusahaan berdiri. Masa dengan satu bulan ini langsung rugi. Jadi kondisi saat ini jangan dimanfaatkan untuk PHK buruh, kemudian tidak membayar hak-hak buruh," ucapnya.
• Pilkada Sukabumi Tertunda karena Corona, Ketua DPRD: Kalau Dipaksakan Kampanyenya Bagaimana
Di May Day kali ini, Roy menambahkan, beberapa tuntutan disampaikan oleh KSPSI Jaba. Di antaranya menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja; menolak penundaan dan pencicilan THR 2020; membayarkan upah 100 persen bagi buruh yang dirumahkan; dan menghentikan aksi PHK bagi para buruh di tengah Covid-19.
Ketua DPD FSP LEM SPSI Jawa Barat, Muhamad Sidarta, mengungkapkan hal serupa. Pihaknya menuntut agar pemerintah menghentikan pembahasan RUU Omnibus Law yang tidak berpihak dan memperhatikan perlindungan hak dan kepentingan kaum buruh/pekerja, serta generasi muda bangsa.
• 5 Tips Supaya Badan Tetap Sehat dan Tidak Lemas Selama Berpuasa
"RUU Omnibus Law Cipta Kerja hanya memberi karpet merah bagi para investor dan pelaku usaha semata, tidak untuk melindungi hak dan kepentingan kaum buruh atau pekerja. Kita juga dapat melihat dengan jelas, proses dan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja selama ini telah mengabaikan tata cara pembentukan UU Nomor 12 Tahun 2011 hingga kemudian diubah menjadi UU Nomor 15/2019, yang sejak awal tidak melibatkan serikat pekerja atau buruh dan elemen lainnya sebagai pemangku kebijakan," ujarnya melalui pesan singkat, Jumat (1/5/2020).
Sehubungan dengan kondisi saat ini, rencana aksi besar-besaran juga ditunda sampai batas waktu yang belum ditentukan. Sehingga pada May Day kali ini pihaknya akan lebih fokus untuk kembali melakukan konsolidasi di semua tingkatan sampai akar rumput untuk menuntut RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan di saat penyebaran virus corona (Covid-19).
• Perjuangan Abdul Aziz Bisa Perkuat Persib Bandung, dari Bersepeda hingga Jauh dari Keluarga
"Kali ini kami tidak melakukan aksi ke jalan sebagai ajang konsolidasi dan perjuangan kaum buruh/pekerja seperti tahun-tahun sebelumnya demi keselamatan buruh/pekerja dan turut memutus mata rantai penyebaran covid-19, kami akan merayakan May Day dengan memaksimalkan sosial media, baik perorangan maupun kelompok-kelompok untuk konsolidasi dan menyuarakan perjuangan yang masih panjang ini," ucapnya.
Di saat yang bersamaan, lanjut dia, banyak perusahaan yang memfaatkan isu Covid-19 untuk merumahkan atau mem-PHK sepihak para buruh, memberikan kewajiban THR secara tidak penuh atau dicicil bertahap, bahkan ditunda dengan alasan terdampak covid-19. Oleh karena itu perlu kerja ekstra pengawas ketenagakerjaan untuk membuktikan kebenarannya.
• Waspadalah, Seorang Anak di Tegal Diculik, Pelaku Pura-pura Tanya Alamat
Sebagai wujud keprihatinan dan solidaritas, pada May Day 2020, pihaknya akan mendirikan posko-posko pengaduan dampak Covid-19. Posko juga didirikan sampai tingkat pabrik yang akan disinergikan dengan fungsi, tugas, dan tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan.
"Posko-posko tersebut dimaksudkan untuk menerima pengaduan buruh/pekerja terhadap perusahaan yang tidak menerapkan protokol kesehatan untuk pencegahan penyebaran virus corona dan perusahaan yang tidak memberikan hak normatif pekerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan alasan kena dampak Covid-19," katanya. (*)