Sains

Sejarah Penemuan Black Hole, dari Ide di Abad 18 yang Tak Diperhatikan, Kini Populer Berkat Fotonya

Sejarah penemuan black hole. Dari abad ke-18 yang digagas oleh John Michell, sekarang semakin populer berkat fotonya.

Penulis: Yongky Yulius | Editor: Fidya Alifa Puspafirdausi
Kolase Tribun Jabar (EHT via Kompas.com dan EcuRed)
Foto black hole dan John Michell 

JAGAT media sosial diramaikan dengan publikasi foto black hole atau lubang hitam untuk pertama kalinya.

Ya, benda yang disebut-sebut begitu besar dan menjadi misteri di alam semesta kita, black hole atau lubang hitam, akhirnya potretnya berhasil diabadikan.

Berkat pengabadian black hole atau lubang hitam melalui foto itu, sejarah pun tercipta.

Nah, untuk lebih memahami lagi mengenai black hole atau lubang hitam, berikut adalah sejarah penemuannya, dilansir dari berbagai sumber, Kamis (11/4/2019).

Adalah John Michell dan Pierre-Simon Laplace yang pertama kali mengagas adanya black hole di alam semesta, termasuk galaksi kita.

Foto Pertama Black Hole atau Lubang Hitam yang Bisa Ditangkap Kamera Manusia

Menurut Kompas.com, pertama kali, sang filsuf dan pionir astronomi itu menggagas soal black hole sekitar abad ke-18.

Saat itu, sekitar tahun 1783, Michell mendapatkan gagasan soal black hole saat sedang mempertimbangkan metode hipotesis untuk menentukan massa bintang.

Sebelumnya, teori Newton menyatakan bahwa cahaya terdiri dari partikel material kecil.

Michell setuju dengan teori Newton tersebut.

Partikel seperti itu yang muncul di permukaan bintang, menurutnya, akan memiliki kecepatan yang dikurangi oleh tarikan gravitasi bintang.

Twitter NASA Diserbu Fans Avengers, Minta Badan Antariksa AS Selamatkan Tony Stark di Luar Angkasa

Michell mengibaratkan hal tersebut sebagai proyektil yang ditembakkan ke atas dari Bumi.

Jadi, Michell berpikir, mungkin untuk menghitung massa bintang adalah dengan cara mengukur pengurangan kecepatan cahaya dari bintang.

Ternyata teorinya salah.

Kendati demikian, Michell membayangkan kasus ekstrem di mana gravitasi bintang begitu kuat sampai cahaya pun tidak bisa lepas.

Bintang itu tidak akan terlihat oleh semua pengamat dari luar lantaran cahaya tidak bisa lepas dari bintang, begitu menurut Gizmodo.

Planet Jupiter akan Berbalik Arah pada April Ini, Apakah Berdampak ke Bumi? Ini Penjelasannya

Bintang yang tak terlihat itu disebut Michell sebagai "bintang gelap" atau kita kenal sebagai black hole.

Ide Michell seperti lahir di zaman yang tak sesuai sehingga tidak mendapatkan perhatian.

Hingga puluhan hingga ratusan tahun kemudian, ide tentang black hole ini kembali mengemuka lantaran Einstein menerbitkan teorinya tentang relativitas umum.

Secara umum, gravitasi adalah gaya tarik-menarik yang terjadi antara semua partikel yang mempunyai massa di alam semesta.

Menurut laman Langit Selatan, dalam teori relativitas umum itu, gaya gravitasi merupakan sifat yang muncul dari setiap objek bermassa.

Malam Ini Ada Fenomena Supermoon Berbarengan dengan Gerhana Bulan, Ini Waktu Terbaik Melihatnya

Gravitasi, menurut teori klasik, justru menjadi bagian dari ruang-waktu.

Di sini, ruang-waktu maksudnya adalah kesatuan ruang berdimensi tiga, dengan waktu.

Keberadaan massa, di dalam ruang-waktu ini, akan melengkungkan ruang-waktu.

Akhirnya objek-objek di sekitar massa tersebut akan bergerak mengikuti kelengkungan ruang-waktu tersebut.

Ide mengenai black hole ini sendiri, menurut laman infoastronomy.org, dikembangkan juga oleh astronom Jerman bernama Karl Schawrzschild pada tahun 1916.

Dalam mengembangkan gagasan mengenai black hole ini, Karl berdasarkan pada teori Einstein.

7 Wilayah Indonesia Masuk Peringatan Dini BMKG, akan Tedampak Gerhana Bulan dan Supermoon

Lambat laun, black hole ini semakin populer.

Stephen William Hawking pun merupakan salah satu ilmuwan yang turut mempopulerkan ide atau teori mengenai black hole ini.

Pada tahun 1967, John Archibald Wheeler lah yang memberikan nama black hole.

Masih menurut laman infoastronomy.org, para astronom awalnya mempelajari dan mengidentifikasi black hole melalui materi yang tertarik atau tersedot ke arahnya.

Melalui observasi yang sangat hati-hati, astronom memperkirakan di angkasa ini dihiasi oleh jutaan lubang hitam atau black hole.

Di era modern ini, banyak astronom yang percaya bahwa hampir semua galaksi di alam semesta mengelilingi black hole pada pusat galaksi.

Hari Ini Badai Matahari Diprediksi Terjang Bumi, Disebut Dampaknya Ganggu GPS, Begini Kata LAPAN

Lantas, bagaimana black hole terbentuk?

Lubang hitam atau black hole, tercipta saat kekuatan gaya gravitasi melebihi kekuatan suatu objek di luar angkasa, begitu menurut laman infoastronomy.org.

Kendati demikian, tak semua objek menjadi black hole, misalnya bumi atau matahari.

Pasalnya, kekuatan atom dan nuklir dalam objek tersebut lebih kuat ketimbang tekanan gravitasinya.

Sebaliknya, gravitasi akan menang jika objek memiliki massa yang sangat besar.

Nah, massa black hole akan terus semakin besar ketika semakin banyak pula materi di dekatnya yang terhisap.

Jika melintas terlalu dekat, semua materi pasti akan terhisap dan tak bisa lari.

Badai Matahari Diprediksi akan Terjang Bumi pada 15 Maret, Apa Saja Dampak yang Mungkin Ditimbulkan?

Jadi, black hole sebenarnya hanya bisa menarik materi yang sangat dekat dengannya.

Jarak terjauh materi yang bisa dihisap black hole adalah 10 mil.

Selain dengan cara menghisap materi, massa black hole juga bisa bertambah ketika bertubrukan dengan black hole lainnya, sehingga menghasilkan black hole yang lebih besar.

Beruntung, saat ini kita bisa melihat potret black hole.

Temuan foto black hole ini disebut-sebut berkaitan dengan misteri terbentuknya alam semesta.

Menurut Kompas.com, gambar black hole yang dapat dipotret itu berada di galaksi M87, berjarak 500 triliun kilometer dari Bumi.

Adalah perangkat teleskop bernama Event Horizon Telescope (EHT) berjumlah delapan yang ditempatkan di sejumlah wilayah di dunia yang berjasa mengabadikannya.

Tak hanya itu proyek penelitan yang direkturnya adalah Sheperd S Doeleman dari Center for Astrophysics, Harvard Smithsonian ini juga melibatkan 200 ilmuwan dan memakan waktu sekitar dua tahun.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved