Revisi UU KPK yang Sudah Disahkan Pemerintah dan DPR Diskusikan Mahasiswa di Bandung
Diskusi yang diikuti sejumlah mahasiswa Unikom, Unpas, Unibi dan Uninus itu menghadirkan pembicara Jaja Jalaludin dan Samsul Anwar.
Penulis: Mega Nugraha | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sejumlah mahasiswa menggelar diskusi membedah sisi manfaat revisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam Sarasehan Anak Bangsa di Kota Bandung, Rabu (24/9/2019).
Diskusi yang diikuti sejumlah mahasiswa Unikom, Unpas, Unibi dan Uninus iyu menghadirkabn pembicara dari kalangan akademisi, Jaja Jalaludin dan Samsul Anwar.
Dalam diskusi itu, keduanya sepakat ada perubahan terkait Undang-undang KPK, namun itu dilihat dari segi obyektifitas kebermanfaatan revisi UU KPK. Salah satunya adalah soal peran dewan pengawas dalam penyadapan.
"Dewan pengawas itu bagus, sekelas presiden saja ada dewan pertimbangan presiden. Kemudian, pada hakikatnya, penolakan terhadap revisi UU KPK itu harus disikap secara hukum, salah satunya, jika tidak setuju, judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap aturan yang dipermasalahkan," kata Jaja.
• Demo Mahasiswa Besar-besaran, Jokowi Tetap Kekeuh Tolak Cabut UU KPK, Yasonna: Uji Materi ke MK
• Ratusan Mahasiswa Garut Gelar Aksi Demonstrasi Tolak Revisi UU KPK dan RUU KUHP
Penyadapan rekaman telpon oleh KPK untuk mengungkap perkara suap, bersinggungan dengan hak-hak sipil, sekalipun penyadapan dilakukan terkait dugaan tindak pidana korupsi.
Hanya saja, perlu ada kepastian dan jaminan hasil rekaman penyadapan KPK tidak disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu.
"Karena dalam penyadapan KPK, tidak hanya soal dugaan tindak pidananya saja yang akan tersadap. Tapi ada hal-hal pribadi, sangat personal yang akan turut disadap," ujar Syamsul Anwar.
Kemudian, diskusi itu juga membahas bahwa pengungkapan tindak pidana korupsi tidak hanya soal penyadapan yang berkaitan dengan tindak pidana suap sebagaimana diatur di Pasal 5, 11 dan 12 a hingga f.
Pengungkapan tindak pidana korupsi juga membahas soal tindak pidana korupsi dalam sejumlah proyek pemerintah, seperti yang biasanya diatur di Pasal 2 dan 3 Undang-undang Pemberantasan Tipikor.
"Pembatasan penyadapan itu tidak serta merta mengurangi substansi pemberantasan tindak pidana korupsi. Toh, KPK masih bisa mengusut korupsi proyek pemerintah, masih bisa juga mengungkap korupsi suap," ujar Dhohir, peserta diskusi.
Dhohir mengaakan, perbaikan konkrit di KPK perlu dilakukan untuk pemberantasan korupsi. Kata dia, wacana yang berkembang saat ini soal UU KPK yang baru disahkan, berkembang terlalu liar.
"Karenanya kami menolak politisasi terhadapr evisi UU KPK yang berdampak pada polarisasi sikap dan pandangan masyarakat," ujar dia.
Peserta diskusi juga menyingung soal permintaan pada presiden untuk selalu berprinsip konsisten terhadap pemberantasan korupsi.
"Kalaupun perlu presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) jika ada klausul yang melemahkan KPK," kata Rifki, peserta diskusi.
Karena isu soal UU KPK ini memanas di kalangan masyarakat, peserta diskusi juga menyuarakan soal upaya untuk tidak terprovokasi.
"Jangan terjebak dalam isu yang dipolitisasi, dan tetap menjaga kondusifitas dalam menyampaikan aspirasi sehingga apa yang dicita-citakan pemberantasan korupsi terus terjaga dan KPK bisa terus bersinergi dengan kepolisian," ujar dia.