Mahasiswa ITB Meninggal

Kata Wakil Rektor ITB, Mahasiswa yang Meninggal Usai Kerjakan Skripsi 7 Hari 7 Malam, Idap Penyakit

Wakil Rektor ITB menanggapi soal kabar seorang mahasiswa meninggal setelah mengerjakan skripsi tujuh hari tujuh malam, viral di media sosial.

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Dedy Herdiana
Kolase Tribun Jabar
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi Miming Miharja memberi keterangan terkait seorang mahasiswa ITB yang dikabarkan di medua sosial meninggal dunia usai 7 hari 7 malam mengerjakan skripsi tanpa tidur. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Kabar seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung ( ITB) meninggal setelah mengerjakan skripsi tujuh hari tujuh malam, viral di media sosial.

Kabar viral itu mencuat di akun twitter @Jechiswa yang kini sudah ditutup.

‎Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni dan Komunikasi, Miming Miharja membenarkan informasi yang beredar di media sosial itu.

Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi Insititut Teknologi Bandung, Dr. Miming Miharja
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi Insititut Teknologi Bandung, Dr. Miming Miharja (jabarprov.go.id)

Mahasiswa itu bernama Jehuda Christ Wahyu.

"Betul, yang bersangkutan mahasiswa Fakultas Sekolah Ilmu dan Teknik Hayati ITB, Jurusan Rekayasa Kehutanan. Kami keluarga besar ITB turutk berduka cita,"ujar Miming saat dihubungi via ponselnya, Minggu (1/12/2019).

Ia menerangkan, pihak kampus sudah bertemu orang tua mahasiswa tersebut.

Kabar mahasiswa ITB meninggal setelah mengerjakan skripsi 7 hari 7 malam viral di media sosial.
Kabar mahasiswa ITB meninggal setelah mengerjakan skripsi 7 hari 7 malam viral di media sosial. (Istimewa via TribunStyle)

Sejumlah keterangan banyak diperoleh dari pihak keluarga almarhum, di antaranya, Jehuda menderita tumor otak.

Dalam kondisi itu, dia harus menyelesaikan tugas akhirnya, skripsi.

Mahasiswa ITB Diduga Meninggal Setelah Kerjakan Skripsi Selama 7 Hari 7 Malam

"Kata keluarga ada tumor otak, kondisinya tidak menghendaki, dan kondisinya melemah dan kebetulan sedang menyelesaikan tugas akhir ( skripsi) juga," katanya.

Menyelesaikan tugas akhir pada masa-masa akhir kuliah di ITB diakui Miming cukup berat.

Kata dia, Jehuda menargetkan lulus tepat waktu dengan nilai cukup baik.

Seorang mahasiswa ITB dikabarkan meninggal dunia usai 7 hari 7 malam mengerjakan skripsi tanpa tidur.
Seorang mahasiswa ITB dikabarkan meninggal dunia usai 7 hari 7 malam mengerjakan skripsi tanpa tidur. (Kolase Instagram @jechriswa dan Twitter @Jechriswa)

Selain itu, kata dia, Jehuda mengejar lulus di bulan tertentu.

"Memang rata-rata menuju tugas akhir agak berat bebannya dan ternyata lulus tepat waktu. Sebetulnya secara umum baik-baik saja. Cuma mungkin ada target dari almarhum sendiri, saya mau bulan tertentu, jadi dikejar targetnya,” kata dia.

Menurutnya, Jehuda sudah menyelesaikan tugas akhir dan sudah lulus. Namun sebelum diwisuda, ia meninggal.

"Sudah lulus dan siap diwisuda. Tapi keburu dirawat, tapi sudah sarjana. ‎Urusan akademik sudah selesai," katanya.

Pesan Menyayat Hati Mahasiswa ITB yang Meninggal Setelah Nonstop Kerjakan Skripsi, Hatinya Hancur

Viral Mahasiswa ITB Meninggal Setelah Nonstop Kerjakan Skripsi, Ini Efek Mematikan Kebanyakan Kerja

Akibat Terlalu Banyak Berkerja

Menurut laman Kompas.com, bekerja terlalu banyak bisa berakibat negatif pada kesehatan fisik dan mental.

Awalnya, seseorang yang terlalu banyak bekerja bakal mengalami stres kronis.

Setelah mengalami stres kronis tersebut, Anda kemudian bakal mengalami tekanan yang berlanjut pada timbulnya gejala seperti tekanan darah naik, nyeri di dada, hingga seperti sakit perut.

Tak hanya itu, stres juga dapat mengganggu tidur, dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Lama-kelamaan, akibat kurang tidur itu, Anda dapat mengalami perlambatan metabolisme tubuh, sulit berkonsentrasi, hingga meningkatkan rasa lapar.

Sementara itu, dikutip dari laman Hellosehat.com, Minggu (1/12/2019), ada dua risiko serius yang diakibatkan oleh terlalu banyak bekerja.

Dua risiko tersebut adalah serangan jantung dan stroke.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Medis Pelayanan Ritme Jantung dari Salt Lake City, Utah, Dr. John Day, dalam website pribadinya.

Dr John memaparkan dua risiko tersebut berdasarkan studi yang dipublikasikan The Lancet pada 2015.

Adapun studi itu dilakukan melibatkan 603.838 orang dari Amerika Serikat, Eropa, dan Australia.

Membutuhkan waktu kurang lebih 8,5 tahun hingga akhirnya para peneliti menemukan risiko serangan jantung meningkat 13 persen pada individu yang telah bekerja lebih dari 55 jam dalam sepekan.

Sementara itu, risiko seseorang terkena stroke meningkat 33 persen pada orang yang bekerja lebih dari 55 jam dalam sepekan.

Kemudian, risiko terkena stroke juga meningkat pada orang-orang yang bekerja sekitar 40 jam sepekan.

Lebih lanjut Dr John menjelaskan mengapa kerja lembur itu berbahaya.

Menurutnya, tingkat stres dapat meningkat lantaran jam kerja yang lama.

Stres tersebut disebutnya dapat meningkatkan risiko terkena stroke dan serangan jantung sampai 40 persen.

Lalu, bekerja berlebihan juga meningkatkan tekanan darah.

ilustrasi olahraga
ilustrasi olahraga (Pixabay)

Orang yang bekerja terlalu lama berisiko dua kali lebih tinggi tekanan darahnya meningkatkan.

Kemudian, bekerja terlalu lama juga membuat pola makan seseorang tak teratur atau kurang sehat.

Pola makan kurang teratur itu bakal berdampak lebih parah jika dibarengi dengan kurang berolahraga.

Lebih lanjut lagi, risiko diabetes dan depresi juga menghantui seseorang yang bekerja terlalu lama.

Depresi ternyata juga berkaitan dengan penyakit jantung. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved