Pilpres 2019

Refly Harun Blak-blakan, Ungkap 'Kabar Buruk' Bagi Kubu Prabowo-Sandi dalam Sidang MK, Ini Katanya

Refly Harun mengungkapkan 'bad news atau 'kabar buruk' untuk pemohon atau dalam hal ini kubu BPN Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa Pilpres 2019.

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
ferdinand waskita/tribunnews.com
Refly Harun 

TRIBUNJABAR.ID - Pakar hukum tata negara Refly Harun mengungkapkan 'bad news atau 'kabar buruk' untuk pemohon atau dalam hal ini kubu BPN Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa Pilpres 2019.

Menurutnya, kabar buruk ini didasari dari indikasi musyawarah yang tak terlalu panjang yang terjadi di Mahkamah Konstitusi setelah sidang sengketa Pilpres 2019 selesai.

Indikasi itu, menurut Refly Harun, dapat disimpulkan dari pengumuman jadwal pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 yang dipercepat.

Dia mengatakan, artinya putusan di Mahkamah Konstitusi sudah selesai pada hari Senin (24/6/2019).

"Hari ini kita berdebat untuk sesuatu hal yang sudah diputuskan MK, jadi good news-nya adalah apapun yang kita bicarakan malam ini tidak akan mengubah apapun putusan MK. Sudah selesai. Selesainya itu hari Senin kemarin, karena kemudian sorenya dikatakan putusan dimajukan satu hari lebih cepat."

"Itu indikasi kalau lihat pengalaman di MK tidak terlalu panjang musyawarahnya. Kalau ini bagi pemohon saya kira bad news. Ya saya kira bad news. Maka saya bilang, apapun yang kita bicarakan hari ini tidak akan mengubah putusan MK," ujar Refly Harun dalam tayangan Mata Najwa edisi Rabu (26/6/2019), dilansir TribunJabar.id pada Kamis (27/6/2019).

Kubu Jokowi Optimis di Sidang Putusan MK, Sebut Permohonan Prabowo - Sandiaga Bisa Mudah Ditolak

Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam sidang sengketa Pilpres 2019, pihak yang paling 'enak' memang adalah pihak terkait (TKN Jokowi-Maruf Amin).

Pasalnya, kata dia, pihak terkait tinggal menyesuaikan dengan 'serangan' dari pemohon.

Sedangkan, pihak yang 'tidak terlalu enak' adalah termohon karena biasanya dipaksa membuktikan alat-alat bukti yang tidak masuk akal.

"Yang paling sulit adalah pemohon, karena pemohon ingin mendalilkan sesuatu hal yang besar, satu, hal yang sifatnya kuantitatif, dia mengatakan menang 52 persen, kira-kira angka itu muncul enggak sampai akhir persidangan. Mungkin (kalau) paradigmanya hitung-hitungan, saya bilang the game is over," ujarnya.

Kemudian, jika berbicara kecurangan terstruktur sistematis dan masif atau TSM, maka akan sangat berat juga membuktikannya.

Kuasa hukum kubu 01 dan 02, KPU RI hingga Bawaslu berfoto bersama usai berakhirnya sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Jumat (21/6/2019).
Kuasa hukum kubu 01 dan 02, KPU RI hingga Bawaslu berfoto bersama usai berakhirnya sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat pada Jumat (21/6/2019). (Tribunnews.com/Rizal Bomantama)

Beratnya, kata Refly Harun, pemohon harus bisa meyakinkan hakim bahwa dalam Pilpres 2019 sudah terjadi kecurangan secara TSM.

"Dengan dalil lima yang kualitatif, misalnya keterlibatan polisi dan intelijen, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, penggunaan APBN, restriksi media, dan diskriminasi dalam penegakkan hukum, kira-kira sampai akhir sidang apakah terbukti secara sah dan meyakinkan bisa meyakinkan hakim bahwa itu sudah terjadi secara TSM dan mempengaruhi suara?" ujar Refly Harun.

Ia mengatakan, harapan kubu Prabowo-Sandi bisa menang jika seandainya hakim MK bergerak pada paradigma ketiga.

"Yaitu paradigma pemilu yang jurdil, yang namanya sengketa seperti ini harus ada lapangan pertandingan yang sama. Kalau misalnya pemohon bisa membuktikan hal-hal fundamental merusak sendi-sendi pemilu yang jurdil (kemungkinan harapan menang masih ada)," ujar Refly Harun.

LIVE STREAMING Sidang Putusan Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi atau MK, Tonton via HP

Dipercepat

Perlu diketahui, jadwal pelaksanaan pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi dipercepat.

Semula, sidang pleno pengucapan putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi akan digelar pada Jumat (28/6/2019).

Kini, sidang pengucapan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi akan digelar pada Kamis (27/6/2019).

Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono mengatakan, keputusan itu diambil berdasarkan rapat permusyawaratan hakim atau RPH.

"Sidang pleno pengucapan putusan akan digelar pada Kamis, 27 Juni 2019 mulai pukul 12.30 WIB," kata Fajar Laksono ketika dihubungi Kompas.com, Senin (24/6/2019).

Lebih lanjut ia menjelaskan, pihaknya sudah menyampaikan surat panggilan sidang untuk pihak-pihak yang berperkara.

Dalam hal ini, mereka adalah pemohon atau paslon nomor urut 02 Prabowo - Sandiaga Uno.

Kemudian, ada pula pihak termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum.

Lalu, pihak terkait yaitu paslon nomor urut 01, Jokowi - Maruf Amin, serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Ketua Tim Hukum Prabowo - Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto atau akrab disapa BW mengaku tak mempermasalahkan keputusan percepatan putusan sidang sengketa Pilpres 2019 tersebut.

Ia pun yakin pendukung Prabowo - Sandiaga Uno tak mempermasalahkan hal itu.

"Itu kan menjadi kewenangan MK, so what?" kata Bambang di Media Center Prabowo - Sandiaga Uno, di Jakarta, Senin (24/6/2019).

Klik Link Live Streaming Kompas TV Sidang Putusan MK, Bisa Dipakai di HP, Laptop dan Tablet

Lebih jauh Bambang mengatakan, jika dibaca baik-baik, memang tanggal 28 Juni adalah jadwal selambat-lambatnya.

Jadi, menurut dia, percepatan sidang putusan sengketa Pilpres 2019 itu tak melanggar aturan.

"Jadi bukan harus tanggal 28 kalau baca baik-baik. Tanggal 27 kan masih selambat-lambatnya kan," kata dia.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah selesai menggelar sidang pemeriksaan sengketa Pilpres 2019.

Sidang yang digelar sebanyak lima kali itu beragendakan pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, saksi termohon, serta pihak terkait.

Kini, hakim konstitusi sedang menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk mengambil keputusan atas gugatan Pilpres.

Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman mengatakan, hakim Mahkamah Konstitusi tak akan bisa dintervensi.

Ia mengatakan, hakim Mahkamah Konstitusi tak tunduk dan tak takut kepada siapapun.

"Kami hanya tunduk kepada konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan konstitusi, sesuai dengan sumpah kami," ujarnya saat pelaksanaan sidang sengketa Pilpres 2019.

Peluang Menang

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Feri Amsari memprediksi, kecil kemungkinan kubu BPN Prabowo - Sandiaga Uno menangkan gugatan sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konsitusi.

Menurutnya, alat bukti yang ditunjukkan oleh tim hukum kubu BPN Prabowo - Sandiaga Uno tak kuat.

"Saya selalu melihat perkara perselisihan ini dari alat bukti yang ditampilkan. Nah, sejauh ini alat bukti yang ditampilkan tidak memperlihatkan alat bukti yang kuat," ujar Feri Amsari dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019), dilansir dari Kompas.com.

Misalnya, menurut Feri, saat tim hukum Prabowo - Sandiaga Uno mencoba untuk membuktikan tudingan penyelewengan dalam perolehan suara.

Ia menilai, tim hukum Prabowo - Sandiaga Uno belum memperlihatkan bukti yang kuat.

Tim hukum Prabowo - Sandiaga Uno justru malah menarik bukti formulir C1 yang sempat diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

"Ini kan permasalahannya, terlepas dari ada persangkaan-persangkaan ya. Karena hukum bukan persangkaan. Kalau saya lihat ini karena kegagalan pihak pemohon melakukan pembuktian. Bukan tidak mungkin akan ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima," ujarnya.

Ketua Kode Inisiatif, Veri Junaidi juga menilai dalil kubu Prabowo - Sandiaga Uno soal kecurangan TSM atau terstruktur, sistematis, dan masif belum punya cukup bukti.

Pakar Nilai Tim Kuasa Hukum 02 Diperlakukan Secara Terhormat selama Sidang Sengketa Pilpres 2019

Misalnya, mengenai tudingan kubu Prabowo - Sandiaga Uno soal dukungan dari kepala daerah ke Jokowi-Maruf Amin.

"Kalau kemudian ada pernyataan dukungan oleh kepala daerah, misalnya disebut-debut di Jateng. Disebutkan beliau mendukung salah satu paslon. Pertanyaannya apakah setelah itu Pak Ganjar (Pranowo) ada perintah ke jajaran SKPD untuk mendukung salah satu paslon?" tutur Veri dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).

"Ketika ada instruksi itu, apakah mereka melakukan agenda-agenda pemenangan. Ketika ada agenda-agenda itu dan dijalankan, apakah masifnya itu mempengaruhi hasil?" tambah Veri.

Dalil-dalil itu, menurutnya, harus bisa menunjukkan hal-hal yang ditudingkan.

Dalil itu misalnya harus menunjukkan soal instruksi terkait untuk memenangkan salah satu pasangan calon, adanya tindakan lanjutan dari instruksi tersebut, serta adanya perolehan suara masif dari instruksi yang diberikan.

"Kalau membaca dalil pemohon, kalau membaca dari proses persidangan, saya tidak cukup meyakini adanya bukti yang sangat kuat terjadinya pelanggaran yang TSM," katanya dilansir dari Tribunnews.com.

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved