Ahmad Heryawan dan Neneng Hasanah Yasin Bahas Proyek Meikarta di Rusia, Begini Pembicaraannya

Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menanyakan itu kepada Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan pada September 2017

Penulis: Mega Nugraha | Editor: Ichsan
Tribun Jabar/Mega Nugraha
Mantan Dirjen Otda Soni Soemarsono, mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan dan mantan wakil guberur Jabar Deddy Mizwar hadir sebagai saksi di persidangan kasus suap perizinan Meikarta yang digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (20/3/2019). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha

TRIBUNJABAR.ID,BANDUNG - Berawal dari pertanyaan perlukah proyek Meikarta membutuhkan rekomendasi dari Pemprov Jabar di sebuah hotel di Moskow, Rusia, Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin menanyakan itu kepada Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan pada September 2017. Saat itu keduanya memenuhi undangan Menteri Perdagangan RI di Rusia, di acara Indonesia Weeks.

Pembahasan rekomendasi itu tidak lepas dari Perda Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jabar‎. Perda itu mensyaratkan, setiap pembangunan kawasan metropolitan, perlu rekomendasi Pemprov Jabar. Tolak ukur kawasan metropolitan dihuni 1 juta penduduk.

"Saat itu di sebuah hotel di Rusia, sarapan pagi, saya berbincang panjang dengan Bu Neneng. Intinya perbincangannya, perlukah Meikarta mendapat rekomendasi dari Pemprov Jabar," ujar Ahmad Heryawan alias Aher di persidangan kasus suap proyek Meikarta di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (20/3/2019).

Pertemuan pada September 2017 itu, setelah Neneng mengeluarkan IPPT untuk Meikarta seluas 84,6 hektare dari pengajuan 143 hektare pada 12 Mei 2017. Meikarta akan menggunakan lahan seluas 438 hektare dan dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama, diajukan 143 hektare.

Saat itu, kata Aher sapaan akrab Ahmad Heryawan, ia tidak menjawab pertanyaan Neneng dengan jawaban pasti.

"Saat itu saya katakan, perlu atau tidaknya rekomendasi, selesaikan pekerjaan kita masing-masing," ujar Ahmad Heryawan.

Majelis hakim mempertegas kembali pertanyaan soal perlukah rekomendasi dari Pemprov Jabar. ‎"Saya tidak pernah menyampaikannya (perlu atau tidaknya rekomendasi) karena itu semata-mata tuntutan dari Perda Nomor 12 Tahun 2014 itu," katanya.

Lalu, perlukah rekomendasi? Dirjen Otda Kemendagri Soni Soemarsono yang juga jadi saksi di sidang sempat memb‎ahasnya dengan Neneng.

Satpol PP Gerebek Peternakan Domba Ilegal di Cianjur, Ada Tiga Pekerja Tak Bisa Berbahasa Indonesia

"Dalam diskusi membahas soal rekomendasi apakah diperlukan, Ibu Neneng menanyakan di daerah lain, pengajuan (IPPT denga 84,6 hektare) dengan luas yang sama tidak perlu rekomendasi. Pertanyaanya kenapa Meikarta perlu rekomendasi, hanya diskusi," kata Soni.

Majelis hakim, Judijanto Hadilesmana meminta Soni menjawab pokok pertanyaan. "Menurut ‎terdakwa Neneng Hasanah Yasin kan tidak perlu rekomendasi, apa benar begitu? ujar Judijanto.

Soni membenarkan bahwa untuk luas lahan 84,6 hektre, tidak perlu rekomendasi. ‎"Jawabannya benar (tidak perlu rekomendasi)," ujar Soni.

Hal berbeda justru dikatakan Deddy Mizwar, mantan Wagub Jabar yang juga sempat menjabat Ketua BKPRD Jabar dan dari awal turut membahas soal Meikarta. Menurutnya, itu perlu rekomendasi meskipun 84,6 hektare.

"Karena 84,6 hektare itu bagian dari 500 hektare (438 hektare menurut dakwaan) jadi perlu rekomendasi. Karena menurut perda, kawasan metropolitan yang dihuni 1 juta jiwa, perlu rekomendasi. Apalagi, kata Demiz, dalam promo iklan Meikarta, digembor-gemborkan lahan yang digunakan seluas 500 hektare (menurut dakwaan, 438 hektare).

"Karena 84,6 hektare itu bagian dari 500 hektare. Yang termasuk kawasan metropolitan itu jika dihuni oleh penduduk 1 juta jiwa, Meikarta kan 2 juta jiwa. Masuk metropolitan. Jadi perlu rekomendasi," kata Demiz.

‎Adapun sisa nya (setelah keluar IPPT 84,6 hektare) sesuai aturan, kawasan yang akan digunakan Meikarta itu diperuntukkan untuk kawasan industri.

"Sehingga, jika hendak mengakomodir sisa lahan untuk Meikarta ‎itu, harus mengubah dulu Perda RTRW-nya. Dan perubahan RTRW itu diperbolehkan setiap lima tahun sekali," ujar dia.

Di sisi lain, Pemkab Bekasi sendiri sudah mengesahkan R‎aperda RTRW Bekasi yang didalamnya melampirkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Di dalamnya, mengakomodir kepentingan Meikarta, terutama soal perluasan Meikarta sebagaimana dimaksud Demiz.

Lampu Merah 12 Menit, Lampu Hijau 1,37 Menit, Setopan Jalan Kiaracondong-Soekarno Hatta Payah

Sebagaimana cerita persidangan dengan terdakwa pemberi suap, Billy Sindoro, Fitradjaja Purnama, Henry Jasmen dan Taryudi yang sudah divonis bersalah, proses pengesahan raperda itu, turut melibatkan pemberian uang untuk membiayai jalan-jalan sejumlah anggota DPRD Bekasi‎ ke Thailand.

Perda itu, sudah disetujui dan hanya dimintakan persetujuan substantif kePemprov Jabar. ‎Pemkab Bekasi melalui terdakwa Neneng Rahmi Nurlaili selaku eks Kabid Tata Ruang Pemkab Bekasi,‎ sudah mengajukan.

Bahkan, pengajuan persetujuan substantif Raperda RTRW Bekasi ke Pemprov Jabar, disertai pula dengan pemberian uang Rp 1 miliar dari Neneng dan Henry Lincoln selaku mantan Sekdis PUPR kepada Sekda Pemprov Jabar Iwa Karniwa agar mempercepat persetujuan substantif itu. Di persidangan Billy Sindoro dan kawan-kawan, Iwa sempat dihadirkan sebagai saksi namun ia membantah menerima Rp 1 miliar. 

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved