Kisah Keluarga Terpidana Korupsi yang Rekeningnya Diblokir, Jualan Nasi Uduk, Asuransi Anak Diblokir
Rekening tabungan jadi obyek barang sitaan dalam pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Terkait hal ini
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Rekening tabungan jadi obyek barang sitaan dalam pengungkapan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Terkait hal ini Pasal 29 ayat 4 Undang-undang Pemberantasan Tipikor jadi dasar hukumnya.
Pasal itu menyebutkan, penyidik, penuntut umum atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil tindak pidana korupsi.
Tak terhitung jumlah tersangka korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), rekeningnya disita dan diblokir. Alasannya, ada uang hasil korupsi.
Merujuk pada Undang-undang Pemberantasan Tipikor, kewenangan memblokir rekening tidak hanya pada KPK namun juga penegak hukum lainnya.
Hanya saja, dalam beberapa kasus, pemblokiran rekening simpanan itu berimbas pada perekonomian keluarga dari tersangka korupsi. Terutama terkait pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Salah satunya adalah keluarga terpidana kasus gratifikasi fasilitas di Lapas Sukamiskin, Wahid Husen. Ia divonis bersalah dan dipidana 8 tahun penjara serta denda Rp 400 juta pada April 2019. Belakangan, belum lama ini, ia ditersangkakan lagi untuk kasus yang sama.
• Persib Bandung Kembali Berlatih, Kali Ini di Jalak Harupat, Persiapan Lawan PSIS Semarang
Rekening simpanan uang miliknya yang disimpan di istri masih diblokir. Sekalipun kartu ATM dan buku rekening sudah dikembalikan.
"Untuk bukti-bukti memang sudah dikembalikan lagi. Yang disita itu kan ada dua kartu ATM dan asuransi. Tapi saat saya cek mesin ATM, rekeningnya masih diblokir, jadi enggak bisa ambil uang. Padahal di rekening itu murni uang selama bapak bekerja, uang gaji," ujar Dian A (49), istri Wahid Husen saat ditemui di kediamannya belum lama ini.
Dian merupakan ibu rumah tangga dengan tiga anak. Penghasilan keluarga itu ditopang Wahid Husen, ASN Kemenkum HAM yang jabatan terakhirnya Kepala Lapas Sukamiskin pada Maret 2018.
Karena diblokir, fondasi keuangan Dian dan tiga anaknya morat marit. Dian pun banting setir jadi jualan nasi uduk. Saat mengisahkan jualan nasi itu, kedua mata Dian berkaca-kaca.
"Sekarang saya kegiatan jualan nasi uduk Jakarta, kadang jual yoghurt, mengerjakan orderan menjahit . Jualan nasi sehari 50 bungkus, dijual Rp 20 ribu ke kerabat-kerabat, saudara di kantor-kantor teman begitu. Dijualnya ada yang antar pakai motor. Sejak jam 03.00 pagi saya sudah masak," kata Dian.
• Pemotor Jatuh Lintasi Tumpahan Tanah Proyek Mall Pelayanan Publik di Kota Cimahi
Dian mengisahkan, saat tertatih-tatih karena rekening diblokir, ia memutuskan untuk mencairkan asuransi anak-anaknya yang sudah dibayar sejak 2004. Sialnya, setelah cair, uang itu justru masuk ke rekening ATM yang masih di blokir.
"Yang disita itu kan ada dua kartu ATM dan asuransi anak - anak sejak 2004. Saat bapak masih di KPK, kami sudah enggak ada uang, asuransi enggak sanggup bayar lalu kami cairkan. Uangnya ditransfer ke rekening yang disita, saat saya cek ke ATM, enggak bisa diambil karena masih diblokir," ujar Dian.
Anak laki-lakinya yang duduk di bangku SMA namun meminta identitasnya tidak disebutkan, mengaku untuk membantu ekonomi keluarga, ia yang seorang barista, berjualan kopi.