Demo di Jayapura, Mobil Dandim Dirusak Massa, Moeldoko Sebut KKB Mulai Memprovokasi

Lebih lanjut, menurut Moeldoko, provokasi dilakukan agar aparat tersulut emosi dan melakukan tindakan tak terkontrol.

Editor: Ravianto
Kontributor Tribunnews.com/B Ambarita
Warga Papua dan Papua Barat memprotes tindakan kekerasan dan rasis terhadap mahasiswa asal Papua di Kota Suarabaya, Jawa Timur, Jumat pekan lalu. Ribuan orang berjalan dari Abepura menuju Kota Jayapura, mendatangi kantor DPR Papua, dan kantor Gubernur Senin (19/8/2019) 

TRIBUNJABAR.ID, JAYAPURA - Aksi unjuk rasa susulan menyikapi tindak rasisme yang menimpa mahasiswa Papua kembali digelar di Kota Jayapura, Kamis (29/8/2019).

Aksi ini diikuti ratusan massa gabungan dari Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura.

Ratusan massa berkumpul di kawasan Expo Waena dan Perumnas III, Distrik Heram, Kota Jayapura. Mereka berencana menuju Kantor DPR Dan Gubernur Papua.

Aksi unjuk rasa selain menyebabkan arus lalu lintas macet, dikabarkan juga menyebabkan satu personil Polisi terluka akibat terkena lemparan saat melakukan pengamanan.

Bahkan mobil Dandim 1701 Jayapura menjadi sasaran dirusak massa.

Akses jalan dari Abepura menuju Kota Jayapura ditutup karena aksi unjuk rasa.

Kendaraan yang melintas dari arah Jayapura ke Kota Jayapura terpaksa memutar arah.

Kasubag Humas Polres Jayapura Kota, Iptu Jahja Rumra saat dihubungi mengatakan, massa saat ini masih berada di lampu merah Waena, Kota Jayapura. Dia memperkirakan massa mencapai ratusan orang.

“Konsentrasi massa di Expo dan Perumnas 3, rencananya akan bertemu di titik kumpul Lampu Merah Waena,” kata dia.

Ia membenarkan informasi satu anggota polri terluka akibat terkena lemparan batu.

“Massa melempari kendaraan hingga mengenai salah satu anggota kami. Namun massa sudah bisa ditenangkan mealui koordinator lapangannnya,” Jahja.

Ada sekitar 500 aparat gabungan TNI-Polri dilibatkan dalam pengamanan aksi tersebut.

Respons Istana atas Gugurnya Prajurit TNI

Kerusuhan terjadi saat aksi unjuk rasa di Deiyai, Papua, Rabu (28/8/2019).

Moeldoko menyebut ada upaya provokasi dalam kerusuhan tersebut.

Tujuannya tak lain agar tindakan yang dilakukan tak terkontrol.

Sebanyak enam anggota TNI-Polri menjadi korban dalam insiden tersebut.

Satu di antaranya, Serda Rikson, bahkan harus gugur akibat serangan massa.

Terkait kejadian tersebut, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko mengatakan, ada upaya provokasi yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).

Menurut Moeldoko, ada ruang gerak yang ditakutkan terkait pembangunan masif di Papua.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko (Seno Tri Sulistiyono/Tribunnews.com)

"Ya memang ada. Jadi yang sering saya katakan, itu memang poros gerakan politiknya sedang masif."

"Karena yang kemarin saya juga katakan, ada ruang gerak yang sangat ditakutkan oleh kelompok bersenjata maupun poros politik dengan pembangunan yang masif di Papua," kata Moeldoko di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019), dikutip dari Kompas.com.

Namun, ia meminta kepada aparat keamanan agar tak terpancing.

Provokasi tersebut sengaja dibuat oleh KKB untuk melancarkan tujuannya.

Lebih lanjut, menurut Moeldoko, provokasi dilakukan agar aparat tersulut emosi dan melakukan tindakan tak terkontrol.

"Karena nanti kalau kita ikut larut dalam emosi itu maka langkah-langkah tindakan menjadi tidak terkontrol."

"Memang sengaja provokasi untuk itu, tujuanya apa, agar kita melakukan tindakan."

"Apalagi TNI-Polri, itu sungguh sangat diharapkan. Ada korban baru (berita) digulirkan itu," tambahnya.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengimbau masyarakat agar tak terprovokasi.

Imbauan tersebut juga disampaikan melalui tokoh masyarakat dan Pemda setempat.

Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019). (Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha)

"Terus mengimbau masyarakat melalui tokoh-tokoh masyarakat, kemudian melalui pemda setempat, untuk tidak terprovokasi terhadap pasukan-pasukan, sekelompok orang yang akan memanfaatkan situasi seperti terjadinya kericuhan, dan tindakan anarkistis lainnya," ungkap Dedi, di Hotel Mercure Ancol, Jakarta Utara, Rabu (28/8/2019).

Untuk diketahui, kerusuhan pecah setelah sekitar seribuan massa datang ke lokasi unjuk rasa.

Unjuk rasa dilakukan di halaman Kantor Bupati Deiyai.

Awalnya, ratusan orang berkumpul di halaman Bupati Deiyai terkait dengan tindakan rasisme yang dialami mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu.

Mereka juga menuntut adanya referendum.

Saat aksi hampir bisa dihentikan, tiba-tiba seribu orang datang dari berbagai penjuru.

Mereka bahkan membawa senjata tajam seperti panah dan parang, diduga juga membawa senjata api.

Hal ini kemudian pecah dan menimbulkan kontak tembak antara massa dan aparat TNI-Polri.

Massa disebut juga merampas sekitar 10 pucuk senjata api milik TNI dan menembak aparat yang tengah melakukan pengamanan.

Akibatnya, enam orang anggota TNI-Polri menjadi korban.

Lima orang anggota mengalami luka akibat terkena panah.

Sementara satu anggota TNI bernama Serda Rikson meninggal dunia.

Dua warga sipil juga menjadi korban dalam insiden tersebut.

Seorang warga mengalami luka tembak sementara satu orang lainnya terkena anak panah.

(Tribunnews.com/Miftah)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved