Tunanetra Tidur di Trotoar Bandung
Begini Penjelasan Kepala Balai Wyata Guna Terkait Protes Puluhan Mahasiswa Tunanetra Merasa Terusir
Dikatakan Sudarsono, setelah ada perubahan dari panti menjadi balai, setiap penerima manfaat dibatasi jumlah dan jangka waktu tinggalnya.
Penulis: Nazmi Abdurrahman | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kepala Balai Wyata Guna, Sudarsono, membantah telah mengusir para penyandang disabilitas tunanetra.
Pihaknya mengaku sudah melakukan sosialisasi sejak tahun lalu, terkait adanya perubahan yang tadinya panti menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna atau yang kini lebih kerap disebut Balai Wyata Guna.
Dikatakan Sudarsono, setelah ada perubahan dari panti menjadi balai, setiap penerima manfaat dibatasi jumlah dan jangka waktu tinggalnya.
Aturan tersebut tertuang dalam Permensos nomor 18 tahun 2018, tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis rehabilitasi sosial penyandang disabilitas di lingkungan Direktorat Jendral Rehabilitasi Sosial.
Melalui Peremen tersebut, nomenklatur Wyata Guna yang asalnya panti diubah menjadi balai.
"Dimana layanan ini ada penerima manfaat baru, ada proses rehabilitasi sosial dan ada proses terminasi. Jadi, terminasi itu adalah pengakhiran sebuah layanan, kalau orang kuliah mah wisudanya lah, lulus, graduasi, kalau kami itu terminasi, pengakhiran," ujar Sudarsono, saat ditemui di Wyata Guna, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Rabu (15/1/2020).
• Terusir dari Wyata Guna, Puluhan Mahasiswa Tunanetra Tidur di Atas Trotoar Jalan Pajajaran Bandung

Selain jumlah dan jangka waktu atau terminasi, ujar Sudarsnono, perubahan dari panti menjadi balai pun mengharuskan pihaknya mengubah mekanisme layanan dan prosedur kepada para penerima manfaat.
Awalnya, para penerima manfaat dapat tinggal di panti selama dua sampai tiga tahun.
• Dinsos Jabar Siap Tampung Penyandang Disabilitas Netra yang Terusir dari Wyata Guna
Namun, setelah menjadi balai, penerima manfaat hanya boleh tinggal maksimal enam bulan.
"Ini sesuai peraturan, sehingga kami menjalankan itu. Selain itu, tupoksi kami juga adalah rehab sosial, dimana didalamnya ada pelatihan vokasinya," katanya.
Dikatakan Sudarsono, pihaknya sudah melakukan sosialisasi sejak tahun lalu.
• Penyandang Tunanetra Terusir dari Wyata Guna karena Aturan, Pengamat: Pemerintah Daerah Kurang Peka
Bahkan, para orang tua dari penerima manfaat pun sudah datang dan menerima penjelasan dari pihak balai.
"Kami menyadari bahwa perubahan pelayanan menjadi enam bulan ini perlu dipahami oleh semua pihak termasuk keluarganya, oleh karena itu kami mengundang pihak keluarganya pada tahun awal 2019, karena perubahan menjadi balai itu dimulai tahun 2019," ucapnya.
"Kami undang semua yang di semester pertama ada 130 orang tua yang anaknya ikut rehabilitasi sosial dan ikut pelatihan vokasi. Tapi ada yang tidak setuju dan orang tuanya tidak hadir dalam pertemuan itu. Mereka menganggap bahwa mereka tidak menerima perubahan panti menjadi balai," tambanya.