Perjalanan Jonatan Christie Jadi Pebulu Tangkis Top: Ayah Tak Ijinkan Main Bola Karena Takut Hitam
Kegagalan demi kegagalan membuat Jonatan merasa frustrasi. Jojo, sapaannya, bahkan sempat memiliki keinginan untuk gantung raket.
Saat duduk di kelas satu di Sekolah Dasar Antonius, Jonatan ingin memilih kegiatan ekstrakurikuler olahraga.
Beberapa cabang olahraga yang menjadi kegiatan ekstrakurikuler di sekolahnya adalah bola basket, sepak bola, dan bulutangkis.
Andreas menyarankan Jonatan untuk memilih bulutangkis.
"Masalahnya adalah dia tidak ingin anaknya jadi hitam, padahal anaknya suka sepak bola," tutur Marlanti lalu tertawa.
Bakat besar Jonatan tercium saat mengikuti ekstrakurikuler bulutangkis. Seorang pelatih melihat bakat Jonatan lalu menyampaikan keinginan menjadi Jonatan seorang atlet kepada Andreas. Andreas merasa senang dan memberikan lampu hijau.
Sejak saat itu Jonatan sering mengikuti berbagai kompetisi. Sejak kecil dia pernah bertanding melawan Anthony Ginting dan Ihsan Maulana Mustofa, yang kemudian menjadi rekan Jonatan di pelatnas PBSI di Cipayung.
"Dulu Jonatan tidak ada apa-apanya, banyak kekurangannya. Dulu dia masih gemuk, lalu dilatih oleh papanya sampai kurus. Bukanya latihan di tempat latihan, tapi juga di rumah," ujar Marlanti.
Andreas turut membantu Jonatan melatih tekniknya. Saking besar niat Andreas melatih Jonatan, dia sampai memasang net di rumah.
"Pasang net di dalam rumah. Papanya yang melatih, saya hanya bantu ambil bola," kata Marlanti.
Tempaan yang keras dari Andreas membuat jiwa atlet Jonatan terus tumbuh. Jonatan rutin bangun tidur pukul 04.00, lalu jogging naik-turun jembatan penyeberangan. Selain itu Jonatan juga rutin skipping di bawah arahan Andreas.
Suatu ketika, setelah skipping di pagi hari, Jonatan hendak berangkat ke sekolah. Andreas yang mengantarkan Jonatan ke sekolah. Menjelang tiba di sekolah, Jonatan meminta izin kepada Andreas untuk pulang ke rumah karena merasa kelelahan.
"Papanya bilang, 'Kamu boleh pulang, tapi nanti latihannya ditambah.' Tak lama setelah mereka berangkat, tahu-tahu mereka sudah di rumah lagi. Saya kaget," tutur Marlanti.
Berkat Koko Ivan
Keluarga mereka sempat harus hidup terpisah selama empat-lima tahun. Jonatan dan ayahnya tinggal di rumah orangtua Marlanti di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Marlanti tetap tinggal di Bidaracina bersama Ivan, kakak Jonatan.
Mereka hanya bertemu seminggu sekali. Ini adalah pilihan keluarga mereka karena situasi. Sewaktu duduk di bangku sekolah menengah pertama, Jonatan memilih bersekolah di sekolah yang longgar dalam memberikan waktu agar bisa tetap berlatih bulutangkis. Pada waktu yang bersamaan, Marlanti harus merawat Ivan yang berkebutuhan khusus.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jabar/foto/bank/originals/jonatan-christie_20180828_164015.jpg)