Kekerasan Seksual di Kampus

Terungkap Kondisi Terkini Mahasiswi Telkom University yang Diduga Diperkosa Senior, Sudah Melapor

Ada fakta terbaru terkait kasus mahasiswi Telkom University, Bandung yang diduga jadi korban kekerasan seksual oleh senior di kampusnya.

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Widia Lestari
Tribun Jateng/Bram Kusuma
Ilustrasi pemerkosaan 

TRIBUNJABAR.ID - Ada fakta terbaru terkait kasus mahasiswi Telkom University, Bandung yang diduga jadi korban kekerasan seksual oleh senior di kampusnya.

Kini, terungkap bagaimana kondisi mahasiswi Telkom University.

Saat melapor ke Polresta Bandung, korban atau mahasiswi Telkom University tersebut terlihat trauma.

Mahasiswi Telkom University itu ternyata memang sudah melapor ke polisi.

Hal itu dikatakan oleh Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandung, Ipda Riskawati.

"Saat laporan, kalau trauma secara kasat mata, korban terlihat trauma karena ketika ditanya kronologisnya korban langsung menangis, jadi ada rasa trauma," kata Riska di Mapolresta Bandung, Soreang, Kabupaten Bandung, Selasa (31/12/2019).

Adapun korban datang melapor pada 19 Desember 2019.

Ia datang didampingi orang tua, keluarga, dan temannya.

Menurut Riska, korban memang melapor sebelum kasus itu viral di media sosial.

Gadis di Buleleng Diperkosa Ayah Tiri 5 Kali Hingga Hamil, Pelaku Juga Tersandung Kasus Pencurian

Saat ditanya mengapa korban baru melapor di 2019 padahal kejadiannya pada 2018, Riska mengaku korban belum mengungkapkan alasannya.

"Kami (sudah) menerima laporan dari korban, mengenai dugaan kasus pemerkosaan," ujarnya.

Saat melapor itu, korban menyampaikan telah disetubuhi.

Setelah itu, korban selama tujuh hari tidak diperbolehkan pulang oleh terlapor.

"Penyampaian dari korban selama tujuh hari tidak diperbolehkan pulang oleh terlapor," kata Riska.

Sayangnya, pihak kepolisian masih kesulitan menangani kasus itu.

Ilustrasi pelecehan
Ilustrasi pelecehan (Istimewa / kompas.com)

Pasalnya, korban susah dihubungi saat kepolisian hendak melakukan langkah visum hingga pemeriksaan psikologi.

Padahal pemeriksaan psikologi itu berguna untuk menghilangkan rasa trauma pada korban .

"Untuk sementara korban belum bisa dihubungi," ujar Riska.

Terkait tindak lanjut pelaporan tersebut, dikatakan Riska, polisi belum memeriksa saksi-saksi.

Pasalnya saat ini masih dalam tahap lidik.

"Jadi untuk langkahnya (nanti), kami akan memanggil saksi-saksi, kemudian dilakukan pemanggilan terlapor," katanya.

Kronologi Versi Pendamping Korban

Peristiwa kekerasan seksual yang dialami mahasiswi Telkom University tersebut ternyata terjadi setahun lalu. Namun kasus itu kini kembali menjadi sorotan.

Menurut pendamping korban dari United Voice (sebuah komunitas mahasiswa di kampus Telkom University), Bahrul Bangsawan, kejadian tersebut terjadi saat korban masih semester satu berusia 19 tahun.

Mahasiswi Telkom University yang Diduga Jadi Kekerasan Seksual Seniornya Ternyata Sudah Lapor Polisi

"Memang kejadian tersebut terjadi sejak 2018 tapi mulai mencuat kembali 2019," ujar Bahrul Bangsawan, saat dihubungi, Senin (30/12/2019).

Bahrul menceritakan, kejadian tersebut berawal dari pelaku FGS (21) mengembalikan lampu tumblr milik korban ke asrama putri mahasiswa baru, yang dipinjamkan ke pelaku untuk acara Farewell Party pada tanggal 22 November 2018.

"Setelah itu pelaku mulai melakukan interaksi yang intens melalui media sosial. Korban merasa perlakuan pelaku pada saat pertama kali ketemu (first impression) sangat baik, gentleman dan alim," kata Bahrul.

Bahrul mengatakan, dengan kebiasaan korban yang sangat menghormati orang lain terutama senior, korban merasa segan jika hanya membaca isi pesan tersebut tanpa membalasnya, walaupun dalam keadaan risih. 

Sehingga, kata Bahrul, komunikasi berlanjut seiring berjalannya waktu. Sikap segan korban ini, kata bahrul, adalah kebiasaan saat SMK dulu yang sangat segan dan takut terhadap otoritas senior. 

Illustrasi pelecehan seksual terhadap anak di cianjur.
Illustrasi pelecehan seksual terhadap anak di cianjur. (DOKUMENTASI TRIBUN MANADO)

"Pelaku mulai menarik simpati korban dengan bercerita banyak hal kepada korban, sehingga pelaku meminta kepada korban untuk menemaninya menonton di bioskop, dengan dalih pelaku merasa kesepian," ucap Bahrul.

Menurut Bahrul, dikarenakan korban empati terhadap pelaku, korban pun menuruti kemauan pelaku untuk nonton bersama di bioskop.

Setelah itu, kata Bahrul, sebelum acara SeeFest 2018 pada tanggal 30 November 2018 pelaku sempat memaksa korban untuk mengirimkan foto seksi (nudes) korban kepada pelaku.

"Siangnya, korban diajak pelaku ke kosan pelaku dengan dalih supaya lebih mudah untuk persiapan ke bioskop," ujar dia.

Di kosan tersangka itulah kekerasan seksual atau pencabulan itu terjadi.

Korban sontak menolaknya, namun hal itu tetap terjadi.

Bahrul menjelaskan, korban tak melakukan perlawanan karena dalam kondisi tonic immobility, atau kondisi korban pelecehan seksual mengalami “kelumpuhan sementara” atas respons stimulasi apapun yang diterima tubuhnya.

"Setelah kejadian itu, pelaku tetap mengajak korban untuk nonton di bioskop pada sesi midnight. Saat tayangan film berlangsung pelaku meminta korban untuk menciumnya dan melakukan tindakan asusila, tapi korban menolak," jelasnya. 

Mahasiswi Telkom University Tersiksa Jadi Korban Pelecehan, Sempat Tak Bisa Kabur dari Kosan Pelaku

Setelah nonton, kata Bahrul, kondisi hujan sangat deras.

Dalam kondisi hujan yang sangat deras, pelaku tetap memaksakan untuk menerobos hujan. Keduanya pun basah kuyup.

Korban minta pulang ke asrama putri di kampus. 

"Tapi pelaku menolak dan mengatakan pelaku tidak akan melakukan apapun ke korban. Dan korban dibawa pelaku dan “hubungan” tersebut terjadi lagi," kata dia.

Menurut Bahrul, korban tidak melawan, ketakutan dan bingung harus melakukan apapun (tonic immobility). 

"Selain pemaksaan berhubungan badan terhadap korban, pelaku juga memaksa korban melakukan tindakan asusila lainnya yang menjijikan," kata dia.

Ilustrasi
Ilustrasi (web)

Bahrul memaparkan, korban di kosan pelaku sekitar satu minggu. Korban mengalami trauma ringan pasca kejadian tersebut.

"(Korban) bingung harus melakukan apa dan terpaksa mengikuti keinginan pelaku, dan terus menemani pelaku pada setiap saat keluar dari kosan," ujarnya.

Bahrul memaparkan, korban berusaha memahami kondisi dan memanipulasi perasaannya agar pelaku simpatik, dan pada suatu titik korban pergi dan tidak pernah kembali.

"Pelaku melakukan terror kepada korban sampai dengan korban melarikan diri ke tempat salah satu UKM,  pelaku berhenti melakukan teror. Pada bulan Ramadhan tahun 2019," kata dia.

Pelaku menghubungi melalui korban, kata Bahrul, dan mengirimkan hal tidak senonoh.

"Korban marah dan melaporkan kepada senior dan pelaku meminta maaf," ucapnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved