Sarung Majalaya Berpeluang Bangkit
Pemilik Pabrik Sarung Majalaya Terpaksa Mengontrakkan Pabriknya karena Tak Punya Modal
SUARA mesin tenun menderu di pabrik sarung di Desa Talun, Kecamatan Ibun, Kabupaten Bandung, Senin (9/3). Belasan mesin merek Suzuki itu ditunggui beb
Pasar Bebas

Camat Majalaya Ika Nugraha merasa prihatin. Menurut dia, penurunan produksi sarung Majalaya bisa jadi karena persaingan. Persaingan, katanya, tidak bisa dihindari dengan adanya kebijakan pasar bebas. Harusnya, menurut Ika, para pengusaha sudah siap untuk itu.
"Harusnya diimbangi teknologi. Di sini kebanyakan masih pakai mesin lama. Otomatis dari segi kualitas dan biaya produksi pasti tinggi sehingga harga jualnya jadi mahal. Tidak akan bisa bersaing. Mereka menggunakan mesin berteknologi canggih. Biaya operasionalnya bisa ditekan. Di sini, kan, masih menggunakan padat karya," kata Ika di kantornya, Jalan Majalaya-Rancaekek, Majalaya, Kabupaten Bandung, Jumat (13/3).
Menurut Ika, banyak cara yang dilakukan para pengusaha agar produksi tetap berjalan. Ada pengusaha yang merumahkan karyawan, mengurangi hari kerjanya, dan mengurangi produksi.
Peluang

Aef mengatakan, sebagai pengusaha, dia tak bisa berlarut-larut meratapi keterpurukan. Pemilik CV Setia Tunggal ini berpendapat, sekecil apa pun peluangnya harus bisa ditangkap oleh pengusaha.
"Saya tidak terpaku pada sarung. Kalau sarung tak lagi mengangkat, saya produksi barang tekstil yang bisa dijual, seperti lap tangan, serban, bahan kerudung, atau kain cele," kata Aef.
Untuk meningkatkan kembali pamor sarung Majalaya, Camat Ika menyodorkan inovasi yang dilakukan pengusaha asal Ibun. Menurutnya, pengusaha itu sudah melakukan inovasi dengan salah satunya membuat blazer dari bahan kain sarung.
"Di Ibun ada Bu Yanti. Dia sudah bikin outlet di rumahnya. Blazer itu sudah ke mancanegara. Dengan desain yang bagus, Ibu Bupati juga suka pakai. Jadi yang tadinya harga sarung 30.000 dibikin blazer paling murah jadi Rp 150.000, jadinya berlipat-lipat," katanya. (januar PH)