Ratna Sarumpaet Mengaku Bohong

Penasihat Hukum Ratna Sarumpaet Sebut Tuntutan JPU Lebih Berat dari Hukuman untuk Koruptor

Apalagi, kata dia, mengingat usia Ratna Sarumpaet yang akan berusia 70 tahun pada 16 Juli mendatang.

Editor: Ravianto
KOMPAS.com / Walda Marison
Terdakwa kasus penyebaran berita bohong Ratna Sarumpaet membacakan Pledoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Tim penasihat hukum terdakwa Ratna Sarumpaet keberatan terhadap tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) kepada kliennya.

Ratna dituntut enam tahun penjara karena dianggap memenuhi unsur menyebarkan hoaks yang mengakibatkan keonaran seperti diatur di Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana.

MN. Insank Nasruddin, anggota tim penasihat hukum Ratna Sarumpaet, menilai tuntutan yang dilayangkan JPU itu lebih berat daripada hukuman kepada koruptor.

Apalagi, kata dia, mengingat usia Ratna Sarumpaet yang akan berusia 70 tahun pada 16 Juli mendatang.

Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).
Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019). (TRIBUNNEWS/VINCENTIUS JYESTHA)

"Di usia ke-70 tahun ini terdakwa masih diharuskan menghadapi tuntutan hukum yang sangat berat bahkan lebih berat dari tuntutan seorang pelaku korupsi. Hanya karena cerita penganiayaan dan pengiriman foto dengan wajah lebam yang disampaikan ke beberapa orang ternyata adalah tidak benar," kata Insank, saat memberikan jawaban atau duplik untuk menanggapi replik yang dibacakan JPU di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/6/2019).

Dia menjelaskan, di persidangan itu terungkap fakta, terdakwa menceritakan peristiwa penganiayaan dirinya bukan kepada publik melainkan hanya kepada keluarga dan tema-temannya dengan maksud untuk menutupi rasa malu dan bukan bertujuan supaya terjadi kerusuhan atau keonaran di kalangan rakyat.

Menurut dia, telah menjadi fakta persidangan juga tidak ada keonaran akibat dari cerita penganiayaan terhadap terdakwa, sehingga pada persidangan ini tidak terbukti terdakwa telah melanggar pasal XIV ayat (1) Undang – Undang Nomor 1 tahun 1946.

"Karena tidak ada satupun dari perbuatan terdakwa yang memenuhi unsur-unsur delik dari pasal tersebut, yakni dengan menyiarkan berita / pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata dia.

Dia menegaskan, tak ada kesinambungan secara hukum atau dapat disebut juga hal yang irasional antara tuntutan enam tahun penjara dengan perbuatan terdakwa yang sebetulnya bukan sebuah perbuatan pidana.

Sehingga, kata dia, patut diduga kasus ini cenderung dipaksakan sebagai upaya untuk membungkam seorang Ratna Sarumapet yang selalu kritis kepada pemerintah sebagai seorang aktivis demokrasi.

"Hal ini dibuktikan dengan pasal yang digunakan adalah pasal yang seharusnya dipakai dalam keadaan genting/tidak normal yang tercatat dalam sejarah tidak pernah diterapkan sejak indonesia merdeka, sehingga dapat dikategorikan sebagai pasal basi yang dalam hukum pidana disebut desuetudo atau nonusus," tambahnya.

Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet didakwa oleh JPU telah membuat kegaduhan akibat menyebarkan berita bohong yang menyatakan bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang.

Akibat perbuatannya, Ratna didakwa dengan satu dakwaan yakni didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Pengacara Yakin Ratna Divonis Bebas

meyakini majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bakal menjatuhkan vonis bebas terhadap kliennya.

Dirinya beralasan seluruh fakta yang diungkap di persidangan tidak membuktikan kliennya bersalah dengan menyebarkan informasi hoaks tentang penganiayaan dirinya.

"Iya. Artinya kalau kami menilai berdasarkan fakta di pengadilan, ya tidak ada alasan. Ibu Ratna harus dilepaskan dari segala tuntutan," ujar Insank saat dikonfirmasi, Kamis (20/6/2019).

Insank menilai tidak ada alasan bagi majelis hakim untuk memvonis Ratna bersalah.

Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019).
Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Kamis (9/5/2019). (Tribunnews.com/ Vincentius Jyestha)

Menurutnya, hoaks yang disebarkan oleh Ratna tidak berujung pada keonaran atau kegaduhan.

Dirinya menyebut demonstrasi serta silang pendapat di media sosial tidak bisa menjadi tolak ukur telah terjadi kegaduhan.

"Karena berbahaya sekali manakala ibu Ratna dipidana. Karena rujukannya adalah demontrasi keonaran, di medsos silang pendapat dikatakan keonaran," tutur Insank.

Seperti diketahui, terdakwa penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, telah membacakan pledoi pribadinya kepada Majelis Hakim serta Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada Selasa (18/6/2019).

Tangisan Ratna saat Bacakan Pledoi

Terdakwa penyebaran berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, meminta dibebaskan kepada Majelis Hakim dari segala tuntutan yang menjeratnya seraya menangis, Selasa (18/6/2019).

Pasalnya, ia menilai tidak menyebarkan berita bohong penganiayaan di medsos dan hanya kepada orang dekatnya. Sehingga baginya tuntutan jaksa tidaklah tepat dalam kasus ini.

"Apakah perbuatan saya menyampaikan kebohongan kepada 7 orang melalui WhatsApp akun pribadi tersebut dapat disebut sebagai perbuatan menyiarkan atau menyampaikan pemberitahuan bohong?" ujar Ratna, saat membacakan pledoi, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019). 

"Apakah akibat dari perbuatan saya tersebut telah terjadi keonaran sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum?" imbuhnya. 

Ibunda Atiqah Hasiholan itu kemudian meminta agar Majelis Hakim membebaskannya. Dengan alasan, kata dia, lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah.

Selain itu, ia juga menyebut usianya akan menginjak 70 tahun pada bulan Juli yang akan datang. Sehingga dirinya meminta untuk dikembalikan kepada pelukan anak-anaknya. 

Tatkala meminta untuk dikembalikan kepada keluarganya, isak tangis Ratna kembali pecah dan suaranya kembali bergetar memenuhi ruangan sidang utama. 

"Sebagian besar kehidupan saya berada di sekitar anak-anak saya. Mohon kembalikan saya kepada mereka. Mohon kembalikan saya ke pelukan anak-anak saya," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, terdakwa penyebar berita bohong atau hoaks, Ratna Sarumpaet, bakal membacakan nota pembelaan atau pledoi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Selasa, (18/6/2019).

Pengacaranya telah menyiapkan pembelaan setebal 108 halaman dari sisi yuridis.

"Kami sudah siap menyatakan pleidoi. Ada 108 halaman pledoinya," ujar Kuasa Hukum Ratna Sarumpaet, Desmihardi di Polda Metro Jaya, Senin (17/6/2019).

Ratna Sarumpaet juga akan membacakan pledoi. Namun pledoi Ratna akan menyampaikan pembelaan dari sisi kemanusiaan.

"Rencana juga nanti disamping pelidoi dari kita akan ada pleidoi dari Bu Ratna," tutur Desmihardi.

Desmihardi mengatakan pihaknya akan menerangkan bahwa kebohongan yang dibuat oleh Ratna tidak ada unsur yang menimbulkan keonaran. Pihaknya ingin mematahkan pernyataan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan Ratna telah membuat keonaran atas perbuatan penyebaran berita bohong.

Desmihardi mengatakan, soal keonaran itu akan menjadi poin utama pembelaan. Dirinya menilai sangkaan keonaran tidak pernah terbukti dalam persidangan.

"Kami menyimpulkan memang tidak ada keonaran. Hal-hal itu yang akan dicantumkan dalam pleidoi," pungkas Desmihardi.

Seperti diketahui, Ratna Sarumpaet didakwa oleh JPU telah membuat kegaduhan akibat menyebarkan berita bohong yang menyatakan bahwa dirinya dianiaya sekelompok orang.

Akibat perbuatannya, Ratna didakwa dengan satu dakwaan yakni didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Thn 1946 ttg Peraturan Hukum Pidana atau dakwaan kedua pasal 28 ayat (2) jo 45A ayat (2) UU No 19 Thn 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Thn 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved