Penusukan Siswi SMK Bandung
Sosok Ravindra Penusuk Siswi SMKN 1 Bandung, Awal Bertemu Pakai Masker, Tiap Hari Teringat Wajah ZPD
Perilaku pemuda bernama Ravindra Giantama (22), pelaku penusukan siswi SMKN 1 Bandung ZPD memang aneh. Dia mengaku setiap hari teringat wajah pujaan
Penulis: Daniel Andreand Damanik | Editor: Kisdiantoro
Bagian apa yang tertusuk?
Bagian kanan. Awalnya tidak terasa apa-apa dan saya tidak merasa sakit. Tiba di depan pos satpam sekolah, ada penjaga yang bilang kalau saya berdarah.
Akhirnya saya dibawa ke UKS, lalu dilarikan ke RS Bungsu.
Apa kata dokter di rumah sakit?
Katanya, bagian yang tertusuk dijahit satu jahitan. Panjang lukanya sekitar 0,7 sentimeter dan dalamnya 0,2 sentimeter. Setelah dijahit, saya langsung ke polsek memberikan keterangan.
Awalnya guru tidak mengizinkan, dan polisi juga memberikan waktu. Tapi saya yang ingin agar cepat selesai.
Pelaku sudah ditangkap, bagaimana perasaan kamu?
Saya masih takut, apalagi untuk keluar rumah.
Apa sih kegiatan kamu selain bersekolah?
Saya hobi dance Korea. Itu sejak SMK, saya ekstrakurikulernya ya dance.
Ngomong-ngomong, apa cita-citanya kamu?
Ingin menjadi ahli investigasi gitu, apa ya namanya. Pokoknya seperti detektiflah.
• Pelaku Sudah Lama Menguntit Siswi SMKN 1 Bandung Itu, Penusukan Pun Sudah Direncanakan
Suka Korea, apa sudah pernah ke Korea? Atau mau sekolah ke Korea?
Ya kalau ke Korea belum pernah, tapi ingin sekali, ingin kuliah di Korea.
Berapa bahasa asing yang dikuasai?
Bahasa Inggris dan Korea, tapi tidak lancar lah. Ini juga rencananya Kamis mau ke Kudus, perutusan sekolah untuk studi banding, tapi kondisinya belum memungkinkan.
Katanya, kamu penggemar Gubernur Ridwan Kamil. Pernah ketemu?
Beberapa kali, tapi tidak pernah salaman, berfoto, tapi saya ingin sekali. Beberapa kali bertemu, tapi malu untuk memanggil.
Pernah sewaktu kami latihan drama, Pak Gubernur lewat, dan bertanya, sedang apa kalian. Itu rasanya senang sekali.
Mau foto dan bersalaman dengan Pak Ridwan Kamil?
Mau banget, Sabtu kemarin juga ketemu di daerah Braga, tapi saya enggak berani menyapa, malu.(*)