Pelaporan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indramayu Meningkat, Ini Alasannya
Pada 2018, laporan yang diterima DP3A Kabupaten Indramayu soal kasus kekerasan terhada perempuan dan anak masih tergolong minim
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNJABAR.ID, INDRAMAYU- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Indramayu mencatat kesadaran masyarakat melapor terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Indramayu selalu meningkat setiap tahun.
Kepala Dinas DP3A Kabupaten Indramayu, Lily Ulyati, menyebutkan selama tahun 2019, sejak Januari sampai September, pihaknya sudah menerima sebanyak 31 laporan kekerasan.
"Memang ada 31 laporan kekerasan tapi untuk kasusnya ini justru menurun," ujar dia saat ditemui Tribuncirebon.com saat ditemui di Balai Desa Tanjungsari, Kecamatan Karangampel, Kabupaten Indramayu, Jumat (20/9/2019).
Disebutkan dia, kasus-kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan itu meliputi pelecehan seksual, perdagangan manusia, penelantaran, depresi, anak bermasalah hukum, dan lain sebagainya.
Pada 2018, laporan yang diterima DP3A Kabupaten Indramayu soal kasus kekerasan terhada perempuan dan anak masih tergolong minim, hanya ada 30 laporan sepanjang tahun.
• Ayo Buat KIA, Ini Keuntungan yang Bisa Didapat Sang Buah Hati, Kata Kadisdukcapil Indramayu
• TKW Indramayu Hilang Kontak 13 Tahun, Sudah Ketemu Tapi Tak Mau Pulang, Janji Kirim Uang
Hal tersebut karena masih banyak masyarakat yang enggan melapor karena merasa malu, mereka beranggapan kekerasan yang mereka alami itu adalah sebuah aib.
Meski demikian, pihaknya terus berupaya meyakinkan masyarakat agar tidak sungkan untuk melapor jika mendapat kekerasan, salah satunya dengan membentuk Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) sejak Januari 2019.
Menurut Lily Ulyati, kehadiran P2TP2A sangat membantu masyarakat untuk bisa lebih terbuka dalam mengadukan tindakan kekerasan yang mereka alami.
Ia optimistis, dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam melapor menjadi upaya preventif pemerintah untuk semakin menekan tindak kekerasan terutama terhadap perempuan dan anak.
"Masyarakat tidak perlu lagi merasa malu untuk melapor, karena kami juga akan terus melakukan pendampingan," ujar dia.
• Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Tasikmalaya Meningkat, 40 Persennya Kasus Kekerasan Seksual
• Polres Indramayu Gandeng Tokoh Agama Deklarasikan Tolak Anti Kekerasan dan Kerusuhan
Selain itu, demi terus memerangi agar tidak ada lagi tindak kekerasan terhadap anak, DP3A Indramayu juga membentuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di setiap desa.
‘’PATBM ini adalah sebuah gerakan dari jaringan atau kelompok warga pada tingkat masyarakat yang bekerja secara terkoordinasi untuk mencapai tujuan perlindungan anak," ujar dia.
Untuk memaksimalkan peran tersebut, DP3A Indramayu juga membuat surat edaran mengenai pembentukan PATBM ke seluruh desa di Kabupaten Indramayu.
Meski demikian, disampaikan Lily Ulyati, program PATBM ini belum bisa secara menyeluruh dilaksanakan di 317 desa di Kabupaten Indramayu, hingga saat ini baru ada 50 desa yang membentuk PATBM.
Hal tersebut karena terbatasnya anggaran dan SDM.
‘’Itupun yang mandiri baru ada tiga desa, yakni Desa Benda Kecamatan Karangampel, Desa Telukagung Kecamatan Indramayu, dan Desa Anjatan Baru Kecamatan Anjatan,’’ ujar dia.