UMP Jabar Rp 1,6 Juta Ditolak KSPSI, Alasannya Jabar Tak Butuh UMP

Jabar sendiri memiliki upah minimum kota (UMK) di 27 kabupaten/kota yang akan ditetapkan pada tanggal 21 November 2018 nanti.

Editor: Ravianto
GRAFIS TRIBUN JABAR / WAHYUDI UTOMO
infografis upah minimum provinsi Jawa Barat. 

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ( KSPSI) menolak Upah Minimum Provinsi (UMP) Jabar tahun 2019 sebesar Rp 1.668.372, atau naik 8,03 persen.

Hal tersebut disampaikan Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat Roy Jinto di Bandung, Jawa Barat, Jumat (2/11/2018).

"UMP kenaikan 8,03 persen itu jelas kita tolak," kata Roy Jinto.

Seperti diketahui sebelumnya, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengumumkan UMP Jabar tahun 2019 sebesar Rp 1.668.372, angka tersebut naik sebesar 8.03 persen dari sebelumnya sebesar Rp 1.544.360.

Penetapan tersebut tertuang dalam keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/Kep.1046-Yanbangsos/2018 tentang UMP Jawa Barat Tahun 2019.

Adapun alasan penolakan itu, kata Roy Jinto, karena Jabar tidak membutuhkan UMP.

Sebab, Jabar sendiri memiliki upah minimum kota (UMK) di 27 kabupaten/kota yang akan ditetapkan pada tanggal 21 November 2018 nanti.

"Yang disebut upah minimun berlaku itu upah minimum kabupaten/kota bukan UMP, maka ketika gubernur menetapkan UMP yang menjadi pertanyaan UMP ini buat siapa? Buat perusahaan mana? Beda dengan DKI, UMP karena memang tidak memiliki UMK, jadi berlaku di Jakarta itu adalah UMP, sedang di Jabar yang berlaku UMK kabupaten/kota di 27 kabupaten/kota yang akan ditetapkan pada tgl 21 November nanti," tuturnya.

Lebih lanjut Roy Jinto mengatakan bahwa penetapan UMP yang diumumkan Gubernur Jabar Ridwan Kamil tidak berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).

"Penetapan UMP ini gubernur berdasarkan PP 78, surat edaran menteri yang inflasi pertumbuhan ekonomi akhirnya menjadi 8,03 persen," ujarnya.

"Nah kalau kita melihat UU Nomor 13 bahwa UU 13 Pasal 88 itu gubernur dalam menetapkan upah minimum itu harus berdasarkan KHL, kemudian pertumbuhan ekonomi dan produktifitas. Artinya UMP ini dipastikan penetapannya tidak berdasarkan KHL."

Roy Jinto bahkan menilai bahwa selama ini pun dewan pengupahan tidak pernah menyuvei KHL, sehingga penetapan UMP yang diumumkan gubernur Jabar hanya berdasarkan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

"Dengan demikian UMP ini bertentangan dengn UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sehingga tentu sikap kita menolak," tegasnya.

Dewan pengupahan Emil juga memutuskan untuk mencabut Peraturan Gubernur Jabar No 54/2018 tentang Tata Cara Penetapan dan Pelaksanaan Upah Minimum di daerah Provinsi Jawa Barat.

Menanggapi hal itu, Roy Jinto mengapresiasi pencabutan tersebut.

Halaman
12
Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved