Cerita Silvianisa Nurhanifah, Bidan Muda Asal Bandung yang Menjadi Relawan Palu-Donggala

Di usianya yang masih terbilang muda, yaitu 21 tahun, dia sudah menjadi relawan di Palu dan Donggala.

Penulis: Resi Siti Jubaedah | Editor: Yongky Yulius
tribunjabar/Resi Siti Jubaedah
Silvianisa Nurhanifah. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Resi Siti Jubaedah

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Silvianisa Nurhanifah merupakan seorang bidan.

Di usianya yang masih terbilang muda, yaitu 21 tahun, dia sudah menjadi relawan di Palu dan Donggala.

Ia terfokus menjadi relawan di Sigi.

Di Bandung, perempuan yang akrab disapa Silvi ini tinggal di sekitar Majalaya, Neglasari, Kabupaten Bandung, bersama dengan orangtuanya.

Gadis muda ini sangat berambisius menjadi relawan di Sigi.

Silvi mengaku bahwa hatinya tergugah untuk menjadi relawan di Palu dan Donggala, karena melihat pemberitaan di televisi.

"Ada sesuatu yang membuat saya ingin pergi ke sana, ingin memberikan bantuan secara materi, namun tidak cukup, tapi kalau tenaga saya bisa merawat orang sakit dan membatu melahirkan. Meskipun banyak tantangannya mulai dari umur, lalu karena perempuan," ujar Silvianisa Nurhanifah saat ditemui Tribun Jabar, di Jalan Lodaya nomor 36, Kota Bandung.

Cerita Adam Merintis Kedai Dapur Ikhlas, Kedai di Mana Pengunjung Makan Sepuasnya, Bayar Seikhlasnya

Silvi mengaku bahwa dirinya merupakan satu-satunya relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) perempuan dari Jawa Barat, yang berangkat pada 3 Oktober 2018.

Ia berangkat bersama rombongan yang terdiri dari empat laki-laki, dan dirinya seorang perempuan.

Saat diberi kabar oleh ACT pada 1 Oktober tentang kesiapan menjadi relawan, tanpa berpikir apapun, Silvi langsung siap menjadi relawan.

"Terus ini bagaimana saya sudah bilang siap, tapi bagaimana dengan orangtua saya," ujar Silvianisa Nurhanifah.

Kemudian malam setelah beri kabar untuk menjadi relawan, barulah Silvi meminta izin orangtuanya, bahwa dirinya akan menjadi relawan.

"Mah pah, teteh ada panggilan untuk jadi relawan ke Palu. 'Masya Allah nanaonan ari teteh', kalau bahasa Sunda gitu. Ngapain? Orang dari sana pergi meninggalkan Palu kenapa teteh mau ke Palu," ujar Silvianisa Nurhanifah menirukan ulang percakapan dia dan orangtuanya.

Karena Silvi tidak banyak berpikir, ia lantas memberi pengertian pada Orangtuanya.

"'Mah, Pah, di sana mereka membutuhkan saya, kalau bukan saya mau siapa lagi,'" ujar Silvianisa Nurhanifah, kembali menirukan obrolan Ibunya.

Cerita Perjalanan Margenie Winarti, Dulunya Guru SD, Sekarang Sukses Jadi Miss Grand International

Kemudian orantua Silvi diam. Tak lama setelahnya, orangtua Silvi bertannya mulai dari berangkat darimana, dengan siapa, hingga siapa yang akan menjaga nanti di sana.

Silvi mencoba menenangkan walaupun saat itu di televisi sedang banyak berita penjarahan, sedang ramainya pemberitaan bahwa Palu dan Donggala sangat menyeramkan.

"Orangtua saya seperti tidak percaya semalam terus mendoakan dan bertanya serius mau berangkat, saya menjawab: ya berangkat," ujar Silvianisa Nurhanifah.

Pada akhirnya orangtua Silvi mengizinkan.

Saat mengizinkan, ada informasi dari pesan whatsapp, yang memberitahukan bahwa di Palu dan Donggala seperti kota mati.

"Tidak ada air, tidak ada listrik, pokonya di sana bersiap tidak mandi, bersiap untuk bisa hidup, karena di sana bukan untuk piknik meskipun jauh," ujar Silvianisa Nurhanifah.

Silvi tidak memberi tahukan itu ke orangtuanya lantaran hal tersebut akan menambah kekhawatiran orangtuanya.

Akhirnya ia berangkat pada 3 Oktober 2018.

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved