Kebijakan Penyerapan Gabah dengan HPP, Picu Rendeman Anjlok

Kebijakan penyerapan gabah dengan HPP menyebabkan rendemen (persentase beras dari gabah) turun

Penulis: Nappisah | Editor: Siti Fatimah
deanza falevi/tribun jabar
ILUSTRASI GABAH - Kebijakan pemerintah yang mengharuskan BULOG menyerap gabah kering panen (GKP) tanpa memperhatikan standar kualitas menjadi tantangan dalam proses pengolahan dan berdampak pada harga beras hasil pengadaan. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nappisah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kebijakan pemerintah yang mengharuskan BULOG menyerap gabah kering panen (GKP) tanpa memperhatikan standar kualitas menjadi tantangan dalam proses pengolahan dan berdampak pada harga beras hasil pengadaan.

Per 20 September 2025, total pengadaan GKP oleh BULOG telah mencapai 4,2 juta ton.

Namun, hanya sekitar 34,47 persen yang memenuhi standar kualitas.

Sisanya, sebesar 2,77 juta ton atau 65,53 % , merupakan gabah dengan kadar air, butir hampa, dan butir hijau di atas ambang batas.

"Ini jelas eksperimen yang mahal. Penyerapan gabah semua kualitas seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya sejak BULOG berdiri tahun 1967. Biasanya, ada standar yang ketat," ujar Khudori  Pengurus Pusat PERHEPI dan Anggota Komite Ketahanan Pangan INKINDO, melalui pesan singkat WhatsApp, Rabu (1/10/2025).

Menurut Khudori, kebijakan ini berangkat dari Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 14 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2025.

Baca juga: Stok Beras Priangan Timur Aman Hingga Februari 2026, Serapan Gabah Petani Jadi Penopang

Dia menuturkan, keduanya mengatur bahwa BULOG wajib menyerap GKP dengan atau tanpa memperhatikan kualitas, demi menjaga stabilitas stok beras nasional.

Namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa eksperimen ini penuh konsekuensi.

“Gabah yang diserap sangat beragam mutunya. Ada yang kadar airnya sampai 33 % , butir hijau mencapai 11 % . Ini bukan sekadar tidak standar ini menyulitkan pengolahan,” jelas Khudori.

Dia menilai kebijakan ini berpotensi menimbulkan moral hazard di kalangan petani dan pelaku usaha.

“Sudah ada cerita petani yang biasanya bermitra dengan penggilingan berpindah ke BULOG karena tahu gabah apapun diterima. Mereka akhirnya panen dini. Akibatnya, gabah berkadar air tinggi dan kualitas menurun," ujarnya.

Bahkan, menurut Khudori, ada praktik gabah bagus dijual ke penggilingan swasta, sementara gabah buruk disetor ke BULOG.

Baca juga: Harga Gabah Tembus Rp 8 Ribu/Kg, Pengusaha di Karawang Hanya Giling Padi Dua Kali Seminggu

“Kalau seperti ini terus, reputasi BULOG bisa rusak. Beras SPHP yang sebelumnya dipuji, bisa kembali dianggap beras murahan,” kata dia.

Rendemen pengolahan gabah yang diserap juga jadi sorotan. Data menunjukkan rerata rendemen hanya 50,8 % , jauh di bawah normal. Akibatnya, harga beras hasil pengadaan BULOG membengkak menjadi Rp14.404/kg jauh di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp12.000/kg.

Sumber: Tribun Jabar
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved