Sentra Sepatu Cibaduyut Masih Eksis
Pengusaha Sepatu Cibaduyut Ini Lebih Pilih Memproduksi Sneakers, Jualan Memanfaatkan E-Commerce
YUSUF Sahroni (31) adalah anak muda yang mengikuti jejak ayahnya menjadi pengusaha sepatu di Cibaduyut.
YUSUF Sahroni (31) adalah anak muda yang mengikuti jejak ayahnya menjadi pengusaha sepatu di Cibaduyut.
Usahanya memang sedikit melenceng dari kebiasaan. Biasanya sepatu yang diproduksi di Cibaduyut adalah sepatu pantofel (berbahan kulit), Yusuf justru membuat sneakers (sepatu kets) yang masih jarang diproduksi di Cibaduyut.
Menurut data dari Dinas Industri dan Perdagangan Kota Bandung, sepatu yang diproduksi di Cibadyut 80 persen pantofel dan 20 persen sneakers.
Yusuf memutuskan itu karena pantofel yang diproduksi ayahnya (Ahmad) terus menurun. Permintaan ekspor dari Timur Tengah yang diandalkan ternyata berhenti.
"Orang tua saya membuat sepatu dari 1978. Dulu, bisa ekspor ke Timur Tengah dari 1994 sampai 2017. Per orderan itu empat kontainer. Sekarang tidak lagi karena Yaman, negara tujuan eskpor mengalami perang," kata Yusuf di tempat kerjanya, Gang H Ibrahim, Jalan Cibaduyut, Kota Bandung, Jumat (21/2).
Menurut Yusuf, sepatu yang diekspor itu merupakan omzet terbesar dari perusahaan bapaknya. Jumlahnya mencapai 90 persen dan 10 persen untuk pasar lokal. "Berarti, kan, kami kehilangan omzet 90 persen," kata lulusan Ekonomi Perbankan Syariah, Unisba, ini.
Yusuf memutuskan memproduksi sneakers pertimbangan lainnya adalah pantofel itu penjualannya lambat. Sepatu kulit itu, katanya, kekuatannya lama bisa lima tahun.
"Modal bisa mengendap lama sekali. Yang beli pantofel itu laki-laki. Biasanya laki-laki kalau sepatunya belum rusak nggak akan beli yang baru," kata Yusuf.
Yusuf memberi merek sepatunya LAF Project. LAF Project terinspirasi nama anaknya, Langit Alfaruq. Dia berharap brand itu terus berkibar sehingga nanti anaknya ketika sudah besar sudah memiliki brand sepatu nama sendiri.
Yusuf mengaku usahanya ini sudah satu setengah tahun berjalan. Namun, katanya, dari hanya bisa membuat 20 pasang sekarang sudah bisa membuat 500 pasang sepatu per bulan. Omzet per bulan bisa mencapai Rp 100 juta.
Pemasaran sneakers buatan Yusuf sudah menjangkau ke seluruh Indonesia. Pemasaran yang dilakukannya adalah menggunakan e-Commerce dengan memanfaatkan marketplace seperti Shopee, Blibli, Toko Pedia, dan yang lainnya.

Menurut Yusuf sebenarnya ayahnya melarang dia untuk menggeluti persepatuan. Ayahnya lebih menginginkannya menjadi pegawai di kantoran sebagai karyawan.
"Saya harus jadi karyawan karena di wirausaha pendapatannya tidak pasti. Mungkin ayah saya ketakutan saya tidak bisa struggel," katanya.
Yusuf pun sempat bekerja di bank, kemudian keluar dengan berbagai alasan. "Saya nggak langsung usaha tapi menganggur satu tahun. Istri saya mengingatkan saya untuk menekuni bidang sepatu," katanya.

Yusuf akhirnya bersama kakaknya menjalankan usaha ini. Kakaknya mengurus bagian produksi, sedangkan Yusuf mengurus pemasaran. "Bengkel kami di Holis. Alhamdulillah, pegawai saya bagus. Bisa menghasilkan 20 produk sehari," katanya.
Yusuf pun hingga sekarang bangga menjadi orang Cibaduyut dan menjadi pengusaha sepatu. (januar ph)