Atasi Lahan Kritis di Jawa Barat, Dishut Jabar Mantapkan Konsep Agroforesty
Dishut Jabar memantapkan penerapan pola agroforesty pada sejumlah lahan kritis di Jabar agar sekeligus mampu menghasilkan keuntungan bagi masyarakat.
Penulis: Muhamad Syarif Abdussalam | Editor: Dedy Herdiana
Laporan Wartawan Tribun Jabar, M Syarif Abdussalam
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat memantapkan penerapan pola agroforesty atau agroforestri pada sejumlah lahan kritis di Jabar agar sekeligus mampu menghasilkan keuntungan bagi masyarakat. Program ini akan diimplementasikan pada 2020.
Kepala Dinas Kehutanan Jabar Epi Kustiawan mengatakan saat ini terdapat sekitar 700 ribu hektare lahan kritis di Jabar. Angka tersebut berdasarkan survei Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia pada 2018.
"Dengan pola agroforestri itu, nantinya petani dapat memanfaatkan lahannya, baik itu buat pertanian misalnya untuk jamur kayu, untuk lebah madu, dan lain-lain sehingga ada penghasilan tiap bulannya. Tapi tetap saja hutannya juga ada," ujar Epi di Bandung, Rabu (7/8/2019)
Agroforestri sendiri, menurut Epi, merupakan suatu bentuk pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian. Selain itu, dapat juga dikolaborasikan dengan sektor perikanan maupun peternakan.
"Jadi kombinasi tanaman hutan dengan pertanian, atau dengan ikan dan ternak," katanya.
• Gunung Tangkuban Perahu Masih Batuk, Dinkes Siagakan Tim Medis
Dia berharap program tersebut dapat dimulai pada tahun depan. Sejauh ini, perencanaan agroforesty pada lahan kritis tersebut masih terus digodok dengan berkoodinasi bersama sejumlah Organisasi Perangkat Daerah dan juga Kamar Dagang Industri atau Kadin
Lebih lanjut, Epi mengaku, untuk mengoptimalkam program ini pihaknya akan memaksimalkan dana desa.
Terlebih pada tahun 2020 nanti Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menaikkan besaran dana bantuan keuangan desa dari sebelumnya Rp 127 juta menjadi Rp 200 juta pada 2020, agar pembangunan desa di Jabar semakin meningkat.
"Jadi lahan kritis dibiayai dengan dana desa dengan pola agroforestry nah nanti dikelola oleh Bumdes (Badan Usaha Milik Desa)," ujarnya.
• Ajang IGDS 2019, Buka Kesempatan IKM Kenalkan Produknya ke Mancanegara
Menurut dia, berdasarkan Undang Undang nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa, disebutkan dana desa salah satunya harus dialokasikan untuk lingkungan. Karena itu, pihaknya akan berupaya mewujudkan hal tersebut dengan pola agroforesty agar manfaat yang didapatkan oleh masyarkat lebih luas dan besar.
"Sehingga tidak hanya kelestarian lingkungan tetapi menghasilkan ekonomi ke depannya. Itulah kenapa kita ingin memanfaatkan Bumdes," ungkapnya.
Sesuai arahan Gubernur Jawa Ridwan Kamil, dia mengatakan untuk mendorong pembangunan tidak melulu harus ditempuh melalui sumber pendanaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Karena itu, dia ingin melibatkan sejumlah stakeholder.
"Untuk biaya pembangunan itu kan tidak hanya dari APBN dan APBD, kita ingin semua stakeholder ikut. Kita jiga ingin ada CSR (Corporate Social Responsibility) termasuk dari dana desa itu," kaganya. (Sam)
• LINK LIVE STREAMING Liga 1 PERSELA VS PERSIB dan Susunan Pemain, Agar Maung Bandung Mengaum Lagi
• Penampilan Gian Zola dan Billy Keraf Ikut Pendidikan Polisi, Beda Jauh Saat Masih di Persib Bandung
• Tiket Laga Persib Bandung vs Borneo FC Sudah Bisa Dibeli Hari Ini