Profil
Profil Enny Nurbaningsih, Perempuan Hakim MK Satu-satunya, 'Srikandi' Hukum yang Tak Bisa Diremehkan
Enny Nurbaningsih, satu-satunya perempuan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK). Enny Nurbaningsih dilantik menjadi hakim MK pada 13 Agustus 2018.
Penulis: Widia Lestari | Editor: Yongky Yulius
TRIBUNJABAR.ID - Di antara sembilan hakim konstitusi atau hakim MK, ada seorang perempuan yang mencuri perhatian.
Ia adalah Enny Nurbaningsih, satu-satunya perempuan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK).
Enny Nurbaningsih dilantik menjadi hakim MK pada 13 Agustus 2018.
Perempuan kelahiran 27 Juni 1962 ini dipilih sebagai hakim MK secara langsung oleh Presiden Jokowi.
Untuk bisa duduk di level hakim konstitusi, perjuangan Enny Nurbaningsih tentu tak mudah.
Profesor hukum ini mulanya tak berencana menaikan level kariernya ke Mahkamah Konstitusi.
Melansir dari laman resmi Mahkamah Konstitusi RI, Enndy Nurbaningsih mendaftarkan diri menjadi hakim MK berkat dorongan dari teman-temannya.
Ia mencari peluang menjadi 'Srikandi' hukum perempuan yang bisa duduk menjadi hakim konstitusi.
• Dicecar Habis-habisan, Saksi Tim Prabowo Kebelet Pipis, Ekspresi Tak Tahannya Buat Hakim MK Terkekeh
“Waktu itu karena dibuka peluang untuk keterwakilan perempuan, banyak teman-teman yang mendorong saya mendaftar. Jadi, saya mencobanya,” ujar Enny Nurbaningsih.
Sebelumnya, Enny Nurbaningsih menjabat sebagai kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Ia menyadari, antara pekerjaannya sekarang dan sebelumnya sangat beda jauh.
Sebagai kepala BPHN, ia dituntut untuk berinteraksi.
Sementara kini, sebagai hakim MK interaksinya pun terbatas.
Ia tak boleh berinteraksi dengan orang yang berperkara.

Oleh karena itu, ruang komunikasi Enny Nurbaningsih pun semakin sempit.
"Seorang hakim konstitusi tidak boleh berinteraksi dengan orang yang berperkara."
• Video Detik-detik Hakim MK Ancam Usir Bambang Widjojanto
"Semakin banyak orang sekelilingnya yang berperkara di MK berarti mempersempit ruang hakim untuk banyak berhubungan," katanya.
Untuk menjaga independensi dan integritasnya, Enny Nurbaningsih pun bekerja dalam 'kesunyian'.
Ia mengaku, hakim MK hanya berbicara melalui putusan.
“Menjadi hakim konstitusi itu ibaratnya saya berada dalam silent position."
"Hakim konstitusi merupakan satu jabatan yang tidak banyak berbicara keluar dan cukup berbicara lewat putusan, maka ia tidak boleh terpengaruh dan dipengaruhi siapapun,” ujarnya.
Baginya, menjadi hakim MK itu memiliki tantangan berat.
Ia harus bisa menempatkan diri agar bisa terhindar dari konflik kepentingan.
Jejak Enny Nurbaningsih di dunia hukum memang tak bisa diremehkan.

Ia adalah guru besar Ilmu Hukum di perguruan tinggi ternama di Indonesia, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Ia memang mengenyam pendidikan hukum di kampus tempatnya mengajar.
• Ada Saksi Pakai Kacamata Hitam, Hakim MK Sempat Bergurau, Malam Begini Masih Pakai Kacamata Hitam
Sejak awal, Enny Nurbaningsih memang bercita-cita sebagai guru.
Setelah lulus sarjana hukum, ia pun melanjutkan studinya, sekaligus menjadi dosen.
Saat menjadi dosen di kampus almamaternya, Enny Nurbaningsih mendirikan organisasi di bidang hukum, Parliant Watch.
Organisasi itu bergerak di bidang yang ditekuninya, yakni hukum tata negara.
Tak sendiri, Enny rupanya mendirikan organisasi tersebut temannya yang juga pakar hukum tata negara.
Ia adalah mantan Ketua MK Mahfud MD.
“Pada masa reformasi itu, melalui diskusi-diskusi, kala itu kami merasa dibutuhkan organisasi yang berfungsi sebagai watch dog parlemen,” katanya.
Kemudian, kariernya pun semakin moncer dan tepercaya berkat pendalaman ilmu hukum perundang-undangan dan konstitusi.
Ia bahkan terlibat dalam penataan regulasi di Indonesia.
Mulai dari tingkat daerah hingga nasional.
Sejak saat itu, ia kerap menjadi narasumber sebagai staf ahli.
Dari situ pula, keahliannya di bidang hukum kemudian mengantarnya duduk sebagai kepala BPHN.