Profil Ridwan Saidi, Budayawan Ternama yang Diprotes Keras Warga Ciamis, Kerap Tuai Kontroversi
Seorang budayawan, Ridwan Saidi sedang menjadi perbincangan hangat. Hal ini terkait pernyataannya soal Kerajaan Galuh di Ciamis.
Penulis: Widia Lestari | Editor: Kisdiantoro
TRIBUNJABAR.ID - Seorang budayawan, Ridwan Saidi sedang menjadi perbincangan hangat. Hal ini terkait pernyataannya soal Kerajaan Galuh di Ciamis.
Sosok Ridwan Saidi tak asing di mata publik. Di Indonesia ia dikenal sebagai sebagai budayawan Betawi dan ahli sejarah.
Ia sering muncul di layar kaca menjadi narasumber dalam sejumlah pemberitaan yang menghebohkan di tanah air.
Dilihat dari profilnya yang dimaut dari berbagai sumber, Ridwan Saidi merupakan pria kelahiran Jakarta, pada 2 Juli 2942.
Ia adalah jebolan perguruan tinggi bergengsi di tanah air, yaitu Universitas Indonesia.
Di kampus tersebut ia mengenyam pendidikan di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan atau sekarang disebut FISIP, sejak 1963.
• Sebut Kerajaan Galuh Tidak Ada, Ridwan Saidi Ditantang ke Ciamis, Emil Jengkel Minta Babe Minta Maaf
Saat menjadi mahasiswa, Ridwan Saidi aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan dan keorganisasian.
Ia bahkan pernah menjadi Sekjen Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara.

Tak hanya itu ia juga pernah menjadi ketua umum PB HMI.
Setelah menyelesaikan studinya, ia pun terjun ke dunia politik.
Ia bahkan maju mencalonkan diri sebagai caleg dari Partai Persatuan Pembangunan atau PPP.
Pencalonan Ridwan Saidi pun berhasil dan mengantarkannya berkarier sebagai anggota DPR dari Fraksi PPP.
Seperti yang dimuat Kompas.com, setelah menjadi anggota DPR, Ridwan Saidi banting setir dari polisi menjadi budayawan.
Ia fokus untuk mengamati berbagai masalah kebudayaan Betawi.
Namun, budayawan yang satu ini justru kontroversial. Ia melontarkan pernyataan yang menuai kontroversi di kalangan masyarakat.
Seperti yang terjadi pada saat ini, Ridwan Saidi mendapatkan protes keras dari warga Ciamis.
Dalam laporan Kompas, ratusan warga Ciamis sampai menggelar aksi di Alun-alun Ciamis pada Jumat (14/2/2020).
Protes ini muncul karena ucapan Ridwan Saidi dalam video yang diunggah di channel Youtube Macan Idealis, Rabu (12/2/2020).
Pada channel tersebut, Ridwan Saidi menyebut tidak ada kerajaan di Ciamis.
Selain itu, Ridwan Saidi juga menyebut ada kekeliruan soal penamaan Sunda Galuh.
• Di Ciamis Disebut Tak Ada Kerajaan dan Galuh Berarti Brutal, Bupati Ciamis Bakal Tuntut Ridwan Saidi
Ternyata bukan kali ini saja Ridwan Saidi melontarkan pernyataan kontroversial, sebelumnya ia pun sempat mendapatkan protes juga.
Masih dilansir dari sumber yang sama, Ridwan Saidi disebut pernah memberikan pernyataan terkait Raden Fatah dan Sultan Trenggono adalah orang Yahudi.
Pernyataan itu membuat para mahasiswa protes sehingga pada 5 September 2019, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia menggelar aksi di depan Masjid Agung Demak.
Selain itu, ada lagi pernyataan kontroversi lain yang dilontarkan Ridwan Saidi, yaitu menyebut Kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan fiktif.
Ucapan yang disebut disampaikan sang budayawan dalam channel Macan Idealis, pada 23 Agustus 2019 ini bahkan sempat menjadi sorotan juga.
Hal ini membuat sejarawan Sumatera Selatan, Vebry Al Lintani berkomentar dan berargumen terkait fakta sejarahnya. (Tribunjabar.id)
Pernyataan Ridwan Saidi Soal Ciamis
Di kanal Youtube Macan Idealis yang diunggah pada Rabu (12/2/2020), budayawan Betawi, Ridwan Saidi menyebutkan bahwa dahulu kala tidak ada Kerajaan Galuh di Ciamis.
"Mohon maaf ya dengan saudara-saudara di Ciamis. Di Ciamis itu enggak ada kerajaan," kata Ridwan Saidi pada tayangan video tersebut.
Menurut Saidi, petunjuk adanya kerajaaan bisa dilihat dari indikator ekonomi dan dia mempertanyakan apakah ada penghasilan dari daerah Ciamis.
"Ciamis penghasilannya apa? Pelabuhan di selatan kan bukan pelabuhan niaga. Sama dengan pelabuhan di Teluk Bayur. Bukan pelabuhan niaga. Hanya pelabuhan penumpang. Di Ciamis juga sama, lalu dagang apa?" kata Saidi.
Untuk membiayai sebuah kerajaan, lanjut Saidi, harus ada indikator ekonomi tersebut.
Saidi juga menyampaikan, penamaan kata Galuh agak keliru. Kata dia, karena Galuh berarti brutal.
"Sunda Galuh saya kira agak keliru penamaannya," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kamis (13/2/2020) sejumlah budayawan di Ciamis mengadakan pertemuan di Universitas Galuh.
"Tadi yang kumpul ada 200 orang dari berbagai elemen, kabuyutan dari Kuningan, Tasik, Banjar, Cilacap juga ada," ujar Ketua Dewan Kebudayaan Ciamis, Yat Rospia Brata di Ciamis.
Yat mengaku tak menerima pernyataan Saidi yang menyebutkan bahwa di Ciamis tidak ada kerajaan karena indikator ekonomi.
"Dari mana punya argumentasi bahwa Ciamis indikator ekonomi enggak bagus hingga akhirnya tak ada kerajaan. Kerajaan di sini banyak," tegas Yat.
Yat menjelaskan, daerah itu memiliki dermaga di Karangkamulyan. Dermaga itu tempat keluar masuknya barang dagang dari Cilacap.
"Kopi, lada dan sebagainya. Dia (Saidi) enggak tahu," ujar (Kompas.com)