Sarifah Bagdad, Orang yang Memperkenalkan Mukena pada Abad ke-14 Masehi di Cirebon
Istilah Mukena tentu sudah tidak asing bagi kaum muslim, khususnya kaum perempuan yang biasa digunakan sebagai penutup aurat
Penulis: Siti Masithoh | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Siti Masithoh
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Istilah Mukena tentu sudah tidak asing bagi kaum muslim, khususnya kaum perempuan yang biasa digunakan sebagai penutup aurat saat melaksanakan salat.
Di balik mukena, ada sejarah yang tersimpan di dalamnya. Sarifah Bagdad adalah orang pertama yang memperkenalkannya kepada kalangan perempuan pada abad ke-14 masehi di Cirebon.
Tak heran, ia tersohor dengan sebutan Nyai Mukena dari para masyarakat saat itu.
Jauh sebelum ada Sunan Gunung Djati pada abad ke-15 masehi, Nyai Mukena sudah menyebarkan syariat Islam di Cirebon.
Dia merupakan salah satu adik dari Syekh Datul Kahfi yang datang ke Cirebon untuk menyebarkan agama Islam.
Adiknya yang lain yaitu Sykeh Abdurrohman atau Pangeran Panjunan dan Syekh Abdurrohim atau Pangetan Kejaksan.
Syekh Datul Kahfi sendiri merupakan guru agama dari ibunya Sunan Gunung Djati, yaitu Nyi Mas Rarasantang.
"Saat berguru kepada beliau, Nyi Mas Rarasantang belum menikah atau masih gadis. Jadi Syekh Datul Kahfi dan Nyai Mukena ini datang jauh sebelum ada Sunan Gunung Djati ke Cirebon," kata Sekretaris Disbudparpora Kabupaten Cirebon, R Chaidir Susilaningrat kepada Tribun Jabar di kantornya, Jumat (12/7/2019).
Sebagai pengajar ilmu fikih di kalangan perempuan saat itu, Nyai Mukena memperkenalkan mukena melalui pendekatan perilaku dan budaya.
• Viral Gadis Jual Ginjal di Facebook Demi Sang Adik, Begini Cerita Mengharukannya
Dia mengajarkan terlebih dahulu bagaimana perempuan dalam Islam harus membersihkan diri setelah menstruasi maupun setelah melahirkan.
Nama lain Nyai Mukena adalah Nyai Mas Penata Gama Pesambangan. Bukit tempat dia mengajarkan ilmu dahulu saat ini dikenal sebagai Komplek Ziarah Makam Sunan Gunung Djati.
Dulunya, bukit tersebut bernama pesambangan atau amparan jati. Sehingga dikenal lah sebagai Nyai Mas Penata Gama Pesambangan.
Selain dikenalkan kepada perempuan, dia juga menjahit sendiri mukena tersebut. Dulunya, mukena hanya sepotong kain dan berwarna putih.
"Jauh sebelum ada jilbab, mukena ini dikenalkan oleh beliau. Konon mukena ini hanya dikenal di Indonesia, terlebih Cirebon merupakan pusat penyabaran agama Islam di Nusantara," kata Chaidir.
Melalui pendekatan yang terus dilakukan, masyarakat menerima ajaran fikih yang diajarkan Nyai Mukena.
"Karena para wali pun kan membawa ajaran Islam melalui pendekatan perilaku karena masyarakat Jawa saat itu sudah memiliki budaya yang tinggi. Dari situlah kenapa misalnya Sunan Gunung Djati mendirikan masjid itu tidak menggunakan Bahasa Arab," tambahnya.
• 96 Perwira Polda Jabar Dimutasi, Termasuk Kasat Lantas Polrestabes Bandung
Melalui perilaku dan budaya itu, tanpa sadat masyarakat akhirnya terbawa dalam ajaran Islam dan menerapkannya.
Makam Nyai Mukena, kata Chaidir, ada di dekat sekitar makam Sunan Gunung Djati, tepatnya di pintu kedua setelah makam utama Sunan Gunung Djati.
Seperti diketahui, makam Sunan Gunung Djati Cirebon tak pernah sepi dikunjungi peziarah dari berbagai daerah di Indonesia.
Terutama saat hari-hari besar Islam, Makam Sunan Gunung Djati akan dikunjungi ribuan peziarah.
Memasuki bagian pertama, kita akan melihat makam-makan serta dan tembok bangunan berwarna putih.
Bagian dalam kedua, kita harus melepas alas kaki dan ada banyak peziarah yang sedang berdoa.
Sebagian lagi ada yang sedang berwudhu dari ari yang ada di kompleks makam.
Para peziarah yang sedang berdoa, berada tepat di depan pintu pertama memasuki Makam Komplek Sunan Gunung Djati.
Namun, ada pintu dari samping yang tidak bisa dimasuki sembarangan orang. Hanya orang-orang tertentu yang dapat memasuki makam utama Sunan Gunung Djati.
• Setelah OTT Gubernur Kepri, KPK Geledah Rumah Mantan Pejabat Pemprov Jatim
Memasuki makam utamanya, para peziarah harus mengenakan peci dan dilarang membawa kamera.
Peziarah perempuan yang sedang menstruasi, di larang masuk ke makam utama karena makam tersebut dianggap kawasan yang suci.
Sebelum ke makam utama, kita akan melewati makam-makam lainnya. Ada sekitar tiga tangga untuk menuju makam utama tersebut. Temboknya dari bata yang tersusun rapi dan berwarna merah bata.
Di sana ada pintu untuk memasuki makam utama Sunan Gunung Djati. Setiap orang yang berkesempatan masuk ke dalamnya, dilarang membawa kamera dan memotret makam beliau.
Hal itu bertujuan agar tidak dijadikan penyembahan oleh masyarakat.