Tsunami di Selat Sunda

Presiden Jokowi Diminta Rombak Pimpinan BMKG Gara-gara Dua Kali Gagal Deteksi Tsunami

Bagas Pujilaksono Widyakanigara menyebut BMKG telah gagal memberi peringatan dini ke masyarakat sehingga korban berjatuhan saat tsunami menerjang

Editor: Ravianto
Tribunnews/Chaerul Umam
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati 

Pakar geofisika, Hery Harjono, menyebutkan perombakan tidak diperlukan karena sebetulnya kinerja BMKG sudah semakin baik dari tahun ke tahun, apalagi dalam hal mendeteksi gempa bumi. Bencana seperti tsunami Selat Sunda, yang disebabkan longsor bawah laut, memang hal baru untuk BMKG, ujarnya.

Namun, untuk bekerja maksimal kedepannya, BMKG perlu meningkatkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait lainnya.

Hery mengatakan, untuk memantau gunung api, BMKG harus menggandeng badan geologi. Perhatian lebih harus diberikan ke gunung Anak Krakatau karena erupsi gunung tersebut terjadi cukup sering.

Apalagi, tambahnya, secara historis, ledakan gunung api pernah terjadi di lokasi itu.

Sementara itu, untuk membuat peta permukaan laut, BMKG harus menyertakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Badan Geospasial.

"[Deteksi dini] tidak bisa ditanggulangi BMKG sendiri... Jadi saya kira, kemarin itu missed-nya banyak di sana (koordinasi antara institusi)," ujarnya.

BMKG ikut pantau Anak Krakatau dan tambah seismograf

Sementara itu, Rahmat mengatakan setelah mengevaluasi bencana tsunami Selat Sunda, BMKG dan badan geologi kini bersinergi untuk memonitor kondisi gunung Anak Krakatau.

"Hasil evaluasi kejadian kemarin itu tentunya, mau nggak mau, BMKG juga harus memonitor aktifitas (Anak) Krakatau. Namun, monitornya beda dengan badan geologi. Kalau badan geologi adalah memonitor untuk memberikan informasi tentang status gunung api. Kalau kami memonitor adanya aktivitas gunung itu bilamana ada potensi tsunami. Jadi sinerginya di situ," ujarnya.

BMKG, kata Rahmat, akan memonitor bila ada aktivitas gunung dengan magnitudo cukup signifikan dan mengeluarkan peringatan dini untuk Selat Sunda.

Indonesia perlu 300 seismograf 

Pemantauan akan dilakukan dengan tiga sensor seismograf di Banten dan tiga sensor di Lampung.

Rahmat mengatakan sebenarnya BMKG sudah berniat untuk memperkuat sistem deteksi dini sejak dulu, namun terbentur masalah anggaran. Baru setelah kejadian tsunami Selat Sunda, Presiden Joko Widodo menginstruksikan BMKG untuk membeli alat deteksi dini.

"Kalau sekarang pimpinan tertinggi sampai presiden melihat ini suatu hal yang serius ya kami senang. Artinya kami sudah nggak perlu meyakinkan sampai ke presiden, DPR, Kementrian Keuangan, Bappenas yang punya otoritas masalah anggaran. Kalau dulu kan kami harus meyakinkan ini loh daerah bencana, ini loh kita kurang," katanya.

Rahmat mengatakan BMKG akan mengajukan anggaran untuk pengadaan seismograf tahun depan. Idealnya, Indonesia memiliki 300 seismograf. Saat ini Indonesia hanya memiliki 170 seismograf.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved