Kerusakan Lingkungan Mengancam jika Cagar Alam Kamojang dan Papandayan jadi Taman Wisata Alam
Terkait hal itu, perubahan status Kamojang dan Papandayan dari Cagar Alam (CA) menjadi Taman Wisata Alam (TWA) terus menjadi perhatian serius
Penulis: Ery Chandra | Editor: Ichsan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Ery Chandra
TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG- Mungkin belum banyak yang mengetahui bahwa Jawa Barat mempunyai cagar alam yang sangat unik di Garut.
Terkait hal itu, perubahan status Kamojang dan Papandayan dari Cagar Alam (CA) menjadi Taman Wisata Alam (TWA) terus menjadi perhatian serius dan sorotan sejumlah aktivis lingkungan hingga sejarawan.
Menurut pantauan Tribun Jabar, puluhan orang hadir dalam aksi Kamisan di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (31/1/2019).
Turut hadir Sejarawan Gunung Bandung, Pusat Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia ( FK3I), Pro Fauna, Akademisi, Aliansi Cagar Alam Jawa Barat, FK3I, FKPA Kabupaten Bandung, Payung Lentera, Ruang Hidup, Komunitas Laras, dan lainnya.
Sejarawan yang kini tengah meneliti 700 Gunung Bandung, Pepep DW menceritakan dari sisi historis kawasan tersebut jauh sebelum Hindia Belanda masuk ke Indonesia.
Wilayah ini dikenal sebagai "Mandala Rakutak", artinya dalam Bahasa Sunda hutan larang. Saat itu merupakan kawasan tertinggi pengetahuan masyarakat Sunda kuno.
"Pengetahuan masyarakat Sunda lama tentang ini sejak dari dulu mempunyai peran penting sekali. Lalu diadopsi oleh Belanda menjadi cagar alam," ujar Pepep, di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis (31/1/2019).
• Terkait Skema P3K untuk Honorer, Pemkot Cimahi Tunggu Hasil Akhir dari Pemerintah Pusat
Pepep menuturkan sebelum kemerdekaan Indonesia, oleh Hindia Belanda dan Inggris dijadikan tujuan tempat wisata terbatas dan lokasi penelitian. Hal itu, menurutnya, banyak sekali dalam catatan. Satu di antaranya yang ditulis oleh Charles Willem Womster.
"Ia mendapati flora dan fauna endemik yang tidak bisa didapati di tempat lain. Contohnya macan tutul. Sejak dari dulu memang tempat ini sangat hebat sekali," katanya.
Menurut Pepep, sebelum cagar alam sejak zaman Belanda diketahui terdapat eksploitasi panas bumi tapi kadarnya sedikit. Ketika era Orde Lama mereka mengetahui betapa pentingnya tempat ini. Sehingga menjadikan sebagai cagar alam.
"Saat itu untuk menghindari ekspansi dari energi panas bumi. Kini di era reformasi justru diturunkan untuk melegalkan panas bumi," ujarnya.
Ini Penyakit yang Diderita Saphira Indah Sebelum Meninggal, Suami: Hari Kelima Fatal https://t.co/qflOIThLCn via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) January 31, 2019
Koordinator Pusat Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia ( FK3I) Dedi Kurniawan menyampaikan pihaknya menuntut keadilan dalam konteks penurunan status Kawasan Cagar Alam Kamojang dan Papandayan menjadi taman wisata alam. Pasalnya, SK.25/Menlhk/Setjen/Pla2/1/2018, faktanya tidak sesuai dengan yang berada di lokasi, bahkan kawasan itu kini rusak.
"Paling penting dijaga dan tetap lestari. Kami sangat kecewa surat keputusan ini. Segera dicabut SK ini. Kami juga menyatakan sikap menuntut Gubernur Jabar bertindak tegas terhadap lingkungan," ujar Dedi.
Menurutnya, sangat mendesak supaya perlindungan dan pelestarian kawasan tersebut mesti dijaga dari aktivitas eksploitasi yang akan mengancam keberadaan cagar alam tersebut.
"Bukan serta merta diturunkan statusnya. Penting juga kajian dari sisi ekonomi dan upaya-upaya dampak ke depan seperti banjir," katanya.