Main HP Non-Stop Sambil Tiduran di Kamarnya, Pemuda Ini Sesak Nafas dan Kegagalan Fungsi Jantung
Banyak hal yang bisa menyebabkan kecanduan ini. Mulai dari game atau hanya sekedar asyik berselancar di media sosial.
TRIBUNJABAR.ID - Efek adiktif atau candu akibat menggunakan HP memang sangat mungkin terjadi.
Buktinya saat ini banyak sekali ditemukan kasus di mana seseorang kecanduan HP dan tidak bisa lepas dari HP kesayangannya.
Banyak hal yang bisa menyebabkan kecanduan ini. Mulai dari game atau hanya sekedar asyik berselancar di media sosial.
Kasus kecanduan HP yang cukup parah baru-baru ini terjadi di Tiongkok.
Melansir World of Buzz, seorang pemuda berusia 21 tahun bernama Ah Wah di Zhejiang, Tiongkok, nyaris tewas akibat menghabiskan telalu banyak waktu bermain HP.
Pemuda ini diketahui hanya menghabiskan waktunya sehari-hari dengan bermain HP sambil tiduran di kamarnya.
Tanpa ada aktivitas berarti seperti olahraga, otomatis kondisi tubuh pemuda ini melemah.
Puncaknya adalah pada tanggal 8 September lalu, ia nyaris tewas akibat sesak nafas dan kegagalan fungsi jantung.
Beruntung teman sekamarnya dengan cepat menghubungi dokter untuk diberikan penanganan.
Kalau tidak segera ditangani, Ah Wah bisa saja tewas di kamarnya.
• Ketika Smartphone Kamu Hilang, Manfaatkan Find My Phone, Begini Cara Mengaktifkan dan Menggunakannya
Pihak dokter menyampaikan kalau kondisi yang menimpa Ah Wah ini disebabkan oleh gaya hidup Ah Wah yang buruk.
Saking cintaya dengan HP, Ah Wah hampi tidak pernah melakukan kegiatan lainnya yang bisa memberikan kebugaran pada tubuh.
Kebiasaan buruk Ah Wah yang sudah kecanduan bermain HP ini memang sangat berbahaya dan tidak layak ditiru.
Bermain HP memang punya banyak manfaat. Terutama untuk menghilangkan kebosanan dan juga mencari informasi.
Tapi penggunaan berlebihan seperti kasus di atas jelas sangat merugikan.
Kasus di atas pastinya bisa jadi pelajaran untuk Sobat Nextren semua supaya tidak terlalu bergantung dengan HP kesayangan kalian.
Apalagi sampai tidak melakukan aktivitas apa-apa seperti Ah Wah. (Nextren)
Gangguan Mental
Badan Kesehatan Dunia, WHO, resmi mengkategorikan kecanduan bermain game sebagai gangguan mental.
Keputusan WHO tersebut dituangkan dalam International Classification of Diseases edisi terbaru atau ICD-11.
Menurut WHO, gangguan bermain game dimasukkan sebagai salah satu kondisi kesehatan mental yang dapat didiagnosis secara medis.
Penetapan tersebut gangguan atau kecanduan game harus didiagnosis dengan penuh kehati-hatian.
Seseorang yang selalu bermain game tidak bisa serta merta dianggap telah kecanduan.
Gangguan ini baru terjadi ketika kebiasaan bermain game mengganggu kehidupan mereka.
Dalam ICD-11, WHO menulis bahwa gangguan bermain video game adalah “pola bermain game yang terus-terusan atau berulang” di mana orang tersebut kehilangan kontrol akan perilakunya.
Seseorang yang mengalami gangguan ini menjadikan bermain game sebagai prioritas di atas aktivitas lainnya dan terus bermain meski mengalami konsekuensi negatif semisal kerusakan hubungan dengan keluarga, hubungan sosial, pekerjaan dan lainnya.
Gejala ini harus dialami setidaknya selama setahun sebelum seseorang dapat didiagnosis mengalami gangguan bermain game; sehingga menurut Dr Shekhar Saxena yang merupakan pakar kesehatan mental untuk WHO, hanya sedikit orang yang bermain video game dapat didiganosis mengalami kecanduan.
Pro dan kontra Keputusan WHO ini jelas menimbulkan reaksi pro dan kontra dari para ahli.
Pasalnya, banyak asosiasi psikiatri, termasuk APA di Amerika Serikat, yang memutuskan untuk tidak memasukkan kecanduan game sebagai salah satu jenis gangguan mental.
Ketika memublikasikan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5) pada 2013, APA berkata bahwa tidak ada cukup bukti untuk menganggap kecanduan ini sebagai sebuah kondisi kesehatan mental yang unik.
Meski demikian, APA juga menyarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenainya.
Keputusan APA inilah yang digunakan sebagai alasan oleh Entertainment Software Association untuk memprotes keputusan WHO.
Mereka berkata bahwa keputusan WHO tidak didasari oleh bukti-bukti yang kuat dan mencukupi.
Sementara itu, beberapa pakar kesehatan lainnya bergembira akan keputusan WHO.
Dr John Jiao yang merupakan dokter pengobatan gawat darurat, misalnya, menulis di Twitter bahwa diagnosis ini sangat dibutuhkan untuk mendukung terapi kecanduan video game.
“Kalau tidak, orang yang benar-benar kecanduan game bisa mengalami masalah dalam meminta asuransi untuk membayar terapi mereka, apalagi bila mereka tidak masuk dalam diagnosis lainnya,” tulis Jiao di Twitter. (Kompas.com)