Virus Corona di Jabar
Kota Bandung Terbanyak Pertama Pasien Positif Covid-19 di Jabar, Tapi PSBB Lebih Dulu di Kota Bogor
Kemenkes menyetujui PSBB diberlakukan di Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kementerian Kesehatan RI menyetujui Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB) diberlakukan di Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Bogor, dan Kota Bogor.
Pembahasan mengenai PSBB di Bandung Raya baru akan dibahas pekan depan.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan PSBB di Jawa Barat diberlakukan lebih dulu di wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi, (Bodebek), karena letaknya yang bersebelahan dengan Jakarta dan juga aktivitas masyarakatnya yang erat dengan Jakarta sebagai episentrum penyebaran Covid-19 di Indonesia.
• Dampak Covid-19, Peternak Domba Keluhkan Sepi Pembeli Usai Pasar Hewan Ditutup
Namun demikian, berdasarkan data di Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 (Pikobar) pada Minggu (12/4/2020), tercatat bahwa dari total 421 pasien positif Covid-19 di Jabar, Kota Bandung memiliki jumlah pasien positif Covid-19 urutan pertama di Jabar, yakni 67 pasien positif aktif.
Barulah setelahnya di urutan kedua adalah Kota Bogor dengan 41 pasien positif, Kota Depok 40 pasien positif, Kota Bekasi 33 pasien, Kabupaten Bogor 29 Pasien, dan Kabupaten Bekasi 23 pasien.
Urutan selanjutnya adalah Kabupaten Bandung dengan 14 pasien positif aktif, dan Kabupaten Bandung Barat serta Kota Cimahi masing-masing 12 pasien positif.
Jikapun Kabupaten Sumedang masuk Bandung Raya, daerah ini berada di urutan 13 dengan jumlah positif aktif sebanyak 3 pasien.
• Pemprov Jabar Ajak Ormas Aktif Cegah Covid-19, HTI Masih Terajak, Dani Sebut Itu Kesalahan
Jika dibandingkan totalnya secara regional, wilayah Bodebek memang yang paling besar jumlah pasien positif aktifnya, yakni 166 orang, sedangkan di Bandung Raya ada 108 pasien positif aktif.
Ridwan Kamil mengatakan para kepala daerah di wilayah Bodebek akan berkoordinasi dengannya dan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jawa Barat, Minggu (12/10).
"Besok Senin dan Selasa adalah persiapan dan sosialisasi kepada masyarakat terdampak. Kemungkinan Rabu atau Kamis, penerapan PSBB akan dimulai," kata Ridwan Kamil melalui akun instagramnya, Minggu (12/4/2020).
Semua masyarakat di Bodebek, katanya, diminta menaati semua aturan PSBB. Logistik pangan dan bantuan sosial juga akan dibagikan bersamaan dengan dimulainya PSBB.
"Insya Allah dengan kekompakan para pemangku kepentingan wilayah Jabodetabek, yang merupakan kluster 70 persen penyebaran virus Covid-19, maka masalah ini bisa dikendalikan dengan lebih baik dan terukur," katanya.
Sebelumnya, Ridwan Kamil mengatakan mengajukan PSBB di zona yang memiliki intensitas positif Covid-19 cukup tinggi. PSBB tahap pertama diberlakukan di kota dan kabupaten yang berdekatan dengan DKI Jakarta.
"Karena kebijakan penganggulangan Covid-19 tidak bisa sektoral, tapi harus kebijakan secara cluster. Karena Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, harus serempak dalam mengambil kebijakan," tuturnya.
Setelah usulan lima daerah Jawa Barat tersebut disetujui Kementerian Kesehatan, katanya, maka wilayah Jabodebek akan memiliki sinkronisasi kebijakan yang saling menguatkan dan saling melindungi.
Tahap kedua, sesuai peta persebaran, katanya, rencana penerapan PSBB pada minggu depan adalah zona Bandung Raya. Ridwan Kamil mengatakan data dan ilmu adalah dasar dari setiap keputusan di Jawa Barat.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar, Berli Hamdani, mengatakan segera menyusun keputusan dan peraturan gubernur terkait PSBB di lima daerah Bodebek.
"Peraturan Gubernur dan Keputusan Gubernurnya masih dibahas. Nuhun," katanya.
Sebelumnya, Berli mengatakan opsi pemberlakuan PSBB di Bandung Raya, terutama Kota Bandung, sudah dikaji bersamaan dengan pembahasan PSBB untuk wilayah Bogor, Depok, dan Bekasi, pada rapat yang digelar Rabu (8/4).
"Dalam kajian epidemiologi itu melihat bahwa kasus Covid-19 sangat menonjol peningkatannya di Kota Bandung, sebagai ibukota provinsi, sebagai pusat kegiatan ekonomi, sosial dan pemerintahan di Jabar," kata Berli.
Jika PSBB dikaji berdasarkan perkembangan persebaran Covid-19 di Kota Bandung, katanya, tentunya harus dengan sejumlah mempertimbangkan.
Jika PSBB hanya diberlakukan hanya di Kota Bandung, tuturnya, tentunya tentunya secara otomatis bisa akan menghentikan penularan ke Bandung Raya, yakni Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
"Kalau ada, PSBB Kota Bandung. Kalau sampai Bandung Raya, kajian komprehensif sedang dilakukan oleh universitas-universitas di Jabar," katanya.
Mengenai pemberian bantuan kepada warga terdampak PSBB, katanya, secara eksplisit dalam penjelasan Kementerian Kesehatan RI maupun oleh BNPB, disampaikan satu hari sebelum pemberlakuan PSBB.
"Kemudian untuk pembatasan semua dibatasi kecuali ada sepuluh moda transportasi yang tidak akan dibatasi misal kebutuhan medis, sanitasi, logistik, keperluan lain bersifat mendesak dan pemenuhan kehidupan dasar masyarakat yang melakukan PSBB," katanya.
Sebelumnya pun diberitakan, pemerintah daerah harus memenuhi beberapa syarat jika ingin melakukan PSBB untuk kemudian diajukan kepada pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan COVID-19.
"Beberapa kriteria di antaranya adalah jumlah dan kasus kematian, serta adanya epidemologi di tempat lain yang berkoneksi dengan daerah yang akan mengajukan PSBB," ujar Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Safrizal ZA, dalam konferensi pers secara daring di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (9/4).
Di samping itu, Safrizal melanjutkan, pemerintah daerah perlu menyiapkan data-data pendukung, misalnya peningkatan data mengenai peningkatan kasus dan waktu kurva epidemologi ini membutuhkan kajian dari pemerintah daerah, termasuk penyebaran dan peta penyebaran menurut kurva waktu.
"Jadi, bisa dihitung kecepatan penyebarannya, serta kejadian transmisi lokal yang disebabkan oleh penyebaran, serta hasil tracing atau tracking penyebaran epidemologi yang menyebabkan ada penularan dari generasi kedua dan generasi ketiga," kata dia.
Selain itu, pemerintah daerah juga harus menghitung kesiapan-kesiapan melalui beberapa hal, di antaranya pemerintah daerah harus menghitung ketersediaan kebutuhan hidup dasar bagi masyarakat.
Sebab, Safrizal mengatakan pembatasan sosial berksala besar dapat menyebabkan masyarakat sulit mencari nafkah karena semuanya akan melaksanakan gerakan besar pembatasan gerakan dengan tetap tinggal di rumah dan keluar, jika sangat penting sekali.
"Oleh karenanya, pemerintah daerah harus menghitung ketersediaan kebutuhan dan layanan dasar bagi masyarakat agar kehidupan sosial dapat berjalan dengan lancar," kata Safrizal.
Kedua, lanjut dia, pemerintah daerah harus menghitung kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan, mulai dari ruang isolasi, karantina, ketersediaan tempat tidur, termasuk juga alat-alat kesehatan lainnya, seperti alat pelindung diri, termasuk ketersediaan masker untuk masyarakat.
Lebih lanjut, Safrizal mengatakan pemerintah daerah juga harus menghitung biaya untuk tiga kegiatan utama pemerintah daerah. Pertama, pemenuhan alat kesehatan, kedua menghidupkan industri yang mendukung kegiatan pembatasan atau penanganan COVID-19, serta kebutuhan layanan dasar melalui bantuan sosial bagi masyarakat.
"Anggaran ini sudah diinstruksikan oleh Menteri Dalam Negeri, juga berdasarkan dengan surat edaran yang sudah dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri. Anggaran ini harus dinyatakan dalam komitmen anggaran yang sudah diwujudkan dalam perubahan alokasi," ujar Safrizal.
Kemudian, pemerintah daerah juga harus menyiapkan operasionalisasi jaringan pengamanan sosial. Oleh karenanya, sebelum diajukan, pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum.
"Menkes dalam hal ini yang akan menetapkan proses penetapan PSBB ini nanti akan berkoordinasi dan mendapat pertimbangan dari Ketua Gugus Tugas Pusat, serta mendapat pertimbangan dari tim pertimbangan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 8 Permenkes nomor 9," kata Safrizal.
Paling lama dua hari setelah prasyarat diajukan, serta jika kondisi yang diajukan sudah memenuhi syarat, akan dikeluarkan penetapan. Namun, jika prasyarat dan kondisi yang disyaratkan masih mendapat kekurangan, maka Menteri Kesehatan dapat mengembalikan untuk diperbaiki data-data dukungnya.
Kemudian, setelah mendapat pertimbangan dari ketua pelaksana gugus tugas, dan pertimbangan dari dewan pertimbangan, maka kepala daerah dapat langsung memberlakukan PSBB.
"Kami juga menyampaikan bahwa pemberlakuan PSBB sangat berkaitan langsung dengan daerah sekitarnya. Oleh karenanya daerah yang akan memberlakukan PSBB ini harus menghitung, satu hal yang harus dijamin adalah pasokan logistik, pasukan alat-alat, pasokan bahan-bahan dalam rangka penanganan COVID-19 ini tidak terganggu," kata Safrizal.
Dalam pembatasan berskala besar, semua masyarakat yang tidak memiliki kepentingan yang kuat untuk keluar rumah tetap dianjurkan untuk tinggal di dalam rumah, kecuali beberapa pihak yang menjalankan tugas yang dengan terpaksa atau karena tugas harus keluar rumah.
"PSBB ini tujuan utamanya adalah penghentian dengan segera penyebaran yang luas bagi penyakit COVID-19 ini, oleh karenanya tetap tinggal di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan jangan lupa cuci tangan dengan sabun dan air mengalir," ujar Safrizal. (Sam)