Hati-hati, Terlalu Sering Menerima Informasi soal Corona Bisa Membuat Kita Merasakan Gejala Covid-19

Sejak muncul di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada Desember 2019 lalu, masyarakat Indonesia saat itu masih santai menanggapi virus.

Editor: Ravianto
TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma
Ibu dan anak yang sembuh dari virus corona saat ditemui di kediamannya di Depok, Jawa Barat, Kamis (19/3/2020). Paling kanan ST (kasus 01) dan paling kiri RA (kasus 03) mengapit ibunda mereka MD (kasus 02). Mereka sempat dirawat di RSPI Sulianti Saroso. 

Misalnya mengenai kekurangan APD, kekurangan masker, dan banyaknya jumlah kematian.

"Itu yang membuat kita stres sendiri, kalau kita tidak sanggup maka kecemasan akan datang," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia menuturkan hal tersebut dipengaruhi oleh otak manusia yang terpusat di Amygdala.

Cegah Kecemasan Berlebih Akibat COVID-19, BK UMM Bukan Layanan Konseling Gratis
Cegah Kecemasan Berlebih Akibat COVID-19, BK UMM Bukan Layanan Konseling Gratis (Dok. UPT BK UMM)

"Di otak kita, di Amygdala atau pusat rasa cemas sekaligus memori, terlalu aktif bekerja akhirnya kadang dia tidak sanggup mengatasi terlalu banyak aktivitas berlebih hingga membuat reaksi cemas."

"Reaksi cemas itu ada yang reaksinya ke kepikiran, ada juga yang ke sistem saraf pusat otonom."

"Saraf pusat otonom itu ada dua, yaitu sistem saraf pusat otonom simpatis dan parasimpatis."

"Kalau dua sistem tersebut tidak seimbang, kelebihan beban, maka timbulah gejala psikosomatik," jelas Andri yang juga member American Psychosomatic Society itu.

Gejala itulah yang membuat sebagian orang merasa sakit, seperti sesak napas, keluar keringat dingin, tidak enak badan hingga lambung tak nyaman.

Hal itu yang menjadi penyebab seseorang bisa merasakan gejala sakit akibat terlalu sering mendapat informasi soal Covid-19.

Covid-19
Covid-19 (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Bahkan, gejala tersebut bisa membuat seseorang ikut merasakan gejala yang mirip dengan Covid-19.

"Jadi seseorang itu merasa misalnya bangun tidur lehernya menjadi sakit."

"Batuk, pilek, merasa demam 37 derajat jadi takut karena mirip dengan Covid-19."

"Hal seperti itu terjadi kalau gejala stres terlalu banyak, akhirnya gejalanya dimirip-miripin dengan kondisi seperti Covid-19," tutur Andri.

Untuk itu, dr Andri menyarankan agar beradaptasi dengan kondisi tersebut.

"Kalau kita masih punya kemampuan untuk beradaptasi dengan stres, maka kurangilah sumber stresnya."

"Kurangi membaca dan terlibat dalam bacaan-bacaan tentang Covid-19 yang kurang nyaman," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

 
Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved